Optika.id - Seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun PPPK selalu menimbulkan kekhawatiran akan kecurangan dalam tesnya. Hal tersebut telah terjadi berulang kali di berbagai pemberitaan nasional. Seperti peserta yang menyimpan jimat, dan berbagai tindakan lainnya.
Berdasarkan keterangan dari peneliti The Prakarsa, Eka Afriana Djamhari, kecurangan seleksi ASN yang terjadi secara berulang nan massif di hampir seluruh wilayah Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari pandangan publik bahwa ASN merupakan pekerjaan dengan gaji dan tunjangan yang stabil dan terjamin.
Baca Juga: Informasi dan Tahapan Seleksi CPNS Badan Nasional Penanggulangan Bencana
PNS itu adalah pekerjaan yang paling ideal di masyarakat karena di sana mulai dari benefit yang didapatkan, mulai dari gaji sampai tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan dan sebagainya itu pasti ada. Artinya PNS ini paket komplit, sangat ideal di masyarakat karena tunjangan pensiun," kata Eka, Kamis (19/10/2023).
Apabila misalnya seorang masuk menjadi PNS, imbuh Eka, maka orang tua akan bangga lantaran anaknya sudah menjadi PNS, mendapatkan pekerjaan yang tetap dan aman untuk masa depan. Pola pikir itulah yang terbentuk di masyarakat sehingga segala cara akan dilakukan oleh orang-orang untuk berbondong-bondong menjadi PNS.
Faktor lainnya adalah ketidakpastian lapangan kerja dari waktu ke waktu yang membuat orang ingin menjadi PNS saja. Eka memaparkan, lebih dari 50% pekerja Indonesia berdasarkan data dari BPS merupakan pekerja informal. Sehingga, masyarakat masih dibayangi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), ketidakpastian dalam bekerja, tidak ada tunjangan hari tua, dan lain sebagainya.
"Kalau dari kacamata kami ya, hal ini akan terus terjadi karena Indonesia kekurangan pekerjaan layak. Pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja," ucap Eka.
Apabila pekerjaan layak sudah memadai, sambungnya, maka pandangan publik bahwa bekerja sebagai PNS adalah pekerjaan yang ideal perlahan akan terkikis. Sementara itu, Eka juga menyoroti proses seleksi yang perlu diperbaiki. Pasalnya, saat ini pihaknya menganggap sistem yang ada masih belum transparan dalam sisi rekrutmen lantaran penilaian dibuka secara terbatas.
Dalam hal tersebut, Eka menilai masih ada ruang ketidaktransparanan yang akhirnya memunculkan celah-celah permainan. Dia menegaskan bahwa solusi ideal untuk mencegah adanya transaksional hingga korupsi seleksi ASN hanya bisa diselesaikan dengan menyediakan lapangan kerja yang layak.
Penekanannya benar nih. Pemerintah kalau misalnya menciptakan lapangan kerja baik, yang lebih layak, nggak akan kayak gitu [rebutan jadi PNS] sebenarnya," ujar Eka.
Senada, Deputi Direktur Transparansi Internasional Indonesia (TII), Wawan Heru Suyatmiko menjelaskan bahwa aksi kecurangan ASN hingga mengarah pada upaya koruptif ini terjadi akibat adanya stigma publik terhadap pekerjaan ASN.
Baca Juga: Pelaksanaan CPNS Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI
Ini kukira lebih ke konstruksi berpikir kebanyakan masyarakat kita yang melihat ASN sebagai salah satu profesi yang menjanjikan masa depan, bukan ke esensi pelayanan publik," jelas Wawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem korup dalam rekrutmen inilah yang akhirnya memicu buruknya pelayanan publik. hal tersebut menurut Wawan juga tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi penerimaan yang buruk di instansi publik.
Wawan pun menyarankan agar tidak terjadi kecurangan untuk yang kesekian kali, pemerintah harus memberikan atensi yang serius.
Pertama, Badan Kepegawaian Negara (BKN) harus mengevaluasi sistem rekrutmen yang berbasis IT saat ini. Wawan menilai, BKN perlu melakukan evaluasi total terhadap pola rekrutmen jenis ini.
Karena klaimnya, kan, sudah berbasis IT harusnya jual-beli dan proses tatap muka sudah tidak dimungkinkan, ungkapnya.
Baca Juga: Seleksi CPNS Kementerian Komunikasi dan Informatika
Saran kedua adalah pengawasan rekrutmen harus lebih ketat dan lebih kuat karena KemenpanRB dan Ombudsman sudah menemukan modus yang sama dan hal ini bukan kali pertama.
Ketiga, peran KASN harus makin diperluas, bukan saja pengawasan pada mereka yang sudah menjadi ASN melainkan juga ke calon. Meskipun demikian, Wawan tetap menyarankan agar proses rekrutmen ASN ini dirombak secara total dan menyeluruh. Dia menyarankan agar proses seleksi melibatkan asesor independen sehingga tidak ada ruang celah kecurangan termasuk upaya koruptif.
Model rekrutmen KPK lewat Indonesia Memanggil yang lalu, bisa jadi contoh/praktik baik sebenarnya. Tapi apalah daya sekarang KPK di-ASN-kan, ya justru turun standarnya. Selama panitia seleksinya adalah pihak pengguna, bukan vendor rekrutmen yang profesional dan terbuka, ya kemungkinan ini besar sekali (kecurangan) pungkasnya.
Editor : Pahlevi