Jatim Sebagai Poros Penentu Kemenangan Pilpres 2024

author Seno

- Pewarta

Senin, 15 Mei 2023 21:41 WIB

Jatim Sebagai Poros Penentu Kemenangan Pilpres 2024

Optika.id - Provinsi Jawa Timur (Jatim) selama ini dianggap sebagai poros strategis dan penentu kemenangan Pilpres 2024. Selain karena jumlah pemilih yang besar sebanyak hampir 31 juta orang dari 110 juta pemilih (16 persen) secara nasional ada di Jatim, juga karena banyaknya pengaruh tokoh besar yang dulunya berasal dari pesantren Jatim, saat ini menyebar ke seluruh nusantara dan memunculkan power simbolik.

Baca Juga: Optimis Satu Putaran, Relawan Konco Prabowo Siap Dukung Ekonomi Jawa Timur Tumbuh

Surokim Abdussalam pengamat politik yang juga Peneliti Senior Surabaya Survey Center menilai, orang bisa memprediksi Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih mudah karena profil pemilihnya yang homogen, namun tidak demikian untuk Jawa Timur yang profil pemilihnya lebih heterogen.

Jatim masih dianggap seksi, kunjungan ke pondok pesantren untuk sowan dan minta restu ke Kyai-nya sebagai hal yang tidak bisa ditinggalkan, di Jateng juga banyak pesantren, tapi tidak demikian dengan di Jawa Timur, terang Wakil Rektor Universitas Trunojoyo Madura ini pada Optika.id, Senin (15/5/2023)

Konsep pemilih tradisional yang dikenal dengan samina wa aona (mendengarkan perintah atasan/Kyai serta mematuhinya), kinipun sudah bergeser ke arah pemilih rasional, yang tumbuh sekitar 27 persen (di Jatim). Sehingga saat ini, pemilih di Jatim tidak hanya sekedar melihat tokoh dari profilnya, tapi lebih ke arah kinerja dan program politik.

Hal yang harus diperhatikan saat ini oleh partai adalah keberadaan pemilih generasi Z yang kerap disebut sangat cair, tidak loyal dan cepat berubah.

Kita dulu memprediksi generasi Z akan apatis soal politik. Tapi nyatanya pemilu sebelumnya partisipasi politik mereka mencapai di atas 70 persen, tapi harus hati-hati karena pola gen Z ini tidak pernah loyal pada pilihan politiknya, imbuhnya.

Surokim juga mengungkapkan, jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya jelang hari H pencoblosan ataupun golput, biasanya berkisar antara 10 hingga 15 persen.

Selain itu ada faktor momentum yang juga penting dan selalu jadi penentu. Kalau momentum tidak dapat, sekuat apapun dan seberapa kalipun dia ikut (kontestasi) Pemilu, kadang juga masih berat untuk mengangkat elektabilitasnya, terangnya.

Strategi serangan darat seperti safari politik di pelosok maupun pesantren, dinilai bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mendongkrak suara di suatu daerah. Namun, dia yakin tidak semua daerah bisa dijangkau dengan sowan. Oleh karenanya, perlu strategi udara lewat platform media sosial.

Tidak mungkin bisa menjangkau pemilih di Jatim yang ada sekitar 30 juta pemilih. Nah, gabungan serangan udara dan darat itu tadi lah yang bisa jadi justru menentukan, jelasnya.

Surokim menyebut faktor cawapres juga punya andil besar dan penentu perolehan suara. Apalagi kalau dari posisi calon tidak ada yang dominan dan kuat. Survey yang dilakukan Surabaya Survey Center menunjukan 70 persen orang memilih presiden, pertimbangannya berdasarkan figur capresnya.

Tapi bisa jadi itu berubah kalau tidak ada calon yang dominan. Contoh dari hasil survey Pak Prabowo dan Pak Ganjar tidak ada perbedaan jauh, sehingga tidak ada yang dominan, tuturnya.

Terkait potensi adanya figur capres/cawapres asal Jatim untuk mendongkrak suara, Dosen Komunikasi Politik Fisip Universitas Trunojoyo (Unijoyo) Madura itu menganggap bisa saja dilakukan jika ini untuk membidik 16 persen suara saja.

Tapi semua tergantung partai politik, yang mana mereka punya hitung-hitungan sendiri, tukasnya.

Suara Jatim, Suara Nahdliyyin

Sementara itu, pemerhati politik nasional, Eric Hermawan menuturkan pada hasil Pilpres 2019 di Jatim lalu, suara sah di Pemilu 2019 ada 24,6 juta orang. Prabowo hanya mendapat separuh dari suara yang diraih Jokowi. Prabowo 8,4 juta suara, Jokowi 16,2 juta suara.

Eric menerangkan telaknya kemenangan tersebut ternyata tidak terjadi di 2014, Jokowi meraup 11,6 juta suara, Prabowo 10,2 juta suara.

Baca Juga: Tidak Syarati Aturan: Bawaslu Pamekasan Tolak Penuhi Tuntutan DPD PAN untuk PSU

"Suara pemilih Jawa Timur sangat memperhatikan sosok-sosok penting yang memiliki latar belakang yang berasal kalangan Nahdliyyin," ungkap pengajar di Institut Ilmu Sosial dan Manajemen (STIAMI) Jakarta ini, seperti dikutip Optika.id dari akun Twitter-nya, Senin (15/5/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurutnya, kemenangan kubu Jokowi-Maruf di Jatim jelas disebabkan efek ekor jas animo warga NU untuk memilih perwakilannya. Eric menyebut keberadaan calon dari respresentasi NU sangat terasa pengaruhnya dalam bentuk partisipasi suara mereka.

"Kemenangan kubu Jokowi di Jatim jelas disebabkan efek ekor jas animo warga NU untuk memilih perwakilannya (KH Maruf Amin). Apalagi, jika kiai-kiai sudah bersikap dan menentukan pilihan, sebagian besar umatnya samina wa athona. Itulah yang terjadi di 2019, katanya.

Eric mengatakan jika melihat temuan hasil riset Indopol, mengenai sosok elektabilitas capres 2024 dari kalangan NU, terdapat beberapa nama populer yang masuk dan potensial.

Nama Mahfud MD menjadi peraih hasil paling tinggi elektabilitanya di kalangan Nahdliyyin dan simpatisan yakni 20,44%. Nama lain seperti Khofifah Indar Parawansa 15,57%, Muhaimin Iskadar 9,12%, KH. Yahya Cholil Tsaquf 6,29%, Said Aqil Siradj 4,09%, dan Yaqut Cholil Qoumas 2,83%.

"Sosok dari NU Jawa Timur seperti Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, dan Muhaimin Iskandar mendominasi harapan kalangan Nahdliyyin agar nama tersebut dapat berkontestasi di pemilihan yang akan datang. Terkhusus Mahfud MD layak menjadi sorotan khusus. Terutama pengaruh dan elektabilitas namanya di kalangan NU Jawa Timur cukup tinggi," tambahnya.

Eric meyakini, keberadaan calon dari respresentasi Nahdlatul Ulama (NU) sangat berpengaruh dalam bentuk partisipasi suara di Jawa Timur. Oleh karena itu, pada pemilu 2024, Nahdliyyin tentu menunggu siapa sosok yang akan berkontestasi.

Dia pun meyakini, Mahfud, Khofifah, dan Muhaimin Iskadar akan berpeluang besar mendominasi harapan kalangan Nahdliyyin, khususnya di Jawa Timur.

Eric melanjutkan, dari tiga nama tersebut, tentu saat ini Mahfud Md sebagai Menko Polhukam tengah mendapat banyak sorotan. Khususnya, dalam penegakan hukum di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Mulai dari kasus Sambo, Kanjuruhan, Teddy Minahasa sampai kasus transaksi janggal Kemenkeu.

Baca Juga: KPU Sebut 80 Petugas Pemilu 2024 di Jatim Meninggal Dunia: Jember Paling Banyak

Tidak dapat disangkal bahwa peran Mahfud sebagai respresentasi Nahdliyyin di tingkat nasional cukup mengambil hati publik, tuturnya.

Eric menilai, Mahfud seolah menjadi oase di saat publik yang tidak merasa terwakili atas nasib kejelasan penegakan hukum dan kemanusiaan kini mendapat harapan saat Mahfud bisa secara cepat dan tegas bertindak.

Tidak banyak orang yang berani melakukannya (tegas dalam tindakan hukum). Ini mengapa posisi Mahfud jadi sosok yang akan selalu dipertimbangkan pemilih menjalang pemilihan presiden, khususnya NU di Jawa Timur, tukasnya.

Jatim Jadi Kunci

Diketahui, pesta demokrasi 2024 semakin mendekat. Seluruh partai politik (parpol) sudah sibuk dengan tahapan Pemilu yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pemilihan presiden periode tahun 014 dan 2019 lalu membuktikan Pulau Jawa menjadi penentu kemenangan. Tingginya jumlah pemilih dengan sokongan sistem pemilihan one man one vote membuat Jawa menjadi kunci untuk daya tawar calon memenangkan laga.

Pasalnya, ada separuh lebih pemilih nasional terdapat di enam provinsi dan tiga provinsi di Pulau Jawa. Yakni, Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Barat (Jabar), menjadi arena penentu pertarungan.

Di tiga provinsi itu, terdapat 70 juta lebih pemilih di tiga provinsi ini dari total 154 juta pemilih pada Pilpres 2019 lalu.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU