Jakarta (optika.id) - Isu perubahan iklim saat ini masih terus digaungkan tanpa henti. Hal ini dikarenakan perubahan iklim memiliki dampak yang sangat besar pada lingkungan dan makhluk hidup itu sendiri. misalnya, peningkatan dan perubahan suhu ekstrem, musim kemarau dan hujan yang semakin tidak konsisten, cuaca yang terlalu panas dari waktu ke waktu, sampai bencana ekologis yang terjadi terus menerus di berbagai wilayah.
Perubahan iklim ini juga dapat mengurangi angka rata-rata harapan hidup manusia hingga enam bulan. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Climate pada Januari 2024, para peneliti tersebut menemukan bahwa perubahan temperature dan suhu udara, serta curah hujan bisa menyebabkan terjadinya permasalahan kesehatan yang berdampak pada menurunnya angka rata-rata harapan hidup manusia itu sendiri.
Baca Juga: Greenpeace Sanggah Jokowi, Sebut Food Estate Perparah Krisis Pangan dan Lumbung Masalah
"Dua tanda perubahan iklim tersebut menyebabkan banyak sekali masalah kesehatan di masyarakat, mulai dari bersifat akut dan langsung seperti bencana alam banjir dan gelombang panas, hingga yang tidak langsung namun sama dahsyatnya, seperti gangguan pernapasan dan kejiwaan," ungkap peneliti dari Shajalal University of Science and Technology, Amit Roy dikutip dari Eurekalert, Jumat (26/1/2024).
Para peneliti, dalam penelitian tersebut, mengevaluasi bahwa data rata-rata temperature, curah hujan, serta angka harapan hidup dari 181 negara sejak tahun 1940 hingga 2020 menggunakan GDP per kapita untuk mengontrol perbedaan drastic setiap negara. Dan hasilnya, kenaikan 1 derajat Celcius temperature udara di dunia ternyata bisa menurunkan angka harapan hidup manusia hingga sekitar 0,44 tahun atau sekitar 5 bulan 1 minggu.
Angka harapan hidup manusia ini, apabila dimasukkan dengan data curah hujan, bisa menurun hingga 6 bulan. Sementara itu, pada orang-orang yang tinggal di negara berkembang, angka itu mengalami penurunan lebih tinggi, khususnya pada perempuan.
Para peneliti pun menganjurkan perlu adanya mitigasi emisi gas rumah kaca untuk memperlambat atau mencegah terjadinya perubahan iklim yang lebih buruk lagi. Dengan demikian, harapan mempertahankan angka harapan hidup manusia sambil terus menjaga kualitas hidupnya bisa berlangsung lebih lama.
Baca Juga: Tetapkan Hari Kendaraan Listrik, Kementerian Koperasi dan UKM Klaim Kendaraan Listrik Bisa Atasi Kri
Kendati demikian, penelitian yang dilakukan tersebut masih memiliki keterbatasan sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai dampak cuaca buruk seperti tsunami, banjir, dan kebakaran hutan, terhadap angka harapan hidup manusia sehingga tidak hanya terpaku pada analisis suhu udara dan curah hujan saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai informasi, kenaikan suhu udara ini terus terjadi sejak puluhan tahun silam, salah satunya di Indonesia. berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dalam rentang 100 tahun, telah terjadi kenaikan suhu di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Ditambah lagi, adanya laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2018 lalu. Para ilmuwan iklim dalam laporan tersebut menyebut bahwa manusia mempunyai waktu sekitar 8 tahun lagi sebelum Bumi semakin panas dan tidak bisa kembali seperti sedia kala.
Baca Juga: Masyarakat Diminta Lakukan Gaya Hidup Ramah Lingkungan Untuk Dukung Ekonomi Hijau
Tak tanggung-tanggung, Indonesia bahkan diprediksi menjadi negara di Asia Tenggara yang juga akan terkena dampak dari perubahan iklim ini dengan Jakarta yang notabene menjadi kota paling rentan mengalami dampak akibat krisis iklim.
Maka dari itu, para peneliti menyarankan agar mulai beralih ke energy terbarukan, menjaga lingkungan, dan perubahan perilaku masyarakatnya sendiri agar mencegah terjadinya perubahan iklim yang jauh lebih buruk lagi di masa depan.
Editor : Pahlevi