Proporsional Terbuka dan Tertutup: Aspirasi Masyarakat atau Kepentingan Elitis?

author Jefri Alfarizy

- Pewarta

Jumat, 24 Feb 2023 22:35 WIB

Proporsional Terbuka dan Tertutup: Aspirasi Masyarakat atau Kepentingan Elitis?

Optika.id - Wacana perubahan sistem proporsional dari yang terbuka: masyarakat sebagai calon pemilih atau konstituen dapat melihat calon yang akan dipilih secara jelas.

Baca Juga: Anies Sebut Indonesia Memasuki Era Pra Demokrasi

Sebelumnya direncanakan akan diubah menjadi sistem proporsional tertutup. Yaitu masyarakat hanya memilih partai politik dan menyerahkan kepada partai politik siapa yang akan dimajukan sebagai calon legislatif.

Sebagai mana yang dilansir dari Kompas bahwa Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 2022 mengatakan bahwa setiap sistem pemilihan umum memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan KPU RI lebih memilih proporsional tertutup karena menghemat anggaran dan hanya membutuhkan satu surat suara setiap masing-masing daerah pemilihan.

Dan hal tersebut juga disambut baik oleh sekjen PDIP yakni hasto kristiyanto mengenai wacana proporsional tertutup yang memberikan wewenang kepada parta politik untuk menentukan calon legislatif.

Hal ini mengundang polemik dimasyarakat karena dilakukan dalam masa menjelang pemilihan umum. ada isu dan opini bahwa lembaga pelaksanaan pemilu atau komisi pemilihan umum bersikap tidak netral dan melanggar kode etik.

Banyak perdebatan antara pihak yang setuju dengan yang tidak setuju dengan perubahan sistem proporsional terbuka dirubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Masing-masing pihak menunjukkan argumennya masing-masing tentang relevansi dan yang mana yang lebih efektif antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup.

Pihak yang mendukung tetap pada proporsional terbuka berpendapat bahwa biarkan masyarakat tahu secara langsung siapa yang akan maju dan akan menjadi wakil di parlemen. Sehingga masyarakat dapat bertanggung jawab dengan pilihannya masing-masing.

Lagipula sistem proporsional tertutup akan memberikan wewenang dan kekuasaan pada partai politik shingga dikhawatirkan partai politik nantinya lepas kendali dan tidak dapat diawasi.

Sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia selama masa pemerintahan orde baru. Dan lihat hasilnya partai politik pemerintah mendapatkan keuntungan dan proses check and balance yang seharusnya menjadi salah satu unsur demokrasi tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

Sistem proporsional terbuka menghendaki masyarakat untuk mencari lebih dalam tentang personal indivudu yang maju sebagai calon.

Tentang bagaimana rekam jejak dan prestasi di bidang pekerjaan sebelumnya dan masyarakat juga dapat melihat apakah calon yang akan maju ini terkena skandal atau kasus besar yang sekiranya meragukan elektabilitasnya.

Seperti apakah calon ini terkena kasus korupsi, dan jika terkena dan masih dalam penyelidikan masyarakat dapat mempetimbangkan agar untuk tidak memilih calon tersebut.

Pihak yang mendukung sistem proporsional tertutup mengatakan bahwa biaya dan angggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum terlalu besar dan diupayakan untuk dirampingkan sedemikian mungkin.

Baca Juga: Bocoran Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Mahfud MD: Bisa Dikategorikan Pembocoran Rahasia Negara

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pendapat ini diperkuat dengan argumen bahwa partai politik dapat menjalankan tugasnya dengan baik sejauh ini dan partai politik memiliki data dari para partisipan dan simpatisan yang memperkuat perubahan menuju sistem proporsional tertutup.

Meskipun secara validitas dan keabsahan data yang dimiliki oleh partia politik tersebut masih dipertanyakan.

Hal yang menarik adalah dalam jajak pendapat yang dilakukan pihak yang mendukung wacana tetap pada sistem proporsional terbuka adalah partai politik pemerintah pemenang pemilihan umum sebelumnya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Kemampuan PDIP itu dari prestasi pemilihan umum sebelumnya pada 2019 memiliki ambang batas (threshold) sebesar 20%.

Dengan kata lain PDIP mampu untuk memajukan calon legislatif dan eksekutif secara independen tanpa harus membuat koalisi.

Sikap mendukung partai pdip dalam sistem proporsional tertutup dilihat publik sebagai upaya pragmatisme dari pdip untuk mempertahankan status quo sebagai partai pemenangan pemilu 2019.

Terlebih hal ini dilihat masyarakat dengan asumsi selama periode 2019-2023 saat ini kesan negatif yang diberikan masyarakat kepada partai pdip semakin tinggi.

Baca Juga: La Nyalla: Pemilu Sebaiknya Gunakan Sistem Proporsional Tertutup

Mulai dari kasus korupsi yang menyangkut para kader pdip hingga perilaku blunder yang ditunjukkan oleh Puan Maharani dan Megawati Soekarnoputri melalui ucapan dan pebuatan semakin memperburuk stigma masyarakat kepada PDIP.

Sikap dan perilaku blunder tersebut entah suatu kebetulan belaka atau jenis strategi pemasaran politik baru yang unik untuk dicoba oleh puan dan megawati agar PDIP senantiasa menjadi buah bibir secara tidak langsung menambah popularitas melalui free marketing technic.

Terlepas dari perdebatan antara sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup jalan tengah dan solusi sementara adalah dimana komisi pemilihan umum diminta untuk bersikap netral, bersih dan jujur.

Serta harus independen tanpa intervensi dari pihak manapun. Komisi Pemilihan Umum harus senantiasa melaksanakan asas akuntabilitas dengan selalu mempertimbangkan pendapat dan aspirasi masyarakat secara langsung.

Peran masyarakat juga menjadi hal yang utama dengan senantiasa mengawasi dan menggunakan media sosialnya untuk mengawal hal-hal penting seperti ini.

Terlebih khusus untuk generasi muda diharapkan senantiasa memiliki pemahaman dan wawasan dasar mengenai politik agar tidak menjadi objek manipulasi belaka.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU