Optika.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menjelaskan peran penting tokoh agama dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak secara umum, maupun yang terjadi secara khusus di lingkungan pesantren.
Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan berasrama termasuk pesantren, bisa dicegah dengan memperkuat peran wali asrama/musyrif, juga termasuk para pengurus Pesantren, papar Bintang dalam keterangannya, Kamis (18/8/2022).
Baca Juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
Dia juga menyampaikan aturan terkait pesantren yang perlu membentuk suatu aturan pencegahan kekerasan seksual yang dilakukan oleh semua pihak, baik siswa, pengawas, pengurus hingga ulama yang berada di lingkungan pesantren tersebut. Sebab, menurutnya pengasuh pesantren merupakan kunci dalam menerapkan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.
Harapannya, dengan dibentuk peraturan tersebut anak-anak bisa memperoleh pendidikan yang terbaik dalam lingkungan yang aman dan nyaman, apalagi berada dalam lingkup pendidikan berasrama yang berbasis agama. Terlebih lagi, saat ini berbagai pemberitaan menyoroti kasus kekerasan yang menimpa anak di lembaga pendidikan berasrama berbasis agama, hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan.
Di luar kasus-kasus yang sedang terjadi, saya yakin, lebih banyak lagi lembaga pendidikan berasrama berbasis agama yang memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan melindungi anak-anak didiknya meskipun berada jauh dari rumah, ujar Bintang.
Senada dengan Bintang, Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati, Sinta Nuriyah Wahid menyampaikan jika pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan dan mencegah terjadinya beberapa kekerasan anak di pesantren dengan menerbitkan beberapa aturan. Misalnya dengan menerbitkan surat keputusan (SK) yang mengatur teknis serta sosialisasi kebijakan perlindungan anak dari tindakan kekerasan di satuan pendidikan.
Akan tetapi, upaya tersebut juga memiliki hambatan yakni pendekatan legal formal. Sebab, diperlukan adanya pendekatan sosio kultural atau menanamkan pencegahan tindak kekerasan dari dalam diri. Menurutnya, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendekatan (sosio kultural ini), di antaranya yakni kembali memperkuat pendekatan dan metode spiritual di kalangan pesantren.
Baca Juga: Femisida Masih Dimaklumi Masyarakat Karena Stigma dan Status Korban
Perlu juga membentuk tim kerja yang melakukan pendampingan dan investigasi secara berkala terhadap pesantren untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan tindakan pelecehan seksual terhadap anak di pesantren, ujar Sinta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, perwakilan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Siti Badriyah Fayumi, mendorong agar pesantren melakukan pembenahan. Hal tersebut harus diawali dari sosialisasi dan edukasi tentang kekerasan fisik dan seksual dengan bahasa agama dan hukum kepada pengasuh, guru, dan santrinya.
Semuanya harus berperang melawan kekerasan fisik dan seksual tersebut, dan menjadikannya jihad melawan kemungkaran, sekaligus jihad untuk menjaga marwah pesantren, jelas Siti.
Baca Juga: Tak Hanya Perempuan, Kaum Laki-Laki juga Wajib Belajar Literasi TPKS
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi