Optika.id - Sepanjang tahun 2022, terdapat banyak identifikasi ragam sektor yang paling rentan terhadap serangan siber. Hal tersebut berdasarkan Ensign InfoSecurity yang merilis laporan Ancaman Siber di Indonesia
Baca Juga: Waspada Modus Penipuan Online yang Kian Canggih dan Bervariasi
"Sektor pemerintah, layanan keuangan, industri asuransi, dan industri komersial adalah kelompok industri yang paling sering diserang oleh pelaku ancaman siber," ujar Vice President of Advisory, Consulting, Ensign InfoSecurity Teo Xiang Zheng, dalam keterangannya, Kamis (3/8/2023).
Dalam laporan tersebut juga disinggung bahwa Indonesia menempati level tertinggi dalam fenomena penyebaran dan jual beli data pribadi milik masyarakat. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya di negara-negara lain.
Tak hanya itu, Ensign juga turut melakukan evaluasi terhadap beberapa kelompok pelaku serangan siber yang perlu diwaspadai yakni Desorden, Dark Pink, dan Naikon.
Kelompok ini menyerang berdasarkan peluang yang ada lantaran kondisi keamanan siber di Indonesia yang masih lemah. Selain mereka melancarkan aksinya dengan niat dan kemampuan teknis juga.
Kelompok-kelompok tersebut juga menunjukkan tingkat kompetensi dan kemampuan adaptasi yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari penguasaan Bahasa Melayu mereka yang fasih.
Baca Juga: Tips Kaspersky Untuk Hadapi Ancaman Siber
Diluncurkannya laporan ini sebagai sorotan mengenai eksploitasi kerentanan rantai pasok siber baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) yang masih terus terjadi. Bahkan, sejumlah perusahaan besar pun menjadi korban dari serangan siber berupa ransomware dan penjualan data hasil peretasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aksi lain adalah pelaku terus memanfaatkan eksploitasi IoT, aplikasi, perangkat seluler, dan teknologi operasional untuk memperluas sasaran mereka.
Perkembangan pemanfaatan Ransomware as a Service (RaaS) juga menyumbang peningkatan signifikan serta menyasar usaha kecil dan menengah (UKM). RaaS ini memungkinkan orang yang tidak memiliki keahlian teknis untuk membeli Ransomware dan melancarkan serangan siber.
Baca Juga: Perlukah Angkatan Siber Dibentuk di Indonesia?
Di sisi lain, perkembangan kecerdasan buatan generative atau AI generative yang terus berkembang dimanfaatkan oleh pelaku serangan siber untuk membuat konten phishing dengan tingkat klik pengunjung yang cukup tinggi, mengelabui proses keamanan autentikasi serta verifikasi identitas dengan menciptakan gambar dan suara yang mirip dengan target sasaran, dan mengembangkan malware dengan lebih cepat.
Hadirnya AI generative dan teknologi kecerdasan buatan lain ini bagaikan pisau bermata dua lantaran juga bsia dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mengatasi serangan siber tingkat rendah.
Lebih lanjut, peluncuran laporan ini adalah sebagai upaya untuk memantau dan menganalisis intelijen ancaman siber dalam mengadopsi pendekatan pertahanan yang didasarkan pada informasi tentang ancaman, khususnya ancaman siber.
Editor : Pahlevi