Mengukur Peluang Partai Berbasis Profesi Lolos ke Parlemen

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Sabtu, 30 Sep 2023 13:47 WIB

Mengukur Peluang Partai Berbasis Profesi Lolos ke Parlemen

Optika.id - Sejak kelahirannya, Partai Buruh sudah memiliki peta suaranya sendiri, yakni kaum buruh, petani, nelayan, guru, aktivis, pegiat HAM hingga masyarakat kelas bawah.

Partai yang diinisiasi oleh empat serikat pekerja terbesar di Indonesia yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indoensia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) ini optimis bahwa para buruh seluruh Indonesia akan mendukung mereka masuk ke parlemen.

Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!

Sebenarnya, bagaimana kans partai berbasis profesi di Indonesia?

Menurut keterangan dari Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia sekaligus Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, membentuk partai politik sebenarnya hal yang mudah. Apalagi, membentuk partai berbasis profesi. Namun hambatan pertama adalah KPU yang berwenang dalam melakukan verifikasi factual.

Misalnya, pengurusnya harus mewakili 30 persen perempuan, struktur kepengurusan minimal di 75 persen provinsi, kabupaten/kota. Itu tidak gampang, itu administrasi pertama yang harus dilewati oleh partai-partai baru. Tapi seperti yang kita tahu, Partai Buruh lolos kan jadi peserta pemilu, kata dia, Sabtu (30/9/2023).

Hambatan lainnya untuk partai yang berada di bawah komando Said Iqbal itu adalah lolos ambang batas parlemen. Kendati demikian, Adi menyebut bahwa partai-partai lama pun bisa tidak lolos. Hal ini juga ditambah dengan ceruk pemilih saat ini yang kian menyempit lantaran banyak partai memiliki basis konsituen yang solid.

Tidak otomatis semua buruh ikut (jadi kader) Partai Buruh. Organisasi buruh banyak, belum lagi buruh terafiliasi dengan partai politik tertentu," kata Adi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati alias Ninis, partai terlebih dahulu harus mendapatkan status badan hukum dari Kemenkumham sebelum menjadi parpol peserta pemilu.

Syarat untuk mendapatkan status badan hukum ini pun cukup berat yakni harus mempunyai kantor di 100% provinsi, 75% kabupaten/kota, dan 50% di kecamatan.

Baca Juga: Said Iqbal Nilai Anies Berpihak pada Wong Cilik, Patut Diperjuangkan!

Setelah parpol anyar berhasil menjadi peserta pemilu, maka harus menembus angka ambang batas parlemen yang cukup tinggi untuk bisa mendapatkan kursi di DPR yakni 4%. Partai Buruh menurut Ninis masih bisa terancam karena tidak benar-benar solid mewakili suara buruh. Apalagi, jika ada partai politik yang lebih mapan, sistematis dan sanggup mengakomodasi keinginan para buruh. Bukan tidak mungkin, ujarnya, para buruh akan berpaling ke partai yang lebih mantap kedudukannya dengan tawarannya yang menggiurkan. Pasalnya, identitas buruh bukanlah identitas yang tunggal sehingga bisa dipengaruhi oleh identitas lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sehingga bisa jadi suara-suara buruh beralih ke partai-partai mapan tersebut, imbuh dia. Karena ada pertimbangan tingginya angka ambang batas, kata dia, maka sulit sekali bagi partai baru untuk bisa lolos ambang batas itu. Tantangannya adalah untuk bisa mengonsolidasi internal partai dan juga perlu bisa mendekati kelompok masyarakat lainnya juga, sehingga perjuangan buruh juga bisa didukung oleh publik secara umum." imbuhnya

Kendati demikian, Ninis menjelaskan bahwa ancaman tersebut tidak sendirian dihadapi oleh Partai Buruh lantaran perjuangan melewati ambang batas bukan hanya menjadi ancaman sekaligus tantangan untuk partai anyar saja, melainkan juga bagi parpol lama baik yang kecil maupun menengah dan sudah didengar oleh masyarkat misalnya PAN atau PPP. Maka dari itu, parpol dipaksa untuk bekerja keras agar bisa memenuhi 4% tadi. Bukan hanya mewadahi satu suara seperti kelompol buruh saja, melainkan juga masyarakat luas dan umum.

Adapun salah satu caranya yakni membuka ruang diskusi dengan masyarakat di waktu-waktu luang tidak hanya menjelang pemilu saja, hal ini dilakukan agar terjadi pendekatan secara emosional baik bagi parpol maupun masyarakat. Membuka ruang diskusi dengan masyarakat ini juga bisa menjadi salah satu cara untuk mengenalkan partai, dan program yang ditawarkan.

Baca Juga: Tiktoker Ini Ungkap Jika PDIP Usung Anies, Seluruh Daerah Terkena Dampak Positif!

Hal ini penting dilakukan karena hubungan antara partai politik dengan masyarakat Indonesia cukup rendah sehingga publik merasa jauh dengan elit parpol.

Sebagai informasi, Hasil survei nasional yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia menunjukkan party identity masyarakat Indonesia rendah yakni hanya 6,8 persen dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi, yang menyatakan bahwa ada partai politik yang dirasa dekat dengan responden; sementara 92,3 persen menjawab tidak ada.

Ninis melanjutkan, salah satu faktornya adalah masyarakat merasa tidak terwakili oleh partai politik berbasis agama, profesi, atau ideologi lain. Partai dianggap tidak mampu menangkap aspirasi rakyat, kata dia.

 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU