Optika.id - Pemerintah perlu menunjukkan sikap yang tegas terhadap tekanan asing yang memaksa PT PLN (Persero) untuk menghentikan dan mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap.
Baca Juga: Alasan Terselubung Pemerintah Bagi-Bagi Rice Cooker Gratis
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyatakan bahwa pemerintah harus mengutamakan kepentingan nasional daripada mengikuti keinginan asing terkait program Just Energy Transition Partnership (JETP) yang berpotensi merugikan PLN.
"PLN dan pemerintah tidak boleh membiarkan diri mereka didikte oleh pihak internasional untuk segera mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) jika hal tersebut hanya merugikan Indonesia dan para pelanggan listrik PLN," ujarnya, Jumat (14/7/2023).
Menurutnya, harus ada penggantian aset yang dipensiunkan dini tersebut dengan pendanaan internasional yang sesuai, jika program tersebut akan dilaksanakan.
Baca Juga: Waspada Cuaca Ekstrem, PLN Beri Tips Keamanan Untuk Cegah Masalah Listrik
Tanpa adanya kompensasi, lanjut anggota DPR dari PKS ini, PLN akan mengalami kerugian karena harus menanggung sendiri risiko dari aset yang dipensiunkan dini tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Ini tidak adil," katanya.
Baca Juga: Golongan Listrik 450 VA Akan Dihapus, Bagaimana Nasib Rakyat Miskin?
Di sisi lain, Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengakui adanya tekanan internasional untuk segera mempensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia sebelum tahun 2030.
Namun, ia meminta agar aset PLTU tersebut dinilai dan diganti dengan uang tunai. Program Just Energy Transition Partnership (JETP) memiliki komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar atau sekitar Rp 302 triliun (dengan kurs Rp 15.100) untuk pensiun dini PLTU, sebagaimana yang disepakati dalam G20.
Editor : Pahlevi