Optika.id - Salah satu masalah kesehatan yang masih terjadi hingga saat ini yakni kasus infeksi menular seksual. Kasus ini sangat mudah tersebar dan sulit untuk dihindari. Apalagi, kasus infeksi menular seksual masih dianggap tabu oleh masyarakat sehingga penangannya tidak bisa optimal. Hal ini bisa mengancam terutama bagi mereka yang aktif secara seksual, salah satunya adalah sifilis.
Baca Juga: Vaksinasi dan Perjuangan Menghapus Wabah
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), dalam lima tahun terakhir kasus sifilis mengalami peningkatan yang terbilang drastic yakni 70%. Hal ini tentunya akan menimbulkan masalah baru dalam masyarakat apabila tidak dicegah sejak dini.
Untuk diketahui, Sifilis merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum yang bisa menular melalui kontak fisik pada saat seseorang berhubungan seksual yang melalukan penetrasi. Baik penetrasi secara vaginal, oral, maupun anal dengan orang yang teirindikasi infeksi penyakit ini. Tak hanya itu, ibu hamil yang terinfeksi sifilis juga rentan menularkan sifilis ke anaknya.
"Sifilis dapat pula ditularkan secara vertikal dari ibu hamil kepada janinnya melalui plasenta atau pada saat melahirkan dan kontak langsung dengan lesi sifilis. Tanpa pengobatan yang adekuat, sifilis bisa merusak jantung, otak, atau organ tubuh lainnya, sehingga mengancam jiwa," tutur Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Eka Hospital Cibubur, Nadia Akita Dewi, dalam keterangannya, Rabu (31/5/2023).
Kendati gejala penyakit ini pada tahap awalnya tidak terlalu menganggu, namun harus tetap diwaspadai
Gejala yang timbul pada tahap awal berupa luka yang terkadang tidak menimbulkan rasa sakit. Luka ini muncul dalam jangka waktu 2 3 minggu pasca terinfeksi. Area luka tersebut bisa timbul di sekitar alat kelamin, dubur, mulut dan rectum. Kemudian dalam waktu 1 hingga 6 bulan ke depan, Sifilis muncul dan berkembang di tahap kedua serta timbul ruam-ruam merah.
Meskipun ruam tersebut biasanya tidak menyebabkan rasa gatal dan sakit, namun bisa menyebar hingga ke seluruh tubuh dan disertai dengan gejala lainnya seperti kutil, rambut rontok, demam, kelelahan, penurunan berat badan, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Baca Juga: Tak Hanya Covid-19, Ini Penanganan Penyakit Menular dari Soekarno Hingga Soeharto
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Apabila tidak segera mendapatkan penanganan sifilis pada tahap-tahap awal dan kedua, maka sifilis bisa berkembang ke tahap lanjut dan menyebabkan masalah serius pada organ tubuh lainnya, seperti jantung, otak, sistem saraf, hingga tulang," jelas Nadia.
Meskipun terkenal mematikan, namun Sifilis bisa disembuhkan melalui pengobatan intensif dengan catatan masih berada pada tahap awal dan belum merusak organ tubuh lainnya. Sifilis masih bisa ditangani dengan obat antibiotic yang diberikan secara rutin oleh dokter.
Akan tetapi, diperlukan pemeriksaan dan penanganan lanjutan apabila sifilis telah menyerang organ tubuh lainnya agar organ tubuh tersebut tidak rusak.
Baca Juga: Waspadai Hepatitis B, Kemenkes Imbau Masyarakat Aktif Deteksi Dini
Oleh sebab itu, dirinya meminta kepada masyarakat agar tetap sadar dan mawas dalam aktivitas seksual yang dilakukan dan bijak dalam tiap tindakan.
Dia juga menyarankan agar selalu menggunakan pengaman atau kondom ketika akan melakukan aktivitas seksual agar bisa terhindar dari sifilis. Di sisi lain, juga tidak berganti-ganti pasangan seksual, serta tidak ragu dan malu dalam melakukan pemeriksaan ke dokter terkait.
Periksa secara rutin, terus mengetahui riwayat seksual pasangan sebelum melakukan kontak fisik, hingga menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Jangan ragu, apalagi malu. Agar bisa deteksi dini dan bisa sembuh secara optimal, sebelum terjadi hal-hal yang buruk di kemudian hari, pungkasnya.
Editor : Pahlevi