Demokrat Gabung Pemerintah, Pengamat: Dalam Politik Tidak Ada 'Makan Siang Gratis'

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 23 Feb 2024 17:24 WIB

Demokrat Gabung Pemerintah, Pengamat: Dalam Politik Tidak Ada 'Makan Siang Gratis'

Surabaya (optika.id) - Partai Demokrat, secara tidak mengejutkan dan bisa terbaca sebelumnya, memutuskan bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju setelah kurang lebih 9 tahun menjadi oposisi. Hal ini ditandai dengan pelantikan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana, Jakarta, pada Rabu (21/2/2024) lalu.

Tanda-tanda akan menyebrangnya partai berlambang mercy itu dengan gerbong pemerintahan Jokowi sudah terendus sejak Oktober 2023 silam. Kala itu, keduanya berjumpa di Istana. Bahkan, sejak saat itu AHY disebut-sebut bakal mengisi posisi menteri pertanian (mentan) yang ditinggalkan oleh Syahrul Yasin Limpo (SYL) buntut dirinya yang terjerat kasus dugaan korupsi senilai Rp44,5 miliar.

Baca Juga: Ini Prediksi Pakar Soal Putusan MK pada Sengketa Hasil Pilpres 2024

Hal tersebut tentunya tidak terjadi. Jokowi telah mengangkat Amran Sulaiman sebagai Mentan kembali. Sejak saat itu, partai yang dulu dikudeta oleh Moeldoko ini pun kehilangan tajinya kepada pemerintah. Justru, Demokrat kerap membela pemerintah ketika PDIP mengkritik pemerintahan.

Tidak Mengherankan

Maneuver Jokowi yang memasukkan Demokrat ke dalam koalisinya menurut Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing, bukan hal yang mengejutkan dan mengherankan. Alasannya adalah Partai Demokrat sudah dianggap berkontribusi dalam memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dipastikan menjadi kampiun atau pemenang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.

Langkah ini di lain sisi juga mau tidak mau berimbas kepada sikap Partai Demokrat di DPR. Setidaknya, Demokrat tidak akan mendukung wacana hak angket kecurangan Pemilu 2024 yang diinisiasi oleh beberapa parpol yakni PDIP dan parpol koalisi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) yakni Partai Nasdem, PKB, dan PKS.

"Dalam politik itu tidak ada 'makan siang gratis'," katanya kepada Optika.id, Jumat (23/2/2024).

Senada dengan Emrus, pengamat politik Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menilai jika dilantiknya AHY menjadi pembantu Jokowi merupakan tanda deklarasi kekuatan kubu 02 yakni Prabowo-Gibran.

"Ujungnya adalah downpayment politik ketika AHY masuk menjadi Menteri ATR/BPN," ujarnya.

Baca Juga: Korupsi APD Kemenkes, Anggota DPR Ihsan Yunus Diperiksa KPK

Makin Jauh dari Megawati

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lebih lanjut, Emrus menilai jika keputusan Jokowi tersebut makin merenggangkan hubungannya dengan PDIP dan Ketumnya, Megawati Soekarnoputri. Meskipun hubungannya dengan SBY yang merupakan ayah AHY makin erat.

Diketahui bahwa Jokowi dengan PDIP dan Megawati sudah mulai putus kontak lantaran Jokowi yang keras kepala menyalahi etik dengan mendukung putra sulungnya, Gibran, menjadi cawapres Prabowo Subianto. Padahal, PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Di sisi lain, Megawati dan SBY pun tidak akrab sejak keduanya berlaga pada Pilpres 2024.

"Jokowi sudah sangat jauh dari PDI Perjuangan. Berseberangan lebih tepatnya," ucapnya.

Jokowi, kata Emrus, seharusnya mundur sebagai kader PDIP dengan baik-baik, lalu mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) sebagai sikap pamit. Misalnya, seperti Maruar Sirait yang mundur dari PDIP karena mendukung pasangan Prabowo-Gibran.

Baca Juga: Peta Politik Kekuatan Partai Pemilu di Surabaya

"Tidak ada salahnya belajar dari Maruarar karena Jokowi sudah bersebarangan," jelasnya.

Kehadiran AHY di kabinet Jokowi juga merupakan simbol serangan psikis kepada Megawati. Maka dari itu, PDIP sudah mulai harus bersikap tegas terhadap Jokowi.

"Ketika balas dendam politik sekarang, ini momentum yang tepat. Harusnya PDI Perjuangan berani sekarang [melakukan] 'bersih-bersih' kader," pungkasnya.

 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU