Perang Sebenarnya Bukan Hanya di Bakhmut

author Seno

- Pewarta

Minggu, 11 Jun 2023 19:32 WIB

Perang Sebenarnya Bukan Hanya di Bakhmut

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Mengenal Office Politics Dan Toxic Relations

Optika.id - Bagi yang mengikuti perang yang terjadi di Ukraina, maka pasti akan mengetahui kota yang berrnama Bakhmut ini. Bakhmut adalah kota berpenduduk 75.000, setidaknya sebelum perang, di wilayah Donetsk dan berlokasi strategis. Ini dikenal sebagai "Kota Garam," yang mengacu pada tambang garam bawah tanah besar yang sebenarnya terletak di dekatnya di Soledar, yang jatuh ke tangan Rusia pada akhir Januari tahun ini.

Kepala Grup Wagner, sebuah pasukan milisia Rusia Yevgeny Prigozhin, mengumumkan tanggal 20 Mei bahwa semua Bakhmut telah diambil oleh pasukan Wagner. Dia juga mengatakan bahwa pada 25 Mei pasukan Wagner akan menyerahkan kendali kepada tentara Rusia dan mundur untuk beristirahat dan berlatih kembali.

Beberapa pasukan Wagner akan digunakan dalam posisi bertahan yang tidak dikirim kembali untuk pelatihan dan istirahat. Perebutan kota ini oleh tentara Rusia berlangsung lebih dari 6 bulan, dan ada laporan jumlaah tentara Ukraina yang meninggal dalam perebutan kota ini berjumlah 50.000 orang.

Bagi Rusia Ukraina hanyalah porxy nya Amerika Serikat dan sekutunya barat yang tidak menghendaki Rusia memiliki hegemoni didunia. Jadi ini perang antara Rusia melawan AS dan barat (NATO).

Namun sebenarnya Rusia menganggap perang sebenarnya adalah diluar Bakhmut. Rusia yang terkena lebih 5.000 sanksi ekonomi dari AS dan barat ini berhasil menghimpun kekuatan negara-negara selatan atau the Global South yang sebagian besar diluar AS dan barat yaitu negara-negara Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, Cina, India dan sebagainya.

Rusia berhasil menghimpun negara-negara yang pada masa lalu mengalami penjajahan brutal negara-negara barat yang sama sama sepakat untuk keluar dari sistim Unipolar yang dikuasai AS dan barat, yang bertindak sendiri atas nama komunitas internasional untuk mendikte negara-negara lain baik dibidang ekonomi, perdagangan, perbankan, pertahanan dsb. The Global South ini bersama Rusia, Cina, India menginginkan pendekatan Multipolar.

Sistem Unipolar itu mulai berantakan karena muncul kekuatan negara-negara yang melawan kekuatan Amerika Serikat tersebut. Negara-negara ini yang mengalami kemajuan dibidang teknologi, ekonomi, teknologi informasi dsb dan mulai berani mengatakan No kepada Amerika Serikat.

Negara-negara ini adalah negara yang berkabung di organisasi BRICS yaitu Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan.

Khusus Brazil, Rusia, India dan Cina dibedakan dari sejumlah pasar negara berkembang lain yang menjanjikan berdasarkan potensi demografis dan ekonomi mereka untuk menempati peringkat di antara ekonomi terbesar dan paling berpengaruh di dunia di abad ke-21 (dan dengan memiliki peluang yang masuk akal untuk mewujudkan potensi itu).

Baca Juga: Catatan Analisa Makro Ekonomi Indonesia

Bersama-sama, empat negara BRIC asli terdiri dari lebih dari 2,8 miliar orang atau 40 persen dari populasi dunia, mencakup lebih dari seperempat luas daratan dunia di tiga benua, dan menyumbang lebih dari 25 persen dari PDB global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada awal tahun 2003, Goldman Sachs memperkirakan bahwa Cina dan India akan menjadi ekonomi terbesar pertama dan ketiga pada tahun 2050, dengan Brasil dan Rusia merebut tempat kelima dan keenam. Dari tahun 2000 hingga 2008, pangsa gabungan negara-negara BRIC dari total output ekonomi dunia naik dari 16 menjadi 22 persen.

Bersama-sama, negara-negara BRIC menyumbang 30 persen dari peningkatan output global selama periode tersebut. Pertumbuhan ekonomi dan demografi China dan India yang cepat diperkirakan akan memunculkan kelas menengah besar yang konsumsinya akan membantu mendorong perkembangan ekonomi BRIC dan perluasan ekonomi global.

Di bidang science and technology negara-negara Cina, India, dan Brasil menyumbang sebagian besar peningkatan dramatis dalam investasi penelitian sains dan publikasi ilmiah. Sejak 2002, pengeluaran global untuk R&D sains telah meningkat sebesar 45 persen menjadi lebih dari $1.000 miliar (satu triliun) dolar AS. Dari 2002 hingga 2007, Cina, India, dan Brasil lebih dari dua kali lipat pengeluaran mereka untuk penelitian sains, meningkatkan pangsa kolektif mereka dari pengeluaran R&D global dari 17 menjadi 24 persen.

Perencanaan pembangunan China telah menargetkan sejumlah bidang ilmiah dan industri terkait, termasuk energi bersih, transportasi hijau. Sejak 1999, pengeluaran China untuk R&D sains telah tumbuh 20 persen per tahun menjadi lebih dari $100 miliar. Pada 2020, China berencana menginvestasikan 2,5 persen PDB dalam penelitian sains.

Baca Juga: Checks And Balances Itu Bukan Mengganggu

Peran negara-negara diatas mulai mendominasi percaturan politik global, apalagi sejak dimulai perang Rusia Vs Ukraina bulan Februari 2022 lalu peran mereka sangat nampak dan berani menolak tekanan-tekanan Amerika Serikat dan sekutunya yang mengancam akan mengenakan sanksi ekonomi, perdagangan dan perbankan--kalau tidak memenuhi keinginan AS. Negara-negara itu juga dengan beraninya melepaskan ketergantungannya terhadap dominasi dolar Amerika Serikat, dan menciptakan sistim transaksi keuangan sendiri mengganti sistim yang diciptakan AS yaitu SWIFT.

Kemajuan dan keberanian negara-negara itu muncul di arena percaturan politik dunia menarik perhatian negara-negara lain untuk bergabung antara lain Turkiye, Mesir, Saudi Arabia, bahkan Indonesia juga disebut akan mengikuti gerbong mereka.

Perwakilan Afrika Selatan untuk Duta Besar BRICS Anil Sooklal telah mengisyaratkan bahwa pengelompokan tersebut akan tumbuh lebih besar tahun ini dengan lebih dari 30 negara telah secara formal dan informal mengajukan permohonan untuk bergabung dengan aliansi tersebut.

Laporan terbaru menunjukkan bahwa negara-negara yang siap bergabung dengan aliansi BRICS adalah Afghanistan, Aljazair, Argentina, Bahrain, Bangladesh, Belarus, Mesir, Indonesia, Iran, Kazakhstan, Meksiko, Nikaragua, Nigeria, Pakistan, Arab Saudi, Senegal, Sudan, Suriah, Uni Emirat Arab, Thailand, Tunisia, Turki, Uruguay, Venezuela, dan Zimbabwe. Terlihat di dafta negara-negara yang ingin bergabung BRICS adalah negara yang sebenarnya sekutu AS seperti Saudi Arabia yang sekarang ini mulai berani melawan tekanan AS.

Perang di Ukraina mengakibatkan konstruksi kekuatan hegemoni politik global berubah drastis dimana pengaruh Amerika Serikat mulai memudar.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU