Optika.id - Analis politik sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira), Kupang, Mikhael Rajamunda Bataona menilai jika putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka bukanlah pilihan yang tepat sebagai pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Pasalnya, dia menilai jika sosok Gibran justru akan menjadi variable antagonism politik bagi Prabowo dalam pertarungan elektoral itu.
Baca Juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
"Dalam perspektif konstruksi sosial, pencalonan Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi variabel antagonisme politik bagi Prabowo dalam pertarungan elektoral dalam Pilpres 2024 mendatang," kata Mikhael Bataona dalam keterangannya di Kupang, Jumat (20/10/2023).
Menurutnya, pandangan tersebut berkaitan dengan menguatnya nama Gibran sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
"Dengan meminjam the social construction of reality dari Peter L. Berger, maka citra para politisi, baik Gibran maupun Prabowo adalah hasil konstruksi," ucap Mikhael.
Maksudnya, ketika publik telah mengkonstruksi Gibran sebagai representasi politik dinasti keluarga Jokowi, maka perlawanan akan kian menguat. Dengan kata lain, apabila dia terus maju dan memaksakan diri, maka hal tersebut sama saja dengan merugikan citra Jokowi yang selama ini positif dengan approval rating cukup tinggi. Di sisi lain, hal tersebut juga merugikan Prabowo sebagai capres.
Baca Juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025
Maka dari itu, pencalonan Gibran apabila dilihat dari perspektif konstruksi sosial bisa menjadi variable antagonism politik bagi Prabowo dalam pertarungan elektoral. Pun juga dengan Jokowi yang dalam hal ini kredibilitas serta imparsialitasnya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Alasan lainnya adalah, bagi pemilih yang mendukung Jokowi, sosok Gibran bukanlah ayahnya. Kendati ada beberapa asosiasi politik yang menyamakan figure keduanya, namun publik pada umumnya dengan tegas menolak adanya oligarki dan dinasti politik di negeri ini.
Selanjutnya, Gibran juga terancam mendapatkan resistensi apabila ditinjau dalam perspektif rasionalitas politik publik. pasalnya, rasionalitas publik lah yang akan menjadi penolak pencalonan Gibran.
Baca Juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet
Lebih lanjut dia menjelaskan jika hal tersebut terjadi bukan karena publik mentah-mentah menolak Gibran. Namun, mereka melakukan hal tersebut untuk menghormati Jokowi. Publik yang mendukung Jokowi ingin citranya terjaga dan rata-rata mereka menolak apabila Jokowi dicitrakan negatif hanya karena pilpres 2024 ini.
Rakyat, lanjutnya, ingin Gibran menjadi pemimpin di suatu masa yang akan datang dengan melewati ujian sejarah secara bertahap, sportif dan elegan, ungkap Mikhael yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada Fisip Unwira Kupang ini.
Terakhir, sebagai figure capres yang sudah senior dan berpengalaman, Mikhael menyarankan agar Prabowo menghitung langkah secara detail dan cermat. Pasalnya, ada urusan sentimentalitas masa pendukung antara Anies dan Prabowo yang perlu dijaga serta dirawat untuk kepentingan pilpres putaran kedua nantinya.
Editor : Pahlevi