Optika.id - Blok Politik Pelajar (BPP) menilai pembubaran Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Merah Putih oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak lebih baik daripada pembubaran panitia tingkat komplek atau dengan kata lain pembubaran ini tidak profesional dan bertanggung jawab. Hal ini, kata BPP, dikarenakan tidak ada satupun penyampaian pertanggungjawaban hasil kinerja yang dilakukan oleh Satgassus sejak dibentuk hingga pembubarannya.
"Sekalipun Satgassus telah dibubarkan, hendaklah dosa-dosanya tetap dipertanggungjawabkan," kata Iqbal Ramadhan selaku Juru Bicara Blok Politik Pelajar pada Optika.id, Senin (22/8/2022).
Baca Juga: Dituding Radikal Mahasiswa Tak Peduli, Lebih Takut Dituduh Pro Jokowi
"Sebagai jabatan non struktural di dalam Korps Bhayangkara, Satgasus ini memiliki alokasi anggaran sendiri. Tak ayal, jika Polri menduduki peringkat ketiga sebagai Institusi Negara yang mendapatkan alokasi anggaran APBN tertinggi, yakni mencapai Rp107,8 triliun. Salah satu tingginya angka tersebut dikarenakan Polri membutuhkan dana lebih untuk dapat mendanai Satgassus ini," imbuhnya.
Atas dasar itu, kata Iqbal, warga Indonesia sebagai entitas yang digunakan uangnya berhak untuk menagih hasil kinerja dan pertanggungjawaban dari Satgassus ini. Selama masa kerjanya pun, warga Indonesia tidak pernah menerima dampaknya, yang ada Satgassus melalui kewenangannya merepresi warga.
"Alih-alih uang warga diperuntukan untuk meningkatkan kinerja Polri, justru digunakan untuk mendanai kelompok mafia Kepolisian; merampok, brutal, dan ujungnya menggunakan kekerasan untuk menghabisi warga, bahkan rekan polisinya sendiri," kata Iqbal.
Menjadi mafhum, kata Iqbal, jika BPP menuding bahwa Satgassus ini hanyalah sebagai wadah akselerasi pangkat dan kedudukan jabatan strategis bagi anggota Polri.
Toh, dengan kasus Irjen Ferdy Sambo ini terbukti bahwa Satgassus hanya menjadi konstelasi bagi para petinggi Polri untuk membentuk dinasti dengan tujuan mengamankan trah kekuasaan dan kantong-kantong uang.
"Dengan kepercayaan publik yang kian luntur dari hari ke hari akibat berbagai kebobrokan di institusi ini terkuak, serta tidak dibukanya ke publik perihal pertanggungjawaban hasil kinerja Satgassus, maka semakin mempertegas tudingan kami," tegasnya.
"Tudingan kami tersebut diperkuat dengan latar belakang dibentuknya Satgassus ini oleh Tito Karnavian, Kapolri pada saat itu, Satgassus ini digunakan untuk menghadapi demonstrasi dalam gejolak situasi politik di 2019," sambungnya.
Baca Juga: Blok Politik Pelajar Akan Gelar Aksi Dalam Waktu Dekat!
Iqbal menambahkan, sepanjang tahun 2019, terjadi beberapa demonstrasi besar, sebut saja 'Tragedi Bawaslu' dan 'Aksi Reformasi Dikorupsi' yang berujung tewasnya lima orang serta ratusan lainnya yang jadi korban kekerasan aparat kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian tersebut, lanjutnya, tidak ada satupun yang ditunjuk sebagai orang yang harus diadili dan bertanggung jawab atas peristiwa itu.
Dosa Satgassus tidak berhenti di situ. Satuan ini, katanya, juga punya kewenangan untuk menindak tindak pidana yang diatur oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang belakangan justru jadi modus operandi untuk menghantam suara kritis dari Warga, sebut saja kasus Peneliti Ravio Patra, Kasus Aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Termasuk juga serangan digital yang dialami mahasiswa, seperti menyebarkan informasi pribadi dan peretasan WhatsApp sejumlah mahasiswa jelang demonstrasi.
"Dari dosa-dosa tersebut, maka patutlah kita untuk mendesak Kapolri Listyo Sigit mempertanggungjawabkan Satgassus Merah Putih ini kepada publik. Kematian lima teman kami, hingga ratusan demonstran jadi korban kekerasan, dan penyalahgunaan kewenangan oleh Satgassus ini tidaklah serta merta gugur dan ditutup dosanya ketika Satgassus telah dibubarkan. Tidak ada alasan bagi kami untuk tidak menagih ini, jadi pantas jika kami berbondong-bondong mendatangi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)," tukasnya.
"Dosa yang tak diadili senantiasa abadi, yang cepat atau lambat segera berubah jadi luapan amarah dan kemuakkan Warga terhadap institusi yang korup ini, pak Kapolri," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi