Optika.id - Masalah obesitas merupakan masalah global yang berdampak pada 2 miliar penduduk dunia, termasuk kesehatan masyarakat Indonesia. hal tersebut dikatakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Baca Juga: Mengungkap Mysophobia: Ketakutan Ekstrem terhadap Kotoran
Dalam keterangannya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Eva Susanti menyebut jika saat ini prevalensi obesitas global lebih tinggi diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
"Jumlah terbesar orang dengan obesitas berada di negara berkembang," kata Eva dalam keterangannya beberapa waktu yang lalu.
Pada tahun 2030 nanti Eva memprediksi bahwa satu dari lima perempuan dan satu dari tujuh laki-laki akan hidup dalam obesitas atau kegemukan. Ironisnya, jumlah tersebut setara dengan lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia.
Kemenkes, lebih lanjut melaporkan jika Indonesia sebagai negara berkembang menyumbang laju kasus obesitas dunia. Tahun 2018 lalu penderita obesitas di Indonesia sebanyak 21,8% sementara 10 tahun silam obesitas di Indonesia hanya berjumlah 10,5%.
Obesitas juga memberikan dampak kerugian ekonomi selain memberikan dampak terhadap peningkatan penyakit tidak menular di negeri ini. Kerugian ekonomi yang dimaksud yakni pembengkakan biaya perawatan penyakit komorbid atau penyerta obesitas misalnya jantung, kanker, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit metabolic serta nonmetabolik lainnya.
Eva menyebut jika obesitas ini berkontribusi menyumbang kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 5,87ri total kematian sedangkan untuk penyakit diabetes dan ginjal sebantak 1,84ri total kematian.
"Edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan untuk mengingatkan kepada mereka tentang dampak dan bahaya obesitas serta pentingnya upaya pencegahan dan pengendaliannya," ucap Eva.
Lebih lanjut, sebagai upaya serius untuk menahan laju prevalensi obesitas di Indonesia, Kemenkes berfokus pada pencegahan faktor risiko dan sosial determinan yang sudah dikondisikan mulai dari gemuk (overweight) hingga obesitas.
Upaya tersebut antara lain melalui penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang pencantuman informasi kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji.
Di sisi lain, Kemenkes juga giat menggelar program sosialisasi penanggulangan obesitas di puskesmas dan klinik, pengembangan penanggulangan obesitas pada anak sekolah dan Gerakan Lawan Obesitas (Gentas).
Eva menegaskan jika obesitas bisa dicegah dengan partisipasi dan pemberdayaan dari masyarakat itu sendiri. Pasalnya, kesehatan merupakan tanggung jawab setiap individu dan didukung oleh kebijakan dari pemerintah dan masyarakat juga.
Baca Juga: Kesehatan dan Alkohol: Apa yang Harus Anda Ketahui?
Adapun upaya lain yang ditempuh yakni mendorong kemandirian masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat, mengatur pola makan, dan rajin berolahraga. Selain itu, Kemenkes juga berupaya untuk menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan deteksi dini penyakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Obesitas seringkali tidak diiringi dengan tanda dan gejala penyakit, sehingga dengan cek berkala maka penyakit akan dapat diidentifikasi sejak dini. Dan berobatlah ketika obesitas sudah memerlukan tindakan medis," pungkas Eva.
Obesitas juga berdampak buruk bagi kesehatan lantaran bisa memicu penyakit lainnya. Salah satunya adalah diabetes. Dan hal ini tidak hanya menjangkiti orang dewasa saja. Melainkan juga anak-anak.
Berdasarkan catatan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada Februari 2023 saja tercatat ada sebanyak 1.645 pasien anak yang menderita diabetes di 13 kota besar di Indonesia seperti Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Solo, Jogja, Denpasar, Makassar, Manado, Surabaya dan Malang.
Diketahui jika kasus tersebut melonjak sekitar 70 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2010.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menjelaskan jika ada dua faktor yang menyebabkan jumlah penderita diabetes pada anak meningkat dari tahun ke tahun.
Pertama adalah faktor keturunan sedangkan yang kedua adalah konsumsi minuman manis dengan kadar gula berlebih.
Baca Juga: Kenali Penyebab Kesemutan pada Wajah dan Waktu yang Tepat untuk Konsultasi
Menurut Nadia, kasus-kasus diabetes yang dipicu oleh konsumsi minuman berpemanis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang berusia di atas 10 tahun.
"Anak-anak mengonsumsi gula dalam batas yang melebihi. Kita tahu gula itu tidak boleh dikonsumsi lebih dari empat sendok makan per hari," kata Nadia kepada Optika.id, Minggu (16/7/2023).
Lonjakan kasus diabetes dan obesitas yang tinggi tersebut membuat pemerintah siaga satu. Nadia menyebut jika pemerintah melalui pihaknya bakal menggencarkan berbagai program pengautan pola asuh orang tua yang yang fokusnya adalah meningkatkan pengetahuan orang tua terkait gizi dan nutrisi anak.
Selain itu, edukasi juga bakal bertujuan untuk mendorong orang tua membatasi konsumsi gula berlebih di lingkup keluarga.
"Melalui puskesmas dan posyandu. Kita juga mengajak tokoh masyarakat, komunitas, ibu-ibu PKK untuk penyuluhan pembatasan konsumsi gula," ujar Nadia.
Editor : Pahlevi