Optika.id - Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jatim, Dakelan menyesalkan penyimpangan dana hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilakukan berjemaah.
Baca Juga: Usung Anies, Warga Madura Sampaikan Terimakasih ke PKS!
Pasalnya, penyimpangan dana tidak hanya dilakukan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak. Hal itu merujuk audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Sudah rahasia umum kalau model (penyaluran) lewat benchmark-nya DPRD, ada tipping fee. Hasil audit BPK terpotret bagaimana ruang-ruang korupsi terjadi. Ada semacam korlap yang siap mengoordinir untuk buat proposal, SPJ (surat pertanggungjawaban), ucap Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)Jatim, Dakelan, Minggu (15/1/2023).
Menurut Dakelan, dana yang menjadi bancakan bisa menyejahteraan masyarakat, termasuk di Madura, Jatim.
Madura merupakan kantong kemiskinan di Jatim, bahkan ke-4 wilayahnya masuk 7 besar dari total 38 kabupaten/kota secara persentase.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebutkan Sampang di peringkat teratas dengan 237 ribu jiwa atau 23,76 persen dari total penduduknya. Kemudian, Bangkalan 215 ribu jiwa (21,57 persen), Sumenep 224 ribu jiwa (20,51 persen), dan Pamekasan di peringkat ketujuh dengan 137 ribu jiwa (15,3 persen).
"Dana hiba Jatim besar, hampir Rp 8 triliun yang dialokasikan. (Korupsi) tentu itu berdampak pada kualitas (program untuk menyejahterakan masyarakat) dan yang harusnya bisa dilakukan secara maksimal, tapi anggaran dipotong. Ya, paling tidak 20-30 persen (yang dipotong) dari total itu," tuturnya.
Fitra Jatim berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan kasus dugaan suap dana hibah APBD Jatim untuk kelompok masyarakat (pokmas) oleh Sahat Tua menjadi momentum mengusut lebih jauh.
"Ya, KPK mudah-mudahan berani dan kasus ini jadi pintu masuk untuk melihat lebih dalam lagi," kata Cak Dakelan, sapaannya.
Fitra juga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk merombak sistem pengelolaan hibah. Disarankannya menggunakan sistem teknologi digital dan daring sehingga prosesnya lebih terbuka, seperti siapa penerima hibah dan besarannya.
Baca Juga: Bijakkah Solusi Dana Desa Rp5 Miliar yang Ditawarkan Cak Imin?
Dakelan mengatakan celah korupsi tersebut itu ada karena pengawasan lemah saat proses pencairan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Ada model-modelnya, belum lagi kualitas kegiatan. Jadi, dari hulu hingga hilir lemah. Jadi, harus diperkuat pengawasan dan informasinya terbuka," paparnya.
Dana hibah yang tidak tepat sasaran ini diamini oleh Bupati Sumenep, Achmad Fauzi.
Menurutnya, banyak alokasi hibah pokmas APBD Jatim digelontorkan keMadura. Namun, belum terasa manfaatnya hingga kini.
"Kalau dilihat dari asas manfaatnya, saya pikir, selama ini tidak terlalu signifikan. Salah satunya (buktinya karena) Madura ini tingkat kemiskinannya masih tinggi," ucapnya.
Dia menuturkan hasil survei BPS 2022 menyebutkan angka kemiskinan turunnya juga tidak signifikan.
Baca Juga: Bagi Anies, Atasi Kemiskinan Tak Selalu Bansos
"Artinya, kalau banyak bantuan pokmas turun ke Madura, termasuk juga ke Sumenep, saya pikir, secara dampaknya masih belum begitu maksimal," imbuh dia.
Tokoh muda Madura itu berpendapat hibah APBD Jatim belum terasa manfaatnya lantaran proses penyalurannya tidak diketahui pemda.
Sebab, disalurkan langsung kepada pokmas via pemerintah desa (pemdes) setelah disetujui DPRD Jatim.
"Memang agak berbeda dengan program yang digelontorkan DPR RI/pusat, biasanya ada surat kementerian ke bupati. Lalu, program itu melekat di kementerian yang disalurkan ke daerah biasanya," tegasAchmad Fauzi.
Editor : Pahlevi