Optika.id - Isu yang berkembang dan menjadi perbincangan hangat saat ini adalah pinjaman online. Di media sosial, khususnya X (Twitter red) ada sebuah utas yang mengulas tentang kelakukan debt collerctor pinjol yang ternyata diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Hitung-hitung Untung Rugi Student Loan
Dalam utas tersebut, ditulis bahwa korban yang terjebak pinjol yang berutang Rp9 juta kemudian membengkak hampir 2 kali lipatnya lalu diteror oleh penagih dari aplikasi. Alhasil, korban memilih untuk membunuh dirinya sendiri lantaran tidak kuat dengan beban mental penagih hutang yang meneror korban sampai kehilangan pekerjaan dan nyawanya sendiri.
Ironisnya, kejadian tersebut bukanlah kejadian pertama di negeri ini. Di tahun-tahun sebelumnya, banyak orang yang menjadi korban pinjol yang berakhir dengan mengakhiri hidupnya. Alasannya tidak jauh-jauh dari terbebani, dan biaya yang harus dikembalikan membengkak dari semula.
Adapun langkah pemerintah untuk mengatasi pinjol pun dipertanyakan. Bhima Yudhistira selaku Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai bahwa ikhtiar pemerintah hanya menyentuh masalah di permukaan saja. Padahal, ada masalah mendasar yang menjadi biang keladi mengapa pinjol baik legal maupun legal menjamur dan seolah menjadi jalan terakhir masyarakat.
Dia menyebut bahwa masalah utamanya adalah masih tingginya kebutuhan masyarakat akan sumber pendanaan yang mudah, serta instan.
Kemudian kenapa bisa menjamur, karena permintaan di masyarakat untuk pinjaman pribadi personal ini tinggi banget. Masa pandemi menyuburkan itu. Tapi sebelum pandemi itu memang sudah tinggi permintaanya, kata Bhima saat dihubungi, Kamis (21/9/2023).
Yang disayangkan adalah, kebutuhan masyarakat itu masih belum bisa diakomodir oleh perbankan formal. Atau, ujar Bhima, hal ini bisa dikatakan sebagai bolong pertama dalam sistem keuangan di Indonesia yang membuat pinjol ini menjamur.
Pasalnya, rata-rata yang menjadi nasabah pinjol ini adalah mereka yang tidak memenuhi syarat dan kualifikasi untuk mengambil pinjaman di bank atau lembaga keuangan resmi. Jadi, mereka gampang untuk direkrut sebagai korban.
Adapun bolong yang kedua yakni pemerintah masih belum mampu mengakomodir mereka yang kehilangan pekerjaan karena menjadi korban PHK selama pandemi. Mereka kehilangan kemampuan membayar kewajiban di bank lantaran penghasilan mereka hilang hingga akhirnya mendorong mereka untuk memakai pinjol.
Baca Juga: Ini Aturan Baru OJK Tentang Penagihan Utang ke Konsumen, Tak Boleh Tagih Saat Hari Libur
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagian juga ada yang sebelumnya sudah berutang di bank, tapi mereka gak mampu secara pendapatan, penghasilan sehingga mereka menggunakan pinjaman online ilegal itu untuk membayar cicilan ke lembaga keuangan resmi. Karena kondisi keuangannya sedang terdesak, ucapnya.
Kelemahan dalam sistem penindakan terhadap penyedia jasa pinjol, khususnya pinjol illegal menjadi bolong ketiga. Selama ini, penindakan yang dilakukan hanya berupa pemblokiran situs semata. Selain itu kelemahan lainnya terkait dalam evaluasi kegiatan usaha atas izin pendirian PT yang diterbitkan oleh lembaga terkait.
Yang kelewat ini harus ada kritik juga soal perizinan berusaha yang dipermudah ini. Dengan adanya OSS juga, itu gimana melakukan evaluasi terhadap jasa yang dilakukan pada PT atau usaha yang dilakukan setelah dia mendapat izin usaha menjadi PT. Nah, di sini yang kemudian agak blank. Nah, belum tentu dengan PT usahanya sesuai dengan apa yang didaftarkan pemerintah, tutur Bhima.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menjelaskan ada sejumlah langkah perbaikan mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan segera.
Baca Juga: APINDO Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tak Berkualitas, Karena Apa?
Tauhid menyebut bahwa selama ini mekanisme pemberantasan pinjol hanya terbatas apabila ada aduan saja. Menurutnya, cybercrime ini harus memiliki divisi khusus yang menangani bidang ini.
Kalau gak ada keluhan itu mereka cari, kan, itu sudah mudah banget, kemudian kalau ada keluhan bukan lagi ke OJK, tapi langsung Bareskrim sehingga langsung ditindak. Kemudian harus ada pemantauan dari operasional pinjol legal juga, kan, bisa ditelusuri kalau ada angka yang gak wajar misal nasabahnya berapa, pinjaman berapa, kasih bunga berapa. Kan keliatan dari transaksi, kata Tauhid.
Langkah selanjutnya adalah memperketat pemantauan dan pengamanan demi melindungi masyarakat dari jebakan pinjol. Pasalnya, banyak masyarakat yang lengah dalam mengatasi permasalahan keuangan karena kondisi pandemic yang membuat pemasukan jadi tidak menentu.
Kadang ketika kebutuhan mendesak orang gak mikir rasional lagi bahwa ini pasti ada jebakan. Jebakan dari sisi administrasi, jebakan dari sisi penagihan, kemudian jebakan dari sisi bunga. Nah ini yang saya kira itu yang sering kali terlupa. Maka perlu pemerintah di sini yang harus jaga, paparnya.
Editor : Pahlevi