Optika.id - Pernikahan kawula muda bagi sebagian orang terlihat menyenangkan dengan kebahagiaan, tawa dan suka cita yang di sekelilingnya. Pesta itu akan terlihat begitu indah dengan berbagai konsep yang direncanakan oleh pengantin. Cerita tentang rasa cinta yang bersatu antara dua orang yang saling mencinta satu sama lain tampak begitu indah untuk dilihat. Namun, seperti yang kita tahu bahwa menikah muda ternyata tidak seindah yang dibayangkan.
Baca Juga: Tidur Siang Bisa Buat Seseorang Lebih Bahagia
Menikah pada usia yang cukup muda, alih-alih memiliki kelebihan justru menyimpan dampak buruk yang tidak bagi bagi psikologis pasangan itu. Ketidaksiapan secara mental dalam menghadapi bahtera rumah tangga bersama orang baru dapat membuat individu mengalami sejumlah gangguan mental dan pernikahan berujung pada perceraian, di usia yang cukup belia juga.
Menurut Psikolog Tika Bisono, ketidakbahagiaan yang akan dialami oleh pasangan yang memutuskan menikah di usia belia jauh lebih besar dibandingkan dengan kebahagiaan yang diperoleh ketika menikah muda.
Kelebihannya mencuristartsebagai suami dan istri, sebagai orang tua. Namun, presentasinya sangat sedikit karena kebahagiaan yang dirasakan seperti menikah, pesta, dan sebagainya itu ternyata usianya sangat pendek, kata Tika dalam keterangannya, dikutip Optika.id Senin (25/9/2023).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kebutuhan individu yang masih ada dalam diri mudanya, dengan gejolak mudanya, akan mengejar untuk segera dipenuhi. Alhasil, kondisi tersebut kerap menjadi pemicu konflik di dalam rumah tangga antara suami dan istri.
Kemudian, pernikahan usia muda yang baik-baik saja, di kemudian hari bisa menjadi sebuah anomaly atau bukan hal yang berlaku secara umum. Pasalnya, umumnya pernikahan tersebut akan berakhir secara amburadul lantaran pasangan mengalami banyak masalah dan tidak bijak dalam menyelesaikan masalah serta banyaknya tuntutan yang tidak bisa dipenuhi.
Pernikahan usia muda pun rentan dengan perkelahian, bahkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena dalam rumah tangga, terdapat berbagai komitmen dan kompromi yang harus serta merta dipenuhi oleh pasangan muda padahal seharusnya seusia mereka masih bersenang-senang dengan teman sebaya, belajar banyak hal, dan memperoleh banyak pengalaman.
Ibaratnya, masa remaja adalah masa pesta karena meninggalkan masa anak-anak dan selamat datang masa dewasa. Sensasi remaja bukan dalam perwakinan, ucapnya.
Baca Juga: Generasi Z Bicara Soal Pernikahan, Dianggap Tidak Penting?
Alih-alih untuk memutuskan segera menikah muda, dengan pasangan yang sama-sama berusia belia, kawula muda itu harusnya gigih dalam mengembangkan kemampuan kognitif, mental, dan membangun kepribadian diri. Dengan kata lain, masa muda bukan membuat komitmen sebagai suami istri dan membesarkan anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ya masa kedua orang tuanya katakanlah sifatnya masih seperti bayi, harus mengurus bayi beneran? Takutnya mental dan psikologis mereka yang belum siap ini bakal berdampak buruk ke anak, tuturnya.
Tika berpesan, sebelum menikah mereka terlebih dahulu harus menstabilkan emosi, mental, membangun jati diri dan mengokohkan fondasi terlebih dahulu. Dengan kata lain, menikah tidak bisa ujug-ujug menikah karena ada proses panjang yang harus dilalui sebelum mencapai usia matang dalam pernikahan. Jadi, pernikahan usia muda ini akan mengacak-acak proses alamiah yang harus dialami oleh seseorang di usianya remajanya saat itu.
Harusnya mereka sama-sama bersenang-senang, hang out bareng teman, dan enggak mikir masalah susu anak, popok anak, beras, maupun kebutuhan rumah tangga. Sudah banyak dampaknya. Kalau tidak berpisah, ya mereka bertahan namun seolah berada dalam belenggu. Dan sangat disayangkan bahwa pola serupa akan terulang kembali, jelasnya.
Baca Juga: Tepis Niat Bunuh Diri dengan Self-Care dan Safety Plan, Apa Itu?
Ketika disinggung mengenai kesiapan dan persiapan pasangan yang akan menikah di usia muda, dia menyebut bahwa tidak ada persiapan. Hal ini dikarenakan seharusnya seseorang tidak melakukan pernikahan pada usia muda karena fase perkembangan manusia tidak bisa dibuat-buat. Dia menegaskan bahwa perkembangan yang dilalui oleh individu harus dilalui selangkah demi selangkah. Bukannya melampaui langkah.
Di sisi lain, menikah di usia muda bisa membuat orang stress, beban psikologis yang menumpuk, hingga KDRT. Selain itu, mereka yang usianya belum matang ini bisa terjebak dalam frustasi yang akhirnya menelantarkan anak mereka.
Tidak hanya itu, pasangan muda itu juga bisa saling menyalahkan antara satu dengan yang lain karena merasa kehidupannya dirusak. Ujungnya yang paling parah adalah perceraian, paparnya.
Maka dari itu, dia mengingatkan, seseorang dikatakan berada pada usia muda ketika berusia 18 22 tahun. Sementara itu, individu dapat dikategorikan sudah matang untuk melakukan pernikahan pada usia lebih dari 25 tahun.
Editor : Pahlevi