Optika.id - Indonesia yang diklaim sebagai negara agraris terbesar justru bergantung pada komoditas impor sehingga mengancam pangan di negeri sendiri. misalnya, beras impor, kedelai impor, minyak impor, dan lain sebagainya.
Kebijakan impor ini sebetulnya tengah digaungkan oleh pemerintah dan diupayakan untuk diminalisir agar tercipta swasembada pangan. Namun, menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, upaya mengurangi produk impor tidak hanya bisa dilakukan secara retorika semata. Dengan kata lain, upaya mengurangi produk impor ini harus dibarengi dengan peningkatan produksi dalam negeri itu sendiri.
Baca Juga: Megawati: Jangan Andalkan Impor Beras, Kita Harus Bisa Berpikir!
Sementara itu, berdasarkan proyeksi dari Kementerian Pertanian di produksi kedelai yang merupakan bahan pangan yang dibutuhkan Indonesia, terus menurun sejak tahun 2021 hingga 2024 nanti. proyeksi kedelai yang dihasilkan dari dalam negeri pada tahun 2021 sendiri mencapai 613,3 ribu ton. Jumlah tersebut diketahui menurun sebanak 3,01 persen dari tahun lalu yang mencapai 632,3 ribu ton.
Sementara itu, produksi kedelai Indonesia kembali turun sebanyak 3,05% menjadi 594 ribu ton pada tahun 2022 lalu.
Pada tahun ini, produksi kedelai diprediksi akan berkurang sebanyak 3,09% lagi menjadi 576,3 ribu ton. Sementara itu, pada tahun 2024 nanti kedelai akan turun sebanyak 3,12% menjadi 558,3 ribu ton.
Baca Juga: Pengamat Pertanian: Kenaikan Harga Beras Adalah Hal yang Anomali
Adapun penurunan tersebut disebbakan oleh ketatnya persaingan antara penggunaan lahan dengan komoditas lainnya yang juga strategis misalnya cabai dan jagung. Alhasil, hal itu berimbas pada penurunan luas panen sekitar 5 persen per tahunnya. Diketahui jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi produktivitas kedelai yang naik sebanyak 2 persen per tahunnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Kita tidak bisa mengurangi impor ketika kenaikan produksi dalam negeri masih lebih kecil dibandingkan kenaikan konsumsi karena kenaikan jumlah penduduk," kata Piter, Rabu (18/10/2023).
Dilemma lainnya adalah tanpa impor, tetap akan terjadi kenaikan harga atau inflasi. Maka dari itu, Piter menyebut kebijakan yang tidak bisa dihindari saat ini ditengah ancaman krisis pangan adalah dengan cara menaikkan impor. Termasuk di antaranya adalah mengizinkan swasta melakukan impor daging.
Baca Juga: Lagi-Lagi El Nino Disalahkan Biang Kerok Harga Pangan Mahal
Sedangkan menurut Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani, sebaiknya produk-produk impor yang bersifat konsumtif dan ada barang substitusi dalam negeri, memang dikurangi. Pasalnya, hal tersebut sedikit banyak akan membantu menyehatkan keuangan nasional serta bisa menghidupkan ekonomi dalam negeri.
Untuk produk-produk impor yang memang menjadi keniscayaan, dan produksi dalam negeri belum efisien, maka impor untuk jangka pendek tetap dibutuhkan untuk menghindari inflasi yang tidak terkendali," kata Ajib.
Editor : Pahlevi