Lapas dan Rutan Sering Tidak Transparan Perihal Kondisi Tahanan

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Sabtu, 30 Sep 2023 13:07 WIB

Lapas dan Rutan Sering Tidak Transparan Perihal Kondisi Tahanan

Optika.id - Beberapa tahun belakangan, pelanggaran hak atas informasi di Tanah Air kembali naik, salah satunya adalah pelanggaran hak untuk tahu di lapas ataupun rutan.

Komnas Perempuan menyoroti pelanggaran untuk tahu di lapas/rutan tersebut adalah hal yang berulang dari tahun ke tahun, bentuknya adalah sikap tak transparan dari pertugas terhadap istri atau keluarga korban jika narapidana atau tahanan sakit.

Baca Juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran

Menurut keterangan dari anggota Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, saat narapidana sakit, petugas biasanya menyembunyikan informasi tersebut sehingga keluarga tidak mengetahui penyakitnya serta dihambat untuk bertemu.

Selain itu, petugas lapas/rutan juga tidak menyampaikan hasil pemeriksaan medis padahal keluarga juga berhak untuk mengetahuinya. Hasil otopsi narapidana atau tahanan yang ditemukan tewas di selnya ketika ada dugaan penyiksaan pada jasad juga tidak diungkapkan.

Padahal, ujar Rainy, tindakan tersebut menyalahi hak atas informasi bagi keluarga narapidana atau tahanan. Berdasarkan Mandela Rules, imbuhnya, para tahanan di lapas atau rutan wajib dipenuhi juga haknya tanpa adanya diskriminasi yang menyalahi.

Dalam keterangan yang sama, Siti Aminah Tardi selaku anggota Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa yang sering diabaikan haknya adalah kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan perempuan. Baik sebagai tersangka, saksi, maupun korban. Pengabaian tersebut kerap didapat ketika mereka berhadapan dengan hukum.

Padahal, pemenuhan hak informasi ini sudah diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mana hak-hak korban disampaikan serta dirujuk oleh pejabat berwenang di tiap tingkat pemeriksaan sejak dimulainya pelaporan hingga ketika pelakunya akan selesai menjalankan hukumannya.

Baca Juga: Isu Rohingya Tak Cukup Laku Buat Jadi Komoditas Politik?

Namun, ada juga pembatasan informasi untuk pelindungan pribadi korban TPKS dalam bentuk pengaburan identitas pada semua dokumen hukum yang akan diakses publik, papar Siti, Jumat (29/9/2023).     

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pihaknya juga mengingatkan bahwa konstitusi sejatinya menjamin setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Hal tersebut sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18F.

Tak hanya itu, setiap orang juga berhak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang diperbarui dengan UU Nomor 26 Tahun 2000.

Baca Juga: Mahasiswa Usir Pengungsi Rohingya, Terprovokasi atau Diprovokasi?

Di sisi lain, setiap orang tanpa terkecuali berhak untuk mencari memperoleh, menyimpan, memiliki, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.

Maka dari itu, Komnas Perempuan meminta tiap kementerian/lembaga serta instansi pemerintahan yang lain mengelola informasi publik secara transparan dan berkelanjutan. Dengan catatan, tetap mengerti batasan yang dimandatkan oleh undang-undang melalui media yang tersedia.

Terakhir, Komnas Perempuan juga mendesak agar informasi publik, bagaimanapun bentuknya, agar mudah diakses oleh publik hingga wilayah 3T yakni terluar, terpencil, dan termiskin serta wilayah kepulauan.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU