Optika.id - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim pada Rabu 7 September 2022 silam melalui media sosialnya menyampaikan terkait perubahan skema seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN).
Perubahan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri.
Baca Juga: Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT Setelah Dipanggil Presiden!
Rencananya, seleksi masuk PTN yang digelar pada 2023 mendatang akan tersedia tiga jalur seleksi. Yakni Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (sebelumnya SNMPTN), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (sebelumnya SBMPTN), dan Seleksi Mandiri.
Perbedaan lainnya ialah calon mahasiswa bebas mengikuti tes berdasakan minat dan bakat tanpa dibatasi oleh jurusan di sekolah mereka.
Nadiem menilai indikator pendidikan dalam meraih kesuksesan di masa depan harus mempunyai kompetensi holistik serta lintas disipliner.
Contohnya, seorang pengacara harus punya ilmu dasar tentang hukum, tetapi juga harus memiliki ilmu komunikasi yang jadi pembeda, urai Nadiem yang sering disebut sebagai Mas Menteri ini beberapa waktu yang lalu.
Seleksi nasional berdasarkan tes ini nantinya hanya fokus pada pengukuran kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Berbeda dengan SBMPTN yang lebih menitikberatkan pada banyak materi dari banyak mata pelajaran.
Kemudian, tes skolastik yang akan diberlakukan mengukur empat hal yakni potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris.
Nadiem yakin jika skema seleksi menjadi lebih adil dan setiap peserta didik punya kesempatan untuk sukses pada jalur seleksi nasional berdasarkan tes.
Picu Kekhawatiran
Ketentuan baru ini jelas memicu polemik. Banyak yang pro serta kontra, terutama di kalangan siswa dan orang tuanya.
Farkhan (45) yang merupakan orang tua Hana, siswa kelas XII SMAN 3 Sidoarjo ini mempertanyakan efektifitas dari skema seleksi baru yang diterapkan.
Saya khawatir, aturan ini membuat anak saya tidak akan fokus belajar di sekolah karena memikirkan tes yang berubah nanti, ujarnya kepada Optika.id, Minggu (25/9/2022).
Kekhawatiran Farkhan semakin bertambah seiring pihak sekolah tak kunjung menjelaskan secara detail soal perubahan skema seleksi ini. Padahal, siswa juga perlu berlatih dan mempersiapkan soal-soal agar lulus dalam menghadapi tes nantinya.
Hana (18) mengaku masih bingung dengan skema seleksi masuk perguruan tinggi yang baru. minimnya informasi dari sekolah, serta kebijakan yang berubah-ubah jelas membuatnya gamang.
Di sekolah masih belum ada omongan. Bingung juga kalau berubah-ubah. Nanti belajarnya kayak apa, seleksinya gimana, ujar Hana ketika ditemui, Minggu (25/92022).
Meskipun demikian, dia mengaku tetap tenang dalam segala situasi dan lebih gencar mencari informasi tentang seleksi masuk perguruan tinggi.
Hal sebaliknya dikatakan oleh Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Nizam.
Dia menolak opini publik yang mengatakan bahwa kebijakan perubahan tes masuk PTN ini dilakukan secara mendadak.
Nizam menganggap jika perubahan ini malah mendukung perubahan yang sudah diterapkan dalam program Merdeka Belajar yang dilakukan dari pendidikan dasar hingga menegah dengan transformasi yang dilakukan di pendidikan tinggi dengan Kampus Merdeka.
Perubahan skema masuk PTN ini, katanya sudah dibahas sejak satu tahun lalu dengan melibatkan seluruh stakeholder pendidikan seperti rektor PTN.
"Saat ini di pendidikan dasar dan menengah sudah berubah dengan pendekatan merdeka belajar. Justru seleksi masuk PTN ini menyesuaikan dengan perubahan yang ada di pendidikan dasar menengah," kata Nizam.
Baca Juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional
Dengan adanya perubahan skema masuk PTN ini juga calon mahasiswa lebih bebas dalam menentukan program studi pilihannya tanpa merasa dibatasi dan calon mahasiswa mampu bersaing dalam dunia usaha dan dunia industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menuturkan jika perubahan skema tes masuk PTN justru menguntungkan para guru. Sebab semua mata pelajaran menjadi relevan dan penting sebagai syarat masuk PTN.
Perubahan ini juga tidak membuat guru mengubah proses pembelajarannya dan tetap menerapkan kurikulum baru, yakni Merdeka Belajar.
"Tidak akan ada perubahan skema belajar mengajar di sekolah, masih normal saja. Karena ini sekarang kurikulum baru, ya setiap sekolah menyesuaikan dengan Merdeka Belajar," ujar Satriwan kepada Optika.id, Senin (26/9/2022).
Ketidakadilan dan Ketimpangan
Perubahan skema tes masuk PTN ini justru akan menambah ketimpangan di Indonesia. hal tersebut dikatakan oleh Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Said Hamid Hasan.
Ketidakadilan yang dimaksud oleh Hamid terlihat dari jalur pertama, yakni jalur prestasi. Yang mana pesertanya hanya dari sekolah terakreditasi A dan B. padahal, peserta didik bisa melampaui jenjang akreditasi satuan pendidikannya.
Sulitnya mendapatkan status akreditasi suatu jenjang pendidikan yang tidak memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pun menciptkan kendala baru bagi sekolah dan peserta didik. Padahal, pemenuhan SNP di satuan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah.
"Jadi peserta didik kena musibah dua kali, haknya dapat sekolah berkualitas tidak dipenuhi pemerintah dan sekarang haknya untuk ikut jalur prestasi ke PTN ditutup pemerintah," jelas Hamid dalam keterangannya, Senin (26/9/2022).
Ketidakadilan lainnya bagi peserta didik ialah belum meratanya fasilitas satuan pendidikan di Tanah Air. Misalnya, satuan pendidikan di pedalaman yang jumlah gurunya sedikit serta tidak memiliki fasilitas komputer mumpuni.
Meskipun demikian, ada hal positif dari perubahan skema tes masuk PTN ini. Hamid mengapresiasi terobosan jalur prestasi yang memperhitungkan dua mata pelajaran keunggulan siswa.
Baca Juga: Merdeka Mengajar Bakal Diberhentikan Anies, Ada Masalah Apa?
Dirinya mendukung tes dengan kemampuan kognitif serta penalaran. Namun, literasi matematika akan jadi penghambat bagi peserta didik yang tidak mengambil mata pelajaran tersebut.
Menurut Mantan Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) saat ini ada hal yang lebih penting ketimbang mengurusi skema tes masuk PTN.
Hal tersebut ialah memperbaiki persoalan internal dalam PTN itu sendiri. Kemudian menambah kebijakan otonomi yang lebih besar dan kebijakan keuangan yang memungkinkan PTN berkembang.
Hamid menganggap kebijakan keuangan PTN ini disamakan dengan sistem keuangan kantor yang tidak memberikan peluang untuk berkembang, apalagi sampai bersaing secara internasional.
Alih-alih mengubah skema seleksi masuk PTN, pemerintah perlu terlebih dahulu memperhatikan guru honorer yang berpenghasilan minim. Padahal, jumlah guru honorer di Indonesia hampir setengah dari jumlah guru keseluruhan.
"Mungkin itu semua harusnya diperbaiki dulu baru-lah membahas soal skema tes masuk ke PTN," tutur Hamid.
Memperhatikan pendidik sejatinya sama dengan mempersiapkan kemajuan bangsa ke depannya, bukan hanya satu siswa sama. Seperti adagium Yunani soal pengajaran, bahwa guru adalah profesi yang menciptakan beragam profesi lainnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi