Optika.id - Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ini, sebanyak 9.917 calon legislative (caleg) dari 18 partai politik (parpol) akan bertarung memperebutkan sebanyak 580 kursi DPR. Namun, dari total keseluruhan caleg, hanya 30% atau setara dengan 2.965 caleg saja yang tidak bersedia mempublikasikan daftar riwayat hidup (curriculum vitae/CV) nya ke depan publik. bahkan, tidak ada satupun calon dari dua partai politik yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang digadang-gadang sebagai partainya anak muda, dan Partai Golkar yang bersedia membuka daftar riwayat hidupnya.
Dalam keterangannya di media, Hasyim Asyari selaku Ketua KPU beralasan bahwa tidak terbukanya semua CV caleg lantaran menaati Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Maka dari itu, sebelum mempublikasikan CV nya ke publik, KPU harus mendapatkan persetujuan dari partai politik (parpol) terlebih dahulu, khususnya dari caleg yang bersangkutan.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
"Kami akan bersurat kepada pimpinan partai politik untuk mendapat persetujuan publikasi atau upload daftar riwayat hidup atau CV masing-masing calon," katanya. Maka dari itu, ketika parpol dan caleg tak berkenan, maka KPU tidak bisa memaksa.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengakui bahwa daftar riwayat hidup caleg itu pastilah memuat informasi pribadi, salah satunya adalah alamat rumah tinggal. Akan tetapi, urgensi membuka CV juga diperlukan agar publik bisa memberikan penilaian secara utuh kepada para caleg sehingga tidak salah pilih.
Di sisi lain, para caleg juga diuntungkan dengan membuka CV mereka. Pasalnya, hal tersebut menjadi salah satu instrument untuk menjaring suara publik. oleh sebab itu, Perludem mendorong sebagian informasi daftar riwayat hidupnya dibuka ke publik.
"Harusnya mesti dibuka semua sepanjang itu tidak data pribadi. CV caleg mesti dibuka. Informasi tentang pendidikan, pekerjaan, usia, dan latar belakang itu, kan, penting bagi pemilih," kata peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil kepada Optika.id, Minggu (12/11/2023).
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Titi Anggraini selaku anggota Dewan Pembina Perludem juga mengakui bahwa sebenarnya ada informasi publik yang bisa dikecualikan apabila sifatnya rahasia sesuai dengan regulasi, kepatutan dan kepentingan umum. Akan tetapi, sambungnya, apabila merujuk pada UU Keterbukaan Informasi Publik, maka terlebih dahulu harus dilakukan pengujian konsekuensi yang timbul jika suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah sebelumnya dipertimbangkan secara seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Jadi, kalau ada informasi yang hendak dikecualikan dari publik, maka terlebih dahulu harus ada uji konsekuaensi di atas informasi tersebut. Mestinya, KPU tidak serta merta menutup informasi tanpa adanya uji konsekuensi atas informasi tersebut," ungkapnya, Minggu (12/11/2023).
Titi menilai, profil dan riwayat hidup para caleg, termasuk di antaranya adalah dana yang digunakan saat pemilu, pada dasarnya merupakan informasi publik yang harus diakses secara mudah bagi masyarakat. Karena hal tersebut menjadi dasar bagi pertimbangan bagi pemilih untuk bisa memilih kandidat terbaik yang kompeten dan bebas dari masalah hukum,
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Oleh sebab itu, dia mengimbau agar pemilih nantinya tidak memilih caleg yang tertutup dan tidak membuka profilnya kepada publik. pasalnya dengan tidak membuka CV nya untuk publik, caleg yang bersangkutan diyakini tidak memiliki komitmen untuk menjadi wakil rakyat yang amanah dan akuntabel.
"Saat jadi caleg saja sudah tertutup, apalagi kelak ketika sudah menjabat? Kemungkinan besar akan sulit untuk membangun komunikasi dan hubungan representasi dengan konstituennya dan orang banyak," ucap Titi.
Editor : Pahlevi