Optika.id - Beberapa waktu yang lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk golput atau tidak memilih sewaktu pemilu. Menanggapi hal tersebut, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani menyebut jika fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut adalah sikap keagamaan dari para ulama itu sendiri. menurutnya, hal itu adalah upaya yang baik dalam proses berdemokrasi serta bisa menjadi acuan bagi para pemilih.
Namun jika kemudian dikaitkan apakah itu berpengaruh pada partisipasi pemilih? Saya kira tidak punya hubungan kausalitas langsung, ujar Fadli, dalam keterangannya, Rabu (20/12/2023).
Baca Juga: Perludem Desak Jokowi Cabut Pernyataan Presiden Menteri Boleh Memihak!
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa fatwa haram golput yang dikeluarkan MUI tersebut tidak akan berpengaruh banyak pada perubahan sikap pemilih lantaran golput sudah menjadi suatu sikap yang umum dilakukan oleh masyarakat, khususnya di negara-negara maju seperti Jepang.
Pada akhirnya jauh hubungan antara aqidah dengan nyoblos apa enggak. Nyoblos pada akhirnya dipandang sebagai pilihan hak dan memang itu menurut saya juga itu hak individu, kata dia.
Di sisi lain, dia menjelaskan ada dua jenis sikap golput yang umumnya ditemui di masyarakat Indonesia.
Pertama, adalah masyarakat yang secara sadar dan mantap secara politis untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Sementara yang kedua adalah golput yang didasari karena sikap apolitis atau tidak tertarik pada dunia politik. Sementara kelompok ketiga atau yang terakhir adalah parokial.
Baca Juga: Iklan Pemilu di Medsos Susah Diaudit Transparansinya, Dana dari Mana?
Fadli menyebut bahwa golput karena apolitis alias kelompok kedua ini jauh lebih berbahaya lantaran pemilih atau masyarakat tidak sadar perihal pentingnya politik dalam membangun pemerintahan dan kebijakan yang berdampak pada mereka. Berbeda dengan golput kelompok dua, sikap golput karena dilakukan secara kritis patut dihormati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tinggal bagaimana para kontestan dan parpol meyakinkan mereka dengan program, sambungnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, menurut peneliti dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai jika hak politik warga negara dan bukanlah suatu kewajiban adalah mencoblos dalam pemilu. Dengan kata lain, dia menyebut jika sikap golput adalah sah dan tidak mengkhawatirkan.
Baca Juga: Cegah Kelelahan Hingga Kematian Massal, KPU Harus Sediakan Posko Kesehatan dan Nakes di TPS
Sejauh ini fatwa MUI tidak berhasil menekan angka golput. Meskipun angka golput ideologis, di mana pemilih dengan sengaja tidak menggunakan hak pilihnya, cenderung kecil dari sisi persentase, ujar Dedi.
Alih-alih menyalahkan pemilih, golput terbesar menurutnya justru datang dari sengkarutnya administrative masyarakat itu sendiri. hal ini meliputi kasus seperti tidak adanya daftar pemilih di lokasi pemilihan, tidak terdaftarnya pemilih hingga kerusakan suara saat pencoblosan.
KPU perlu lakukan observasi jenis golput, menghindari banyaknya pemilih yang tidak dapat gunakan hak pilihnya, misalnya perantauan, mahasiswa dan kelompok lain, pungkasnya.
Editor : Pahlevi