Optika.id-Ketua Umum DPP PKB, Abdul Muhaimin Iskandar, mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) diturunkan menjadi 5-10 persen.
"(PT 20 persen) masih belum cita-cita kita, cita-cita kita 5-10 persen. Supaya lebih memberi ruang ekspresi dan kompetisi, semua punya hak yang sama," kata dia, usai menghadiri KWP Award di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Baca Juga: MK Ubah Ambang Batas Pencalonan, Sekarang PDIP Bisa Usung Paslon!
Ia menilai sebaiknya batasan PT 20 persen bisa diturunkan sehingga bisa lebih memberikan ruang kompetisi dan ekspresi dalam iklim demokrasi di Indonesia.
Namun dia tidak sepenuhnya setuju ambang batas elektoral pencalonan presiden menjadi 0 persen.
Ia menilai ambang batas tetap dibutuhkan karena perolehan suara serta elektoral masing-masing partai berbeda-beda.
"Idealnya 0 persen, tapi tidak lucu lah ya, harus ada pembatasan. Tapi gagal kemungkinan ya, karena sudah ada pembatasan (PT), mungkin pada Pemilu yang akan datang," ujarnya.
Saat ini sendiri diketahui presidential threshold masih di angka 20 persen,hal itu juga di kritik oleh mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Seperti pada Aturan yang tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 digugat sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo adalah pihak yang menggugat aturan tersebut. Dalam permohonannya ke MK, Gatot meminta hakim MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7/2017.
Menurut Gatot, yang diwakili kuasa hukum Refly Harun, Pasal 222 UU Nomor 7/2017 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.
"Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," kata Refly, dalam surat permohonan, Selasa (14/12/2021).
Baca Juga: Makin Kuat, PBNU Desak PKB Tentang Peran Ulama di Partai
Selain itu, menurut Refly, kondisi faktual pada Pilpres 2019 di mana pemilih tidak mendapatkan calon-calon alternatif terbaik dan adanya polarisasi politik yang kuat, dapat menjadi alasan MK untuk memutuskan bahwa ambang batas presiden tidak relevan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menuturkan, masalah ambang batas presiden merupakan masalah pokok utama terkait pengembangan demokrasi di masa mendatang.
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Dalam pertemuannya dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, ia menyampaikan DPD sedang menggugat ketentuan ambang batas presiden agar menjadi 0 persen ke MK.
Adapun gugatan terhadap ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7/2017 itu dilayangkan dua anggota DPD, Fachrul Razi dan Bustami Zainudin.
Baca Juga: Survei SMRC: Pemilih PKB, NasDem dan PKS Pilih Anies Jika Bersanding dengan RK
"Presidential threshold setinggi itu akan membuka lahirnya calon presiden boneka. Kemudian pasti akan ada kompromi-kompromi politik," kata La Nyalla dalam keterangannya, Selasa (14/12/2021).
Reporter: Angga Kurnia Putra
Editor: Amrizal
Editor : Pahlevi