Optika.id - Ratna Susianawati selaku Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan jika Indonesia membutuhkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat berkelanjutan dengan tujuan mencegah berulangnya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menelan banyak korban.
Baca Juga: Dorong Kemandirian Pasca Lepas, KemenPPPA Minta Lapas Bekali Napi Perempuan Pelatihan Kewirausahaan
Dia menilai kasus TPPO ini terus berulang lantaran masyarakat menghadapi kemelut ekonomi yang seolah tidak ada ujung sehingga perlu ada pemberdayaan berkelanjutan agar kondisi ekonomi masyarakat meningkat dan tidak terjebak TPPO. Di sisi lain, mereka pun tidak akan mudah tergiur dengan berbagai modus pelaku TPPO.
TPPO rentan terjadi kepada perempuan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta yang memiliki masalah ekonomi. Jadi, perlu pemberdayaan ekonomi berkelanjutan agar ekonomi mereka membaik dan tidak ada lagi korban TPPO, papar Ratna dalam keterangan yang diterima Optika.id, Selasa (22/8/2023).
Kasus TPPO, imbuhnya, terbilang kasus yang kompleks dan berbasis sindikat sehingga penangananya pun memerlukan keseriusan dan keberlanjutan yang melibatkan berbagai pihak untuk menumpasnya.
Tak hanya itu, masyarakat juga perlu diedukasi secara terus menerus dan diberi pemberdayaan ekonomi sebagai langkah awal dalam upaya mencegah dan mengurangi terjadinya TPPO untuk yang kesekian kalinya.
Baca Juga: Minim Ilmu Parenting, Orang Tua Jadi Gampang Lakukan Kekerasan Pada Anak
Terhadap kejadian TPPO yang berulang di Gang Royal dengan modus tawaran kerja di klinik kecantikan, dia sangat menyayangkan hal tersebut. Pada akhirnya, korban dijadikan korban TPPO dan dipaksa menjadi pemandu lagu dan pekerja seks komersial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini menurut Retno menjadi gambaran nyata begitu pelik dan kompleksnya kasus TPPO beserta sindikatnya di negeri ini. Maka dari itu, untuk menumpasnya, diperlukan perhatian banyak pihak untuk mencegah dan menangani TPPO serta diselenggarakan secara terpadu, serius, multi pihak dan berkelanjutan. Langkah itu bisa dimulai dari tingkatan akar rumput hingga pemerintah pusat.
Kami juga mendorong agar tiap kota-kota besar bisa mengkaji ulang dan menertibkan bisnis sewa indekos, hunian sementara, apartemen, perhotelan, hingga bisnis berkedok hiburan yang kerap kali menjadi ladang untuk transaksi TPPO dan berbagai bentuk kejahatan lain, ujar Ratna.
Baca Juga: Upaya Pemerintah Atasi Trauma Anak di Daerah Konflik
Sebagai informasi, berdasarkan data yang tercatat di SIMFONI PPA, Ratna merincu sejak tahun 2017 hingga Oktober 2022 lalu sebanyak 2.356 orang tercatat menjadi korban TPPO yang terlaporkan. Dari seluruh korban TPPO yang terlaporkan itu, persentase terbesar terjadi pada anak-anak yakni sebesar 50,97% disusul perempuan sebanyak 46,16n terakhir laki-laki sebanyak 2,89%.
Dengan semakin banyaknya modus-modus baru yang bermunculan, pencegahan dan penanganan TPPO tidak hanya sekedar edukasi saja tetapi juga harus dibuat program pemberdayaan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat khususnya di daerah, ucap Ratna.
Editor : Pahlevi