Jakarta (optika.id) - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyambut baik putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Hasyim Asyari dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meski terlambat.
Feri mengaku menyambut baik putusan DKPP tersebut meski dinilainya putusan itu terlambat dijatuhkan.
Baca Juga: Feri Amsari: DKPP Berhentikan Hasyim Bisa Juga Ungkap Kecurangan Pemilu
Pertama, tentu ini putusan yang perlu disambut sangat baik ya, walaupun harus diakui putusan ini terlambat, ucapnya ketika dipantau dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Kamis (4/7/2024).
"Kenapa terlambat? Karena peristiwa-peristiwa yang dilanggar sebelumnya juga punya motif yang kurang lebih sama bahayanya, lanjut Feri.
Ia kemudian menyinggung kasus yang melibatkan Hasnaeni atau yang dikenal sebagai wanita emas. Menurutnya, ada dugaan gratifikasi di sana.
Kasus yang berkaitan dengan pelecehan seksual ada di putusan Hasnaeni, wanita emas, bahkan ada unsur gratifikasinya juga di sana, ada unsur konflik kepentingan karena Hasnaeni juga Ketua Partai Republik Satu.
Hal yang sama juga terjadi di perkara ini, bahwa ada motif penyalahgunaan wewenang, ada relasi kuasa antara mereka berdua sehingga menimbulkan korban, tuturnya.
Baca Juga: Terbukti Lakukan Tindakan Asusila kok Bisa Jadi Khatib?
Seharusnya, lanjut Feri, sanksi berupa pemberhentian terhadap Hasyim sudah diputuskan sejak jauh hari oleh DKPP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi saya, ini harusnya dijatuhkan sanksi sejak jauh-jauh hari. Jadi ada kasus-kasus yang bisa kita lihat sebagai perbuatan yang bisa memberhentikan Mas Hasyim.
Setelah kasus Hasnaeni itu kan kita kenal putusan peringatan keras terakhir yang tidak pernah berakhir, peringatan keras terakhir 1, 2, 3, dan 4. Harusnya kalau peringatan keras terakhir, ya sudah terakhir, tidak ada lagi perbuatan lain, bebernya.
Baca Juga: Ternyata, Ketua KPU Pernah Alami Kasus Etik "Wanita Emas"
Menurutnya, putusan DKPP terhadap putusan lain terkait perbuatan Hasyim seolah dibuat berseri, dan tidak ada satu pun yang bisa menyentuh Hasyim.
Akhirnya kita dipermalukan kembali dengan kasus ini, di mana ada relasi kuasa, memanfaatkan wewenang dan motifnya bisa sangat koruptif.
Ia pun mempertanyakan motif perjalanan dari Indonesia ke Den Haag, Belanda, apakah betul-betul bicara kepemiluan atau sedang mendekati seseorang.
Editor : Pahlevi