Politik Uang Tak Bisa Dihilangkan, Pengamat: Sudah Ada Sejak Zaman Belanda

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 26 Sep 2023 13:34 WIB

Politik Uang Tak Bisa Dihilangkan, Pengamat: Sudah Ada Sejak Zaman Belanda

Optika.id - Praktik politik uang atau money politic adalah hal yang sangat susah dihilangkan dari perpolitikan Indonesia. apalagi, praktik lancung ini diketahui sudah ada sejak pemilihan kepala desa zaman kolonial Belanda. Hal itu dikatakan oleh Dosen Politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo. Kala itu konon pemilih diberikan uang yang sebenarnya bukan untuk membuat mereka memilih, melainkan untuk sekadar mengganti uang buruh mereka di hari itu.

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Banyak orang Jawa dan Indonesia enggak enakan orangnya. Ketika dikasih uang, mereka enggak enak akhirnya mereka nyoblos orang yang kasih duit. Akhirnya ini jadi praktik yang umum hari ini. Orang gak lagi gak enak kalau terima duit. Bahkan enak-enak aja, sehingga ini yang menyebabkan sebenarnya dari supply and demand-nya tak jelas gitu, maksud saya apakah pemilih yang meminta duit, gak juga? Enggak ada eksplisit seperti itu," kata Kunto dalam keterangannya dikutip Optika.id, Selasa (26/9/2023).

Kendati demikian, Kunto menyebut bahwa tidak semua calon mesti melakukan praktik ini. Hal yang menjadi masalah yakni politik uang sudah menjadi budaya yang mengakar di masyarakat sehingga untuk dihilangkan adalah hal yang sangat susah.

Terkait Pemilu 2024, Kunto memprediksi bahwa politik uang akan tetap ada baik bentuk pemberian uang dari caleg atau kandidat pemimpin ke masyarakat, maupun kandidat ke partai dan melakukan sejumlah kontrak kerja. Dia menegaskan bahwa apabila praktik-praktik tersebut masih berjalan, maka politik uang kemungkinan kecil susah untuk dihilangkan dalam arus perpolitikan Indonesia.

Lebih lanjut dirinya menegaskan bahwa politik uang ini bukan lantaran sistem pemilu terbuka yang diterapkan di Indonesia seperti klaim dari publik maupun tokoh politik, melainkan karena murni lingkaran setan.

Bisa jadi justru kalau [sistem pemilu] tertutup, money politic dua kali lipat. Ke partai iya, ke warga iya," ujar Kunto.

Di sisi lain, dari sisi parpol Kunto menilai bahwa mereka seolah tidak berdaya dan tidak melakukan apapun untuk menekan praktik politik uang di Indonesia. bahkan, menurut Kunto parpol justru akan dirugikan apabila mereka menindak tegas dan menghukum pelaku yang melakukan praktik politik uang ini.

Kunto mengungkapkan, apabila parpol menghukum calon yang melakukan politik uang, namun dia berhasil terpilih dan mendapatkan kursi, maka penghukuman tersebut menimbulkan dilemma lantaran justru merugikan parpol sendiri. hal ini juga dikarenakan di pemilu yang berikutnya, akan banyak caleg yang enggan masuk ke parpol tersebut.

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Jadi dilemma simalakama lah. Menurut saya yang efektif adalah terkesan klise kayaknya enggak mungkin juga ya penegakan hukum yang kuat," tutup Kunto.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam keterangan yang sama, peneliti dari Pusat Studi Anto Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah meyakini bahwa praktik politik uang yang muncul pada tahun 2024 nanti akan terus terjadi.

Terkait hal tersebut, dia memiliki beberapa argument. Pertama, kondisi parpol sudah banyak yang sakit. Menurutnya, demokratisasi internal parpol masih belum terbangun dengan baik sehingga masih tersandera oleh kelompok oligarki atau para pemodal.

Bibit pragmatisme dipelihara dalam situasi ini," kata Herdiansyah.

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Sementara itu yang kedua adalah mesin kaderisasi yang dijalankan oleh parpol tumpul. Pasalnya, parpol saat ini kerap merekrut para pesohor atau mereka yang mempunyai modal besar sebagai alat pendulang suara seperti publik figure, atau pengusaha, atau tokoh masyarakat.

Ini juga yang menyuburkan praktik tawar menawar yang berujung politik transaksional," ucap Herdiansyah.

Terakhir, parpol gagal dalam menjalankan fungsi pendidikan politik bagi publik. akibatnya, mereka terus melanggengkan pragmatism pemilih dan menyuap dengan nominal uang.

Faktanya, kendatipun calon memiliki rekam jejak buruk, masih saja terpilih. Ini, kan, anomali dalam politik kita, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU