Optika.id - Kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi suatu momok yang belum terselesaikan. Jumlah kejadiannya pun terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Ironisnya, berbagai kasus tersebut terjadi di kawasan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak.
Berdasarkan data yang dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sepanjang tahun 2019 hingga 2021 jumlah korban kekerasan seksual anak meningkat. Pada tahun 2019 jumlah anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454 anak, kemudian pada tahun 2020 angkanya naik menjadi 6.980 anak.
Baca Juga: Jadilah Berani, Ini Kiat Mengindari Catcalling
Oleh sebab itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar menjelaskan beberapa langkah yang perlu dilakukan para orang tua dalam upaya mencegah kekerasan seksual pada anak.
Menurut Livia, hal yang paling utama dilakukan oleh orang tua ialah perlu mengajarkan sejak dini kepada anak-anak agar bisa memahami konsep privasi. Terutama terkait dengan daerah-daerah tubuhnya mana yang privat mana yang tidak privat. Perbedaan itu harus diterapkan sejak dini agar anak mengerti.
Anak-anak perlu diajarkan untuk bisa paham daerah tubuh mana yang bisa disentuh oleh orang lain dan mana yang tidak, kata Livia, ketika dihubungi, Senin (25/7/2022).
Adapun proses pemahaman pada anak terhadap tubuhnya sendiri bisa disampaikan melalui cara yang menyenangkan seperti nyanyian berupa lagu. Di sisi lain, pendidikan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah juga menjadi catatan yang penting untuk dilakukan terkait dengan proses pemahaman dan pengenalan tubuh sejak dini.
Selain itu, orang tua juga perlu untuk mengajarkan kepada anak tentang bagaimana seharusnya kasih sayang diekspresikan, terutama ekspresi melalui sentuhan.
Psikolog pendiri Yayasan Pulih tersebut juga menekankan pentingnya bagi orang tua untuk menanamkan sikap asertif pada anak serta sikap tegas untuk mengatakan tidak apabila sang anak memang merasa dalam kondisi tidak aman.
Misalnya orang tua mendorong anak bisa dipeluk atau dipangku oleh orang yang baru dia kenal, dan kalau dia merasa tidak nyaman dengan itu, ya dia bisa mengatakan tidak, ujarnya.
Baca Juga: Tak Hanya Perempuan, Kaum Laki-Laki juga Wajib Belajar Literasi TPKS
Kemudian, orang tua juga dapat membatasi akses masuk ke wilayah pribadi sang anak. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membatasi siapa saja yang bisa keluar masuk rumah atau kamar sang anak. Ini dilakukan mengingat mayoritas pelaku kekerasan seksual merupakan orang yang dikenal oleh korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Livia menilai jika latar belakang pelaku bisa berasal dari mana saja termasuk dalam lingkup terdekat korban seperti keluarga hingga tetangga. Selama proses pengasuhan anak, Livia mewanti-wanti bagi para orang tua untuk tidak lepas pengawasan dan tidak membiarkan anak sendirian. Orang tua harus selalu waspada terutama saat ingin mendaftarkan anak ke sekolah berbasis agama.
Menurut saya untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, jika anaknya perempuan, kalau bisa, guru mengajinya perempuan saja, dan kalau misalnya memang adanya guru laki-laki, itu benar-benar harus diawasi, jelas Livia.
Orang tua juga perlu waspada saat anak menunjukkan perubahan-perubahan emosi dan mencari tahu penyebab perubahan emosi sang anak. Oleh sebab itu, orang tua jangan asal menganggap remeh jika ada berbagai perubahan emosi pada anak. Misalnya, anak yang tadinya memiliki sifat ceria kemudian menjadi pemurung atau sedih. Atau anak yang awalnya bersemangat sekolah tiba-tiba menjadi malas.
Sampaikan kepada anak bahwa tidak ada hal yang perlu dirahasiakan dari orang tua, imbuh Livia.
Baca Juga: Femisida Sebabkan Banyak Kematian Perempuan di Indonesia
Ketika terjadi tindak kekerasan seksual pada anak, Livia mendorong agar orang tua dapat sesegera mungkin melapor ke unit terdekat, seperti Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), atau unit PPA di kepolisian.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi