Optika.id - Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti memaparkan bahwa anak yang diasuh dengan kekerasan dan terpapar kekerasan tiap harinya cenderung memiliki perilaku yang mengarah pada kekerasan bahkan menjadi pelaku tindak kekerasan di lingkungannya. Baik di sekolah, maupun lingkungan pergaulan anak.
Selama masa pertumbuhan, ujarnya, perilaku anak hampir 70% meniru orang dewasa di sekitarnya. Oleh sebab itu, ketika anak diasuh dengan kekerasan dari keluarganya, maka hal tersebut akan membuat anak menormalisasi dan mewajarkanya adanya tindak kekerasan ke orang lain.
Baca Juga: KPPPA Minta Kasus Perundungan Sekolah Internasional Binus Diselesaikan dengan UU Pidana Anak
Untuk menghindari hal tersebut, dia mendorong agar para orang tua tidak melibatkan kekerasan dalam pengasuhan anak. Dengan kata lain, dia berharap agar anak yang bersalah bisa diberikan hukuman dengan cara-cara yang lebih mendidik untuk bertanggung jawab.
Pengasuhan yang salah dan minimnya keteladanan dari orangtua atau orang dewasa di sekitar anak tumbuh kembang menjadi faktor penyebab kenapa banyak anak yang melakukan perundungan terhadap teman sebayanya, kata Retno dalam keterangannya, Minggu (15/10/2023).
Adapun faktor lain yang membuat anak rentan melakukan kekerasan adalah penggunaan teknologi dan akses internet yang berlebihan dan tidak diawasi.
Anak yang kerap mengakses konten kekerasan, imbuhnya, berpotensi meniru konten dari gim online dan film yang mengandung kekerasan itu sendiri.
Lebih lanjut, anak yang adiksi terhadap konten pornografi juga rentan melakukan kekerasan seksual pada anak sebayanya. Misalnya, sejumlah kasus anak yang melakukan kejahatan seksual atau malah menjadi korban kejahatan seksual seperti yang terjadi di Bogor dan juga Mojokerto.
Kekerasan yang dilakukan oleh anak ini menurutnya bisa terjadi disebabkan faktor situasional. Contohnya, anak mnejadi siswa junior, dipelonco, dan dipaksa oleh siswa senior untuk ikut tawuran. Karena takut menolak dan menjadi bulan-bulanan senior, maka si anak tersebut ikut tawuran.
Baca Juga: Bullying Terjadi Lagi, FSGI: Sekolah Tak Boleh Cuci Tangan dan Main Aman
Kasus SMPN di Cilacap dimana muncul anak-anak geng bernama BASIS menunjukkan bahwa pergaulan sangat mempengaruhi perilaku anak, anak belajar kekerasan dari teman sebaya, ini harus menjadi perhatian keluarga, lembaga pendidikan, dan juga pemerintah daerah, ucap Retno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pihaknya mencatat sejak periode Januari hingga September 2023, telah terjadi sebanyak 23 kasus perundungan di satuan pendidikan. dari 23 kasus tersebut, sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP, 23% di jenjang SD, 13,5% di jenjang SMA dan SMK.
Dari data tersebut, menunjukkan bahwa SMP merupakan yang paling banyak terjadi perundungan. Baik yang dilakukan oleh peserta didik ke teman sebaya, maupun yang dilakukan oleh pendidik itu sendiri.
Melihat kasus perundungan yang masih terus terjadi dan berulang untuk yang kesekian kali, pihaknya mendorong agar Kemenkdikbudristek bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan atau sekolah.
Baca Juga: FSGI Koreksi Visi Misi Capres Terkait Pendidikan
Hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Satuan Pendidikan.
Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak, tapi yang paling utama tetap pola asuh keluarga, karena jika anak tumbuh dengan penuh kasih sayang maka mereka tidak akan melakukan tindak kekerasan, pungkasnya.
Editor : Pahlevi