Optika.id - Di kalangan anak dan remaja, bermain game sudah menjadi kebiasaan yang sulit terpisahkan. Namun, tanpa disadari, kebiasaan dari bermain game ini juga bisa berdampak pada pembentukan karakter seseorang. Apalagi, jika yang dimainkan adalah game yang bermuatan dengan unsur kekerasan. Pengawasan dari orang tua atau orang dewasa tentu diperlukan untuk mengawalnya.
Baca Juga: Orang Tua Diminta Waspadai Anak Candu Judi karena Bermain Game Online
Psikolog anak, Endang Setianingsih dalam keterangannya menjelaskan bahwa dia sering mengamati anak-anak yang memainkan game dengan konten kekerasan. Game seperti itu menurutnya bisa berdampak pada aspek emosi atau mental remaja sehingga terbiasa dengan hal-hal yang sering dimainkan melalui game.
Game dengan konten kekerasan ini menurut Endang biasanya menjadi sarana pelampiasan keresahan dan emosi para remaja. Tentu saja hal itu bisa memengaruhi perilaku mereka sehari-hari seperti munculnya sikap agresif.
"Mereka juga bisa memiliki sifat yang temperamen tinggi, serta mudah terpicu hal yang dapat menimbulkan masalah sosial," ujarnya dalam keterangan yang dikutip Optika.id, Jumat (4/8/2023).
Dia menjelaskan bahwa usia remaja adalah fase di mana anak muda tersebut giat mencari identitas dan jati diri. Serta berusaha untuk memahami bagaimana peran yang harus mereka lakukan di suatu masyarakat.
Anak muda dalam fase tersebut ingin dianggap sudah dewasa, ingin dianggap bisa dan diakui eksistensinya. Para remaja, untuk memperoleh hal tersebut umumnya melakukan tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan seperti tawuran dan lain-lain. Artinya, usia remaja sangat rentan terpengaruh dan terpapar dari lingkungan sekitarnya.
Peran dan Pengawasan Orang Tua
Terjadinya benturan antar kelompok remaja, ujar Endang, juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang kurang tepat. Kurangnya perhatian orang tua hingga pengontrolan terhadap anak merupakan hal yang alpa dilakukan sehingga anak-anak tersebut mencari identitas diri dan perhatian dari lingkungan luar yang dirasa bisa menerima mereka, membuat bebas bercerita, menyampaikan keresahan dan keinginan mereka bersama teman di tempat tongkrongan mereka.
Baca Juga: Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua Picu Anak Lakukan Kekerasan Hingga Kriminalitas
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal tersebut sebenarnya ada bagusnya, namun Endang mengingatkan untuk selalu memilih lingkungan dengan energy positif yang kuat.
"Kalau lingkungannya positif maka remaja akan menyalurkan energi yang positif, tetapi bila negatif, maka bisa menjadi masalah sosial," kata Endang.
Kurangnya pengawasan lingkungan ini juga membuat remaja dengan mudah melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Seakan-akan, apa yang dilakukan oleh para remaja tersebut bukanlah urusan masyarakat lainnya sehingga mereka cuci tangan dan tidak mengurusnya.
Sebagai solusi, Endang menjelaskan bahwa bagaimanapun juga, peran keluarga diperlukan. Keluarga merupakan lingkup pertama bagi si anak sehingga fungsi dan peran dari orang tua, khususnya ayah, harus aktif. Selalu berikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak, dan dengarkan keluh kesahnya.
Baca Juga: Manfaat Olahraga Rutin untuk Kesehatan Tubuh dan Kualitas Hidup
"Orang tua harus menjadi sumber perhatian sekaligus sebagai tempat curhat yang nyaman buat anak, bukan di luar rumah, dan harus mampu menjadi teladan buat anak-anaknya," ujar Endang.
Selain itu, dunia pendidikan juga perlu membangun koordinasi dengan para orang tua dan guru terkait dengan pergaulan dan perkembangan anak. Langkah ini bisa membantu untuk mendeteksi arah pergaulan anak sedari dini.
"Pentingnya melibatkan anak atau remaja dalam program -program yang positif," jelasnya.
Editor : Pahlevi