Ini Kriteria Ideal Lembaga Survei Menurut Bawaslu

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 20 Jan 2023 13:47 WIB

Ini Kriteria Ideal Lembaga Survei Menurut Bawaslu

Optika.id - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Puadi menguraikan tiga kriteria lembaga survei yang ideal dalam penyelenggaraan Pemilu.

Baca Juga: Perpanjang Rekapitulasi, KPU Surabaya Ajukan Rekomendasi ke Bawaslu

Pertama, menjadi pihak yang dapat memitigasi membesarnya polarisasi menjelang dan pasca-pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti, tutur dia saat peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Sementara itu, kriteria kedua yakni lembaga survei dapat menujukkan tanggung jawab moralnya dengan memberikan kontribusi yang nyata dalam melahirkan satu gagasan politik yang ideal.

Selanjutnya, setelah melahirkan satu gagasan politik yang kredibel dan bisa dipertanggung jawabkan, para lembaga survei ini harus duduk bersama satu meja dengan para pemangku kepentingan seperti KPU, Bawaslu, dan pemerintah. Tujaunnya yakni bersama-sama menyusun satu model pertarungan politik yang sehat bagi kontestan Pemilu 2024 nanti. Tak hanya itu, Puadi juga berharap agar lembaga survei bisa berkembang dengan mengedepankan prinsip integritas, transparan dan independen.

Puadi juga mengingatkan bahwa lembaga survei merupakan bagian dari partisipasi masyarakat itu sendiri sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Berdasarkan Pasal 488 poin kedua item c dan d, diuraikan bahwa masyarakat bisa berpartisipasi dalam pemilu melalui survei atau jajak pendapat mengenai pemilu serta penghitungan cepat hasil pemilu (quick count).

Kemudian, diterangkan pada Pasal 509 UU Pemilu, pengumuman hasil survei atau jajak pendapat yang dilakukan pada masa tenang bisa dikenai kurungan satu tahun bui serta ancaman denda sebanyak Rp12 juta. Mahkamah Konstitusi kemudian memaknai ketentuan tersebut dalam dua putusan. Yang pertama yakni Putusan Nomor 9 Tahun 2009 dan Putusan Nomor 24 Tahun 2014.

Baca Juga: Bawaslu Tangani 46 Kasus Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada intinya, sambung Puadi, MK memaknai jika pelaksanaan serta hasil quick count tidak dilarang asal sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi.

Berdasarkan dua putusan MK tersebut, Puadi menyampaikan jika pihaknya tinggal menunjukkan pertimbangan hukum MK yang menyatakan nihilnya data akurat untuk menunjukkan bahwa quick count mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan.

Puadi juga menjelaskan bahwa dalam dua putusan MK tersebut hanya sebagai pengingat bahwa quick count bukanlah hasil yang resmi, akan tetapi, masyarakat juga berhak mengetahui hasil dan gelaran quick count tersebut.

Baca Juga: Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024, Ini Dampaknya

Seiring waktu, sebutnya, pengaturan quick count selanjutnya mengalami beberapa perubahan norma. Dari aturan sebelumnya yang hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari pemungutan suara berlangsung kemudian menjadi bisa dilakukan paling lambat dua jam pasca pemungutan suara rampung di wilayah Indonesia bagian barat. Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 449 ayat 5 UU Pemilu.

Bawaslu, lanjut dia, punya kwenangangan penanganan kode etik dan pidana pemilu apabila lembaga survei diduga melanggar prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi. Jadi jangan ada tendensi dan manipulasi, tegas dia.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU