Surabaya (optika.id) - Tahun 2023 merupakan tahun kedukaan bagi pecinta buku dan literasi di Indonesia. pasalnya, beberapa toko buku justru menemui ajalnya dengan berbagai alasan. Misalnya, Togamas di beberapa cabang sudah gulung tikar tanpa adanya alasan yang jelas dan tidak berpamitan kepada para pelanggannya, hingga Toko Buku Gunung Agung yang pamitan di ujung tahun 2023 lalu untuk menutup seluruh outletnya.
Konsultan Bisnis dari Managing Patner Inventure, Yuswohadi memprediksi akan semakin banyak waralaba literasi yang kemungkinan tutup apabila tidak menyesuaikan zaman serta membuat inovasi.
Baca Juga: Membicarakan Seks Tanpa Tabir dan Lebih Berani!
Dia juga memaparkan ada beberapa faktor mengapa toko buku kini terancam bangkrut. Faktor paling utama adalah perubahan perilaku konsumen.
Menurutnya, salah satu yang dibunuh oleh generasi milenial adalah toko buku. Dia mengungkapkan jika saat ini toko buku yang ada hanya menjual buku yang tidak sesuai dengan preferensi generasi milenail dan generasi Z.
Mereka readership-nya bergeser, ujarnya, kepada Optika.id, Rabu (21/2/2024).
Sementara cara kedua adalah perubahan cara membaca atau mendapat informasi yang didapat oleh kedua generasi tersebut. Pasalnya, mereka menganggap bahwa buku bukanlah alat utama memperoleh pengetahuan serta mereka lebih nyaman dan mudah mendapatkan pengetahuan dengan menonton YouTube dan konten TikTok hingga mendengarkan Podcast.
Adapun faktor ketiga adalah kebiasaan berbelanja buku yang sudah berubah. Milenial dan gen Z dikenal dengan generasi mager yang mengandalkan kepraktisan dalam hal mendapatkan sesuatu yang ingin dibeli, termasuk buku. Sheingga, mereka memilih untuk membeli buku secara online untuk mendapatkannya secara fisik atau membaca buku digital saja.
Ini ditambahkan banyak toko buku semakin enggak lengkap karena diisi produk bukan buku. Toko buku terancam dari berbagai arah, tegas Yuswohadi.
Yuswohadi menyinggung bahwa rendahnya budaya membaca sudah menjadi persoalan klasik di Indonesia sejak lama sehingga tidak bisa dikaitkan dengan rendahnya tingkat literasi atau membaca di Indonesia. akan tetapi, situasinya diperumit tatkala digitalisasi merajalela.
Sementara itu, Yuswohadi menilai jika saat ini industri literasi baik percetakan, penerbit dan penulisnya sedang berusaha menyelamatkan nasib masing-masing di bawah bayang-bayang ancaman toko buku yang gulung tikar satu per satu.
Sementara itu, kemunculan penerbit indie yang memanfaatkan reseller atau influencer di medsos juga berkontribusi terhadap ancaman tadi. Pasalnya, apabila mereka menaruh produknya di toko buku, maka potongan bagi keuntungan itu tergolong besar sehingga percetakan akan menurunkan produksi buku karena demandnya tidak sekuat dulu.
Dengan sejumlah permasalahan toko buku yang terjadi pada tahun 2023 kemarin, Yuswohadi mengaku optimis jika toko buku akan tetap eksis. Akan tetapi, tren atau formatnya akan berubah di masa depan, khsususnya tahun ini.
Lantas, seperti apa tren gerai buku di masa depan khususnya, pada tahun 2024? Ini adalah prediksi yang dibagikan oleh Yuswohadi:
Toko Buku dan Ritel
Metamorphosis terdekat yang bisa dilakukan oleh toko buku agar bisa tetap eksis adalah dengan cara yang dilakukan Gramedia saat ini. Menurut Yuswohadi, dengan cara tersebut, menyulap toko buku tidak hanya menjual buku saja, melainkan juga alat tulis dan produk ritel yang lain seperti kursi pijat hingga sepeda.
Dirinya menilai jika saat ini space buku makin tergerus oleh produk ritel yang lebih cepat terjuan serta meningkatkan pendapatan.
Baca Juga: Tak Bisa Dipandang Sepele, Ini Manfaat Menulis Tangan yang Banyak Manfaat
Kalau hanya jual buku, (usahanya) akan mati,jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti Starbucks
Dia memprediksi bahwa di masa mendatang, toko buku bisa lebih menyerupai Starbucks daripada hanya menjual toko buku konvensional saja. Konsepnya adalah bookstore ditambah coffee shop, workspace, restoran, event space hingga lifestyle center.
Konsep ini disebut oleh Barnes&Noble dengan retail-tainment.
Ke toko buku cari experience. Kandidatnya Starbucks, Pos Bloc, M Bloc, imbuh Yuswohadi.
Community Hub
Tren yang diprediksi akan diadaptasi oleh toko buku agar tetap jaya yakni konsep toko buku yang menyediakan tempat diskusi, bertemu penulis, dan book signing, lalu bookfest, kelas/workshop penulisan, hingga baca puisi. Sehingga, toko buku tak hanya menjual buku saja, melainkan tempat untuk ajang intelektualitas.
Adapun tempat yang strategis menurut Yuswohadi terletak di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Perpustakaan Nasional.
Baca Juga: Tingkat Kinerja Baca Rendah, IKAPI: Banyak yang Sulit Bedakan Fakta dan Opini
Niche Bookstore
Ke depannya, toko buku akan menjadi lebih kecil serta terspesialisasi dengan topik-topik buku yang spesifik misalnya sastra, musik, anak, film, kuliner, sains dan lain sebagainya.
Tentunya, dengan inventori yang terbatas, tempat yang digunakan pun mengecil dan konsepnya menjadi destinasi toko buku.
Tidak semua buku ada karena spesifik. Ukurannya juga lebih kecil, tuturnya.
Immersive Bookstore
Dengan memanfaatkan teknologi, ke depannya toko buku bukan tidak mungkin akan lebih canggih lagi dengan memadukan dunia virtual dan nyata.
Toko buku bisa berinovasi dengan memasukkan teknologi canggih seperti virtual reality, augmented reality, artificial intelegence, bahkan metaverse untuk pengalaman yang personal.
Editor : Pahlevi