Elektabilitas dan Oligarki Parpol tentukan Capres 2024

author optikaid

- Pewarta

Sabtu, 30 Okt 2021 18:34 WIB

Elektabilitas dan Oligarki Parpol tentukan Capres 2024

i

Optika: 2021, modifikasi berbagai bahan

Optika.id. Surabaya. Pendapat Jazilul Fawaid, Wakil Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), sangat menarik. Secara pribadi Fawaid mengharap ada 3 pasangan calon presiden (capres) dalam pilpres 2024 (pemilu presiden). Jika terjadi 3 pasangan calon presiden dan wakil maka bisa menghindari konflik politik identitas, katanya kepada wartawan Kamis (28/10/2021).

Menurut Wakil Ketua MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) itu jika pilpres 2024 hanya ada 2 pasangan capres maka bakal banyak konflik politik identitas, urainya kepada wartawan di Gedung MPR.

Baca Juga: Mahfud Lepas Jabatan, TKN Ingin Prabowo Tetap Jadi Menhan

Sebagaimana kita ketahui pilpres 2014 dan 2019 hanya diikuti 2 pasangan capres. Hal itu menimbulkan konflik sosial dan politik sangat luas, utamanya konflik golongan Islam dan nasionalisme. Pengaruh konflik politik identitas itu selama 10 tahun ini sangat kuat terhadap berbagai kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan hukum. 

Jika hanya dua pasangan calon, maka mereka akan menghalalkan segala cara untuk saling menjatuhkan, tambah Fawaid.

Tiga Capres Jika Presidential Threshold 20%

Secara prinsip pendapat Fawaid dibenarkan oleh pengamat politik Ali Sahab dari Fisip Universitas Airlangga (Unair)

Kita semua merasakan konflik itu. Sampai saat ini masih kuat dampaknya, kata Ali kepada Optika.id Sabtu (30/10/2021) lewat WhatsApp.

Secara kalkulasi sederhana capres 2024 bisa 3 capres. Bahkan bisa lebih. Sayangnya politik itu bukan matemateka sederhana, urai Ali.

Saya membaca gelagat ada peranan kekuasaan oligarki yang kuat sekali sehingga diarahkan menjadi 2 capres. Menuju 2 capres juga bukan perkara mudah, keterangan Ali lebih detil.

Hasil pileg (pemilu legislatif) 2019 menempat 9 parpol (partai politik) di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan komposisi kursi sebagai berikut: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 128 kursi (27.503.961= 19,33 %), Partai Golkar 85 kursi (17.229.789 =12,31%), dan Partai Gerindra 78 kursi (17.596.839=12,57%) di urutan atas.

Sedangkan di urutan tengah ada Partai Nasdem 59 kursi (12.661.792=9,05%), PKB 58 kursi (13.570.970=9,69 %), Prtai Demokrat 54 kursi (10.876.057=7,77%), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50 kursi (11.493.663=8,21%), Partai Amanat Nasional (PAN) 44 kursi (9.572.623=6,84%), dan Partai Persatuan Pembangunan 19 kursi (6.323.147=4,525).

Menurut Ali PDIP paling leluasa untuk mengajukan capres. Dengan perolehan kursi besar PDIP bisa mengusung capres sendiri. Minimal hanya ditambah PPP sudah leluasa mengajukan capres dan cawapres.

Problem PDIP jika kesepakatan Batutulis diberlakukan maka Prabowo-Puan akan diusung PDIP dan Gerindra. Jika Prabowo-Puan diusung PDIP dan Gerindra maka Ganjar Pranowo akan terpental dari PDIP, ulas Ali.

Pada 16 Mei 2009 antara Prabowo dan Megawati Soekarnoputri membuat kesepakatan yang dinamakan Batutulis. Kesepakatan itu terdiri dari tujuh butir. Di mana di butir terakhir dengan jelas disebutkan bahwa Megawati akan mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada Pilpres 2014.
Tetapi Megawati ingkar. Pada Pilpres 2014, Megawati dan PDIP mengusung Joko Widodo. Begitu juga pada Pilpres 2019. Konon untuk mengusung Puan di 2024 maka Batutulis akan dihidupkan lagi. Berarti Prabowo-Puan akan didukung PDIP dan Gerindra.

Muncul Nama Andika dan BG

Belakangan muncul isu baru, kata Prof Kacung Marijan menimpali isu capres 2024. Mulai muncul peranan Andika Perkasa untuk capres 2024. Nama Andika tidak hanya untuk Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) namun juga santer calon presiden atau cawapres.

Kita lihat reshuffle akan datang dimana posisi baru Andika Perkasa dan Budi Gunawan. Jika Budi Gunawan (BG) masuk kabinet dan Andika berada di BIN atau Panglima TNI maka satu diantara mereka bakal mendampingi Puan, keterangan guru besar ilmu politik dari Fisip Unair.

Baca Juga: Prabowo Sindir Anies dan Ganjar Soal Pertahanan: Jangan Menyesatkan, Memprovokasi, dan Menghasut

Menurut Marijan, tampaknya Puan merupakan faktor tetap PDIP. Akan datang Andika atau BG yang capres maka Puan calon wakil presidennya. Atau sebaliknya Puan Capres dan cawapresnya Andika atau BG, tulis Marijan kepada Optika.id, Sabtu (30/10/2021)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika PDIP ambil skema itu maka Ganjar yang bagus elektabilitasnya itu bisa ditampung P Golkar. Golkar tinggal ambil PD atau PKB atau partai lain. Tampaknya Jokowi (Joko Widodo) berada di balik Ganjar, urai Marijan. Menurut Marijan, konon skema Jokowi dengan parpol di luar PDIP sudah berembus lama sekali.

Tiga atau Dua Capres Bergantung PDIP

Poinnya di Puan dan PDIP. Jika dua faktor itu konsisten maka bakal terjadi 3 pasangan. Tapi jika Ganjar diambil PDIP dan Puan bukan capres atau cawapres maka kekuasaan bisa memaksa berbagai parpol untuk merapat ke capres PDIP. Bakal terjadi lagi 2 pasangan seperti 2014 dan 2019, malahan bisa saja hanya 1 pasangan ulas Marijan. 

Ganjar dengan elektabilitas tinggi tidak ada jaminan diusung PDIP, tetapi akan diambil parpol lain. Apalagi jika Jokowi di belakang Ganjar. Begitu pula elektabilitas Anies bisa mengalami persoalan parpol yang mengusungnya. Potensial yang bakal mengusung Anies adalah parpol papan tengah: PKS, Nasdem, PD, dan atau PAN.

Jika skema Puan dan PDIP tidak berubah maka bisa riil nama Ganjar, Anies, dan capres alternatif antara Prabowo, Andika, dan atau BG. Berarti hasil survei beberapa Lembaga mendekati formulasi pencapresan yaitu Ganjar dan Anies.

Menurut Ali kuatnya Ganjar, Anies, Sandiaga Uno, dan Ridwan Kamil karena elektabilitas saat ini. Betapa pun kuatnya peran oligarki parpol dan kekuasaan, saat ini elektabilitas kandidat tidak bisa diabaikan, urai Ali.

Setelah beberapa kali pilpres, pilkada, dan pileg tampaknya parpol semakin memperhitungkan faktor elektabilitas kandidat. Elektabilitas kandidat menjadi pertimbangan penting, kata Ali lebih lanjut.

Baca Juga: Prabowo Sebut Tanpa Kekuatan Militer, Bangsa Akan Dilindas Seperti Gaza

Nama Ganjar dan Anies selalu menjadi sorotan parpol untuk masuk pilpres 2024. Sementara nama Prabowo ada kecenderungan stagnan dan bahkan turun elektabilitasnya, analisis Ali setelah membaca hasil SMRC.

&l;span style="font-weight: 400;">Menurut Ali hasil survei SMRC yang mendapatkan data kecenderungan elektabilitas Prabowo menurun sangat masuk akal.

Sebagaimana hasil survei capres yang dirilis SMRC, kecenderungan elektabilitas Prabowo menurun tampak dalam data berikut: dari Maret 2020 ke September 2021, dukungan kepada

Prabowo cenderung melemah dari 19,5% menjadi 18,1%.

Sementara itu elektabilitas Ganjar dalam simulasi semi terbuka meningkat dari 6,9% menjadi 15,8%. Begitu pula dukungan kepada Anies sedikit naik dari 10,1% menjadi 11,1%.

Biasanya setelah ditetapkan sebagai kandidat elektabilitasnya ada yang naik dan stagnan. Bahkan ada yang menurun. Seperti lari maratonlah, kata Marijan.

Aribowo
Editor: Amrizal Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU