300 Fakultas Kedokteran Terlalu Berlebihan, Pak Prabowo

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Rabu, 07 Feb 2024 16:17 WIB

300 Fakultas Kedokteran Terlalu Berlebihan, Pak Prabowo

Surabaya (optika.id) - Debat pamungkas calon presiden (capres) pada Minggu, (4/2/2024) yang lalu masih menjadi perbincangan hangat. Selain itu merupakan debat terakhir, banyak pihak yang menilai bahwa ketiga paslon capres masih belum ‘garang’ dalam isu-isu yang menjadi tema debat, salah satunya adalah isu kesehatan.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pun ikut buka suara menanggapinya. Menurut keterangan dari Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi, permasalahan utama persoalan kesehatan adalah soal distribusi dokter secara merata. Berdasarkan data Konsil Kedokteran, dia menyebut bahwa 160 ribu dari 226 ribu dokter di Indonesia masih tersebar di wilayah Indonesia barat.

Baca Juga: Tanggapi Kasus Vina, Mahfud Singgung Posisi Politik Prabowo dan Soal Permainan

“Kalau bicara permasalahan dokter di Indonesia, tidak hanya dari aspek produksi, tetapi juga perencanaan kebutuhan, utamanya pemetaan berdasarkan permasalahan kesehatan di masing-masing wilayah,” kata Adib dalam keterangan yang dikutip Optika.id, Rabu (7/2/2024).

Apabila kebutuhan dokter di wilayah tidak dihitung secara tepat, sambungnya, maka ke depannya akan menimbulkan suplai dokter berlebih. Dengan kata lain, dokter hanya terpusat di suatu wilayah tertentu dan akan menimbulkan masalah seperti potensi konflik sipil, etik, hukum dan kesejahteraan dokter itu sendiri.

Tak hanya itu, IDI juga menyoroti program capres nomor urut 02, Prabowo Subianto yang bakal mendirikan 300 fakultas kedokteran (FK) sebagai program yang berlebihan. Pasalnya, pembiayaan pendidikan di FK masih tergolong mahal hingga saat ini.

Alih-alih mendirikan 300 FK, Adib menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah harusnya mengintervensi biaya mahal tersebut. Adapun alasan lainnya menyebut program itu berlebihan adalah jumlah dokter bakal melonjak drastic sehingga menimbulkan pengangguran lantaran minimnya lapangan pekerjaan professional. Terlebih, jika tidak ada peraturan khusus yang mengatur kebutuhan jumlah dokter di Indonesia.

Baca Juga: Prabowo Bahas Gaza, Khofifah Ngaku Siap Terima Anak Palestina di Jatim

“Kalau sekarang dibuka 300 fakultas kedokteran, [tapi] tidak diikuti aturan dan tidak memperhitungkan kebutuhan, maka kita lima tahun lagi akan dihadapkan dengan overload,” urai Adib.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dihubungi secara terpisah, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menilai jika sebenarnya ketiga paslon capres tersebut sudah menyampaikan isu penting di sektor kesehatan walaupun belum secara mendalam. Dia menyayangkan bahwa isu krusial seperti ancaman pandemic global, dan penyakit-penyakit yang masih tinggi angkanya di Indonesia seperti TBC, kanker, dan diabetes belum dikupas secara tuntas dan mendalam.

“Yang juga meningkat hipertensi dan lain sebagainya. Nah, ini tentu bicaranya bukan hanya kuratif tapi preventif,” ujar Dicky, kepada Optika.id, Rabu (7/2/2024).

Baca Juga: Prabowo: Gerindra Akan Usung Khofifah-Emil di Pilkada Jatim

Menurut Dicky, visi-misi ketiga paslon tersebut masih belum menerangkan bagaimana cara menghadapi ancaman penyakit di masa depan. terlebih lagi, mereka masih belum memperlihatkan upaya untuk meningkatkan angka harapan hidup Indonesia yang masih berada di posisi rendah dalam negara-negara ASEAN.

“Apalagi dengan jumlah penduduk 270 juta dengan ranking-ranking yang tidak terlalu baik dalam kesehatan seperti TB, diabetes, obesitas. Saya kira perlu lebih dipertajam lagi ya oleh para calon presiden ini nanti apalagi setelah terpilih,” jelasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU