Anggaran Untuk “Menaikkan” Kemiskinan

author Seno

- Pewarta

Selasa, 31 Jan 2023 10:24 WIB

Anggaran Untuk “Menaikkan” Kemiskinan

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura

Optika.id - Di penghujung bulan Januari 2023 ada berita yang mengejutkan atas peristiwa yang sering terjadi di birokrasi Indonesia yaitu pernyataan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB) yang mengatakan bahwa anggaran pengentasan kemiskinan sebesar Rp 500 trilliun tidak optimal dalam mencapai sasaran karena di sejumlah instansi tertentu tersedot untuk studi banding dan seminar di hotel.

Sejumlah kalangan mengatakan "pemborosan anggaran" ini merupakan problem akut di birokrasi kementerian, lembaga tertentu, dan pemerintah daerah; dan pak Menteri tahu betul praktek penyedotan anggaran negara seperti itu karena dia adalah mantan Bupati yang faham betul persoalan itu.

Memang ironis kenyataan ini karena berita tentang beberapa daerah yang tingkat kemiskinannya ada yang meningkat dengan tajam.

Azwar Anas mengatakan penanganan kemiskinan harus menggunakan logical framework agar cara berfikir dengan menggunakan logika agar tepat sasaran. Dirinya mencontohkan bahwa bila ingin mengurus sungai dengan baik, tidak perlu seminar tentang sungai, melainkan terjun langsung membersihkan sungai.

Begitu pula dalam mengurus kemiskinan, jangan sampai anggaran jumbo tersebut tersedot untuk kegiatan yang tidak terkait langsung pada penurunan angka kemiskinan.

Memang seberapapun besarnya suatu anggaran untuk kegiatan tertentu akan sia sia kalau peruntukannya tidak sesuai dengan perencanaan kegiatan tersebut.

Kegiatan yang mengadakan seminar dengan tema (seolah-olah) Pengentasan Kemiskinan pada intinya malah Menaikkan Angka Kemiskinan karena bisa kita bayangkan kalau seminar itu dilakukan di hotel mahal dan berada di luar kota jauh misalkan di Jakarta, Bandung, Bali maka anggaran negara yang besar itu akan tersedot untuk biaya SPJ peserta (yang biasanya terdiri dari para pejabat), biaya menginap di hotel selama beberapa hari, biaya sewa gedung seminar berikut biaya konsumsi, HR pembicara, sewa mobil, biaya pesawat PP dst dst.

Demikian pula biaya biaya untuk kegiatan Studi Banding apalagi kalau di luar negeri (kalau tidak salah ingat dulu ada kegiatan studi banding sejumlah anggota parlemen daerah ke Jerman tentang industri perkayuan).

Karena itu, pak Menteri Azwar Anas meminta para pemerintah daerah untuk mengurangi kegiatan seperti perjalanan dinas, dan bisa beralih menggunakan teknologi digital berupa Zoom untuk memaparkan program maupun coaching clinic.

Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS

Dirinya mencontohkan lagi logical framework bahwa untuk mengurangi kemiskinan itu harus dengan meningkatkan daya beli, bukan dengan seminar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasalnya, sebesar apapun anggaran yang diberikan negara melalui Kementerian Keuangan, tidak akan cukup menangani kemiskinan jika tidak tepat sasaran.

Jangan sampai teman-teman di daerah programnya menangani stunting, tetapi sosialisasi stunting lebih tinggi dibanding pembelian protein untuk mereka yang bayi di bawah dua tahun dan ibu hamil. Jangan sampai biaya sosialisasi lebih tinggi dari pembelanjaan protein, ungkapnya.

Pemerintah terus mengakselerasi Program Reformasi Birokrasi (RB) tematik pengentasan kemiskinan sebagai dukungan penguatan tata kelola birokrasi untuk mencapai target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen pada 2024.

Sebenarya bukankah perangkat pemerintah apapun tingkatannya memiliki aparat pemeriksaaan, atau bukankah masing-masing lembaga pemerintah itu ada pengawasan yang melekat yang mengawasi segala aktivitas pemerintahan. Namun kenapa pemborosan seperti itu sering terjadi.

Baca Juga: Polusi Udara DKI Sebagai Pembenar Perlunya IKN

Rekan seangkatan saya di FE UNAIR yang sering saya ajak berdiskusi Dr. Budi Widayanto - mantan Sekretaris Jenderal IKA Universitas Airlangga berpendapat bahwa harus ada pengawasan internal yang serius dan ini dimulai dari tingkat perencanaan. Pendapat dia nampaknya mengacu pada ilmu Manajemen Strategik tentang Strategic Control atau Pengendalian Strategik.

Seperti diketahui Pengendalian yang tradisional itu hanya mengevaluasi anggaran awal dan implemngtasi akhir kegiatan, sedangkan dalam pengendalian strategik itu ada variabel-variabel strategis yang harus dianalisa dan dievaluasi disetiap tahapan termasuk ditahapan perencanaan yang disebut Premise Control yang mengevaluasi apakah premis, asumsi, prediksi dalam suatu perencanaan itu sudah tepat atau belum.

Pengendalian selanjutnya adalah Implementation Control, Surveillance Control dan Special Alert Control.

Kalau pengawasan di tingkat awal yaitu perencanaan tidak dilakukan maka menurut dia target penurunan angka kemiskinan dari 9,57% ke 7% di tahun 2024 itu agak sulit dilakukan mengingat waktunya hanya singkat yaitu satu tahun dari sekarang.

Dan penyedotan anggaran sebesar Rp 500 trilliun untuk pengentasan Kemiskinan itu pada dasarnya malah bisa Meningkatkan Kemiskinan, karena peruntukannya tidak tepat dan digunakan untuk kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan upaya pengentasan kemiskinan.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU