Faisal Basri: Derajat Ekonomi Integrasi Indonesia Masih Rendah

author Danny

- Pewarta

Selasa, 04 Jul 2023 09:56 WIB

Faisal Basri: Derajat Ekonomi Integrasi Indonesia Masih Rendah

Optika.id - Dari sisi ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara angka belum tentu dirasakan rakyat Indonesia. Salah satu contohnya dapat dilihat dari belum terintegrasinya ekonomi Indonesia karena sebagai negara kepulauan, tetapi lebih memprioritaskan angkutan darat.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Melemah di Tahun Pemilu?

Hal ini ditegaskan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri dalam diskusi Negara Kepulauan dengan Mentalitas Daratan seperti dilansir Optika.id di kanal Youtube Neraca Ruang, Selasa, (4/7/2023).

Derajat integrasi ekonomi (Indonesia) rendah. Secara ekonomi, Indonesia tidak terintegrasi. Contoh ongkos angkut laut Jakarta-Shanghai lebih murah dari Jakarta-Makassar, ongkos laut Jakarta-Amsterdam lebih murah dari Jakarta-Papua. Oleh karena itu jangan heran kalau jeruk mandarin lebih murah dari jeruk medan karena di sana (Shanghai) angkut pakai kapal dengan muatan 20.000 ton, sedangkan dari Medan diangkut pakai truk hanya kapasitas 10 ton, habis diongkos. Namun, tidak sadar-sadar sampai sekarang, negara kepulauan dijejali jalan tol. Saya bukan anti jalan tol, tapi body-nya dulu dong, jalan tol untuk link kedua, ujar Faisal Basri.

Ia mengklaim 70 persen barang di seluruh dunia didistribusikan melalui jalur laut. Sebaliknya, 80 persen angkutan barang di Indonesia justru melalui darat. Padahal, biaya logistik di darat rerata 10 kali lebih mahal dibandingkan dengan jalur laut.

Gila enggak, negara kepulauan, tetapi mentalitasnya daratan. Dipidatokan sih di atas kapal waktu Pak Jokowi menang pertama, setelah itu yang keluar cuma tol laut. Laut mau didaratkan, sikap budaya, dari pilihan diksi, tol laut, katanya.

Di sisi lain, lanjutnya, selama ini pemerintah lebih memfokuskan pembangunan infrastruktur darat sebagai tumpuan distribusi barang di seluruh Indonesia. Alhasil, ia menyebut Indonesia sebagai negara kepulauan tetapi memiliki mentalitas daratan.

Indonesia paling unik di dunia. Kalau kita lihat dari dari geografisnya, negara kepulauan terbesar, perairannya sekitar dua pertiga dari luas wilayah, garis pantainya terpanjang kedua di dunia, ada yang bilang terpanjang keempat di dunia. Kita menggunakan sebutan Tanah Air, bukan motherland atau homeland. Laut lah yang mempersatukan pulau-pulau sehingga mengintegrasikan ekonomi domestik. Jangan bilang laut memisahkan pulau-pulau, lautlah yang membentuk gugusan zamrud khatulistiwa itu teruntai sedemikian sangat indahnya, ujarnya lagi.

Baca Juga: Masyarakat Diminta Lakukan Gaya Hidup Ramah Lingkungan Untuk Dukung Ekonomi Hijau

Selain itu, dia mengkritisi rendahnya volume transportasi laut di Indonesia. Meskipun pada saat pandemi sempat naik, tetapi volume tersebut masih lebih rendah daripada moda transportasi lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ngomongnya tol laut, ngomongnya poros maritim, tapi peranan transportasi laut turun terus, karena Covid justru lautnya yang lebih naik. Yang lain-lain karena Covid turun, si lautnya naik karena lebih kebal dari Covid barangkali kalau kita naik transportasi laut. Tapi angkutan berbasis air turun terus.

Dengan demikian, Faisal mengatakan bahwa dengan mengingat beragamnya kondisi geografis dan kultur masyarakat antar daerah, maka pendekatan sentralistik tidak cocok untuk digunakan dalam hal pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Apa yang diungkapkan Faisal ini sepertinya relevan dengan apa yang disampaikan capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan saat pidato politik di acara Relawan Amanat Indonesia di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia menyatakan bahwa dampak dari pertumbuhan perekonomian yang tinggi secara angka belum tentu dirasakan rakyat.

Baca Juga: INDEF: Siapapun yang Jadi Presiden, Tak Boleh Setengah Hati Garap Ekonomi Biru!

Pertumbuhan yang angkanya tinggi, tapi tidak berkualitas, tidak dirasakan oleh rakyat kebanyakan, kata Anies.

Anies menambahkan, prinsip yang perlu didorong adalah pertumbuhan yang berkualitas, bukan semata-mata pertumbuhan yang angkanya tinggi. Menurutnya, salah satu pandangannya soal perekonomian adalah pertumbuhan berkualitas. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dengan penekanan terhadap pemerataan.

Ada pertumbuhan yang begitu tinggi, tapi rakyatnya tidak merasakan. Kenapa? Karena hanya ada 1-2 sektor yang tumbuh utama, yang lain hanya menonton dari rumahnya masing-masing. Inilah yang kita ingin jangkau semuanya, ujar Anies.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU