Ini Tanggapan Refly Harun Soal Dugaan Kelompok Terorganisir Dibalik Penundaan Pemilu

author Danny

- Pewarta

Sabtu, 04 Mar 2023 22:21 WIB

Ini Tanggapan Refly Harun Soal Dugaan Kelompok Terorganisir Dibalik Penundaan Pemilu

Optika.id - Sebelumnya, peneliti Departemen Politik dan Perubahan SosialCSISNoory Okthariza menduga ada kelompok terorganisir di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapanpemilu 2024.

Baca Juga: Refly Harun: Peluang Jokowi untuk Cawe-Cawe Kian Mengecil

"Saya sulit untuk tidak lihat putusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian, dengan segala hormat, kelompok yang ingin pemilu ditunda. Kelompok ini bisa terorganisir, bisa tak terorganisir, tapi tujuannya sama, pemilu ditunda. Entah satu atau dua tahun dan seterusnya," kata Noory yang disiarkan di kanal YouTube CSIS, Jumat (3/3/2023).

Noory mengatakan banyak instrumen yang bisa kelompok ini lakukan demi menunda Pemilu. Baik melalui amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan GBHN, hingga mobilisasi kepala desa. Untuk kasus kali ini, ia mengatakan kelompok ini bergerak melalui mekanisme pengadilan.

"Banyak hal yang sudah dilakukan. Tapi kelompok ini hari ini masuk lewat pintu pengadilan," kata dia.

Noory mengatakan pergerakan kelompok yang ingin menunda pemilu makin serius jelang pemilu. Ia juga berpandangan kelompok ini mudah dilacak jejaknya melalui sosial media.Noory juga menjelaskan kelompok ini kerap menjadikan isu penundaan pemilu sebagai komoditas di politik.

"Makin mendekat ke tahun politik isu ini jadi komoditas untuk political bargaining. Sekali di setop muncul isu baru. Dan dinamika ini jadi bargaining isu jadi komoditas," kata dia.

Selain itu, Noory meminta Presiden Joko Widodo segera bersikap untuk merespons putusan PN Jakpus ini. Ia mengatakan sampai saat ini sikap Jokowi masih belum terlihat jelas.

"Kita ingin dengar pendapat presiden gimana, posisi presiden seperti apa. Pak Mahfud sudah sampaikan. Sekarang presiden gimana sikapnya?" kata dia.

Pernyataan CSIS ini senada dengan diungkapkan oleh Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani beberapa waktu lalu.

Arsul menyebut masih terdapat sejumlah pihak yang terus berusaha menunda pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024. Kendati demikian, saat itu Arsul tidak merinci lebih jauh ihwal identitas kelompok yang memperjuangkan penundaan pemilu.

"Sebagaimana juga informasi yang saya dapatkan, di tengah masyarakat kan juga ada ikhtiar dari kelompok tertentu yang masih mengupayakan penundaan Pemilu," ujarnya di DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).

Majelis Hakim PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prim dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

PN Jakarta Pusat menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima. Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah. Ia menjelaskan masih ada upaya hukum di pengadilan tinggi.

Baca Juga: Pengamat Soal Narasi AHY Hancur Lebur, Justru Itu Demokrat

"Putusan ini bisa merepresentasikan keinginan kelompok-kelompok yang selama ini menunda tahapan Pemilu. Penundaan Pemilu kurang lebih sama dengan memperpanjang masa jabatan meskipun tidak eksplisit berapa tahun. Jika memakai teori konspirasi dengan mudah menunjuk siapa kelompok yang selama ini bicara tentang penundaan Pemilu, bicara tentang yang namanya Big Data, Aspirasi Masyarakat, Kepuasan Masyarakat dan lain sebagainya,"ungkap pengamat politik Refly Harun melalui akun YouTube seperti yang dikutip Optika.id, Minggu, (5/3/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Refly mengatakan, kelompok pembangkang para konstitusi ingin masa jabatan bertambah. Dengan adanya penundaan Pemilu 2024, keinginan mereka semakin terkabul untuk terus melanjutkan masanya.

"Inilah kelompok yang membangkang para konstitusi, kalau menunda pemilu sama saja membangkan dengan konstitusi, tidak ada dasarnya menunda Pemilu. Yang ada adalah Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan, itu tidak seluruh tempat, jika ada bencana alam dan tidak mungkin dilaksanakannya pemilihan, mulai pemutakhiran data penduduk hingga proses pencoblosan," ujar Refly.

Sejatinya, masih dikatakan Refly, tidak ada penundaan Pemilu. Adanya hanya lanjutan tahapan Pemilu dengan atas dasar Pemilu tersebut memang benar-benar tidak bisa dilaksanakan.

"Pemilu ada proses, ada hari H, sementara penundaan Pemilu lanjutan adalah melanjutkan tahapan terhenti, tidak ada dasar hukum menunda pemilu. Karena itu, pemerintah tidak boleh coba-coba mengatakan uangnya tidak ada atau tidak dianggarkan, pemilu itu hajatan yang diharuskan pemerintah untuk menyediakan anggaran bersama anggota DPR. Jangan dikotomikan dengan mensejahterakan rakyat, berpemilu sebagai sarana demokratis sirkulasi kepemimpinan harus dilaksanakan," terangnya.

Baginya, dengan pelaksanaan yang kurang dari satu tahun, adanya kelompok-kelompok seperti ini seharusnya bisa diraba siapa saja aktor dibalik semua itu.

"Sampai pelaksanaan kurang dari satu tahun masih ada kelompok-kelompok yang ricuh, siapa itu dikaitkan dengan kelompok 3 periode, perpanjangan pemilu kita bisa meraba-raba, siapa kelompok itu," katanya.

Baca Juga: Pengamat: Konsisten Bersama Anies, Demokrat Tak Akan Turun

Pantauan Optika.id, jika Pemilu ditunda akan berdampak kepada masyarakat pula, juga berdampak kepada pejabat-pejabat di atas sana.

"Tentu imajinasi orang-orang tidak bisa dibantah, pasti tertuju pada kelompok dominan society kepada kelompok yang mengatakan 3 periode. Sekali lagi, pastilah masyarakat banyak yang ribut, ternyata ombaknya cukup besar karena tunda pemilu. Begitu ada tunda pemilu, mereka mengadakan rapat besar, bagaimana isu proporsional terbuka dan tertutup. Jika memang tunda Pemilu, harusnya tidak boleh ada partai yang berbicara seperti itu, sekarang sudah tidak ada lagi, dulu masih ada. Ini menunjukkan tekanan masyarakat yang mempunyai hak seperti itu bisa saja memberikan hambatan yang berarti," tuturnya.

Tetap harus berhati-hati dengan kelompok yang diduga melakukan penundaan.

"Sekali lagi, kita harus berhati-hati dengan kelompok ini karena upayanya akan terus-terusan dilakukan, akan dibuat keos dan menimbulkan penundaan Pemilu, semoga tidak ada hal seperti itu," ungkapnya.

Menurutnya, hakim Pengadilan Jakarta Pusat tidak bodoh, akan tetapi Refly kebingungan dengan putusan gila yang diperbuat oleh hakim.

"Kembali lagi saya tegaskan, kita tidak menuduh, tetapi menganalisis kemudian dikaitkan dengan putusan ini, putusan gila, hakimnya kalau tidak bodoh diintervensi, tapi tidak mungkin hakimnya bodoh karena pangkatnya sudah 4D dan 4C. Apalagi hakim Jakarta Ibukota, siapa yang mengintervensi, ya kelompok menunda pemilu, bacalah di berita, siapa yang ingin masa jabatan 3 periode," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU