Optika.id - Di tengah polusi udara yang semakin akut, pemerintah selalu mengklaim jika kendaraan listrik adalah solusi yang efektif. tak hanya itu, kendaraan listrik juga sedang digandrungi dan merupakan tren teknologi otomotif kekinian.
Baca Juga: Tetapkan Hari Kendaraan Listrik, Kementerian Koperasi dan UKM Klaim Kendaraan Listrik Bisa Atasi Kri
Banyaknya klaim tersebut tentunya tidak berimbang. Pasalnya, kendaraan yang disebut ramah lingkungan juga memiliki sejumlah kekurangan. Selain dari dukungan infrastruktur stasiun pengisian listrik yang sangat terbatas, faktor lainnya pun juga patut jadi perhatian sebelum menggalakkan kendaraan ini di pasaran.
Salah satu yang menjadi poin utama dan harus dipertimbangkan adalah tenaga penggerak dari kendaraan listrik yang mengandalkan listrik tersimpan dalam baterai.
Menurut keterangan dari pengamat otomotif, Yannes Pasaribu, kendaraan listrik dalam negeri ini memiliki beberapa kelemahan yang menjelma menjadi tantangan saat ini. Kelemahan kendaraan listrik itu menurutnya ada lima poin.
Poin pertama adalah jarak tempuh kendaraan listrik per setiap pengisian daya masih menjadi faktor pembatasan dalam mobilisasi. Apalagi, jika masyarakat bepergian ke tempat yang jauh, dan tidak ada stasiun pengisian listrik di sepanjang perjalanan.
Kedua, masih berhubungan dengan poin pertama yakni infrastruktur pengisian daya masih kurang memadai dan mudah diakses menjadi salah satu tantangannya.
Poin ketiga adalah biaya awal membeli kendaraan listrik pada umumnya lebih mahal dibanding dengan kendaraan konvensional. Meskipun pemerintah mengklaim akan melakukan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik dan biaya operasionalnya lebih rendah.
Dan yang keempat adalah tantangan menuju ekosistem yang kian hijau. Pasalnya, kebutuhan energy listrik selama proses pengisian baterai kendaraan listrik ini masih menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang membutuhkan batu bara dan dalam proses pembakarannya, menyebabkan polusi juga.
Namun, saat ini, pemerintah sudah menyusunroadmapuntuk bermigrasi ke sumber energi baru terbarukan untuk penghasil listrik yang dampaknya baru terasa beberapa tahun ke depan, katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/8/2023).
Baca Juga: Sebelum Beli Mobil Listrik, Pertimbangkan Risiko Berikut
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kelima, baterai kendaraan listrik mempunyai siklus masa pakai yang terbatas yakni 2.000 3.000 siklus charging dan itu tergantung kepada kualitas baterai. Adapun kelemahan-kelemahan tadi dapat memengaruhi percepatan pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia apabila tidak dikelola secara tepat.
Ekosistem Kendaraan Listrik
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa keberlanjutan berbagai program migrasi ekosistem kendaraan listrik yang dilakukan oleh pemerintah dari transisi kendaraan konvensional menuju kendaraan listrik juga akan bergantung pada pemerintahan selanjutnya.
Pertanyaan lainnya, apakah berbagai kebijakan strategis saat ini masih akan berlanjut kepada pemerintahan berikutnya. Hal itulah yang menjadi kunci keberlanjutan berbagai program migrasi Indonesia ke EV dan seluruh ekosistem bisnis turunan dari nikelnya, ujarnya.
Baca Juga: Hidrogen Alternatif Bahan Bakar yang Bagus
Kondisi tersebut tentunya agak mencemaskan lantaran situasi ekonomi, politik, dan sosial selalu berubah. Di sisi lain, kebijakan pemerintah periode berikutnya juga dapat berubah mengikuti arah yang berbeda tergantung ideology dan visi misi yang dibawanya.
Yannes menyebut jika komitmen pemerintah mempunyai andil dan dampak yang signifikan terhadap percepatan dan arah pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. maka dari itu, dirinya tidak dapat memastikan apakah pengembangan kendaraan listrik akan mandeg secara keseluruhan apabila pemerintah yang baru tidak berkomitmen.
Sebagai informasi, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat periode penjualan Januari Juli 2023 ke dealer atau wholesale seluruh jenis kendaraan listrik dalam negeri mencapai 29.962 unit.
Editor : Pahlevi