Optika.id - Wacana bagi-bagi rice cooker dipertanyakan manfaatnya oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Menurutnya, wacana tersebut menunjukkan pemerintah mau menyelesaikan masalah oversupply listrik melalui cara-cara yang kurang tepat dan tidak signifikan.
Masalahnya bukan di hilir pengguna karena akan mengulang kegagalan rencana kompor induksi listrik, kata Bhima kepada Optika.id, Rabu (18/10/2023)
Baca Juga: Kondisi Berat dan Pekerjaan Rumah bagi Prabowo-Gibran
Menurut Bhima, transisi energy bisa dicapai hanya apabila sumber listriknya bisa melepaskan diri dari ketergantungan batu bara. Upaya mengurangi emisi di ujung konsumen, ujar Bhima, tidak akan pernah efektif selama dominasi batu bara di pembangkit listrik masih terjadi.
Harusnya PLN fokus dulu bangun pembangkit EBT yang masif sekaligus membenahi kontrak jual beli listrik dan menghentikan total seluruh pembangunan PLTU batu bara termasuk di kawasan industri," ujarnya.
Sementara itu, Fahmi Radhi selaku Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta justru menilai jika pembagian rice cooker secara gratis kepada masyarakat itu tidak tepat dalam menggantikan penggunaan gas LPG 3 Kg. bahkan, dia menegaskan hal itu tidak dapat menggantikan LPG 3 Kg sama sekali sehingga terkesan sia-sia.
Adapun alasannya yakni memasak lauk pauk dan lain-lain masih bergantung pada kompor gas dengan LPG 3 Kg, walaupun memang sebagian memasak nasi dengan rice cooker. Hal tersebut tentu perlu dipertimbangkan.
Memasak kan tidak hanya memakai rice cooker. Masak lauk pauk juga pakai kompor," jelasnya.
Baca Juga: Merunut Daftar Panjang Program Jokowi yang Bermasalah: Dari Kereta Cepat Hingga Reforma Agraria
Program pembagian rice cooker ini menurutnya tidak efektif sama sekali dalam tujuan mengurangi, bahkan menggantikan LPG 3 Kg yang sudah melekat dalam keseharian masyarakat. Selain itu, ada konten impor dan subsidi yang cukup besar sehingga memberatkan APBN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh sebab itu, dia menyarankan agar Kementerian ESDM terlebih dahulu memprioritaskan diversifikasi program penggunaan energy bersih melalui migrasi dari LPG 3 Kg ke energy bersih alih-alih pembagian rice cooker gratis. Adapun upaya migrasi itu bisa dilakukan dengan cara menambah jaringan Jargas dan mempercepat gasifikasi batu bara yang lebih massif.
Bukan justru program coba-coba yang tidak efektif dalam menggantikan LPG 3 Kg, yang menjadi permasalahan negeri ini selama ber tahun-tahun tanpa ada solusinya," katanya.
Kendati demikian, dia mengamini bahwa pembagian rice cooker gratis sudah cukup tepat sebagai bagian dari diversifikasi penggunaan energy bersih yang menggunakan listrik.
Baca Juga: Digitalisasi Bikin Masyarakat Doyan Pinjol
Dengan penggunaan daya listrik yang rendah, sambungnya, penggunaan rice cooker dapat dimanfaatkan oleh keluarga penerima manfaat yang menggunakan daya listrik sebanyak 450 Volt Ampere (VA), dan termasuk rice cooker yang menggunakan daya 200 hingga 300 VA.
Hanya saja, rice cooker yang berdaya 200 VA, bisa digunakan 24 jam. Sementara rice cooker berdaya 300 VA tidak bisa digunakan selama 24 jam. Apalagi, jika rice cooker itu digunakan terus menerus dan pada malam hari ketika semua lampu menyala.
Agar lebih leluasa penggunaan rice cooker 300 VA, pelanggan listrik 450 VA harus mengubah menjadi 900 VA, kata dia.
Editor : Pahlevi