Muhammadiyah Ingatkan Pejabat Cawe-Cawe Pemilu Bisa Abuse of Power

author Seno

- Pewarta

Minggu, 25 Jun 2023 02:06 WIB

Muhammadiyah Ingatkan Pejabat Cawe-Cawe Pemilu Bisa Abuse of Power

Optika.id - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umumnya Abdul Muti meminta para pejabat tidak cawe-cawe dalam pemilu 2024. Baik pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, pejabat negara lainnya, termasuk TNI dan Polri diminta tidak cawe cawe.

Baca Juga: Pakar Hukum: Cawe-cawe Jokowi Harusnya Haram!

Cawe-cawe dalam pemilu 2024, ungkap Haedar, bisa menyebabkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), begitu pesan khusus Haedar di tengah maraknya isu cawe cawe pejabat negara dalam pemilu 2024, dikutip dari pwmu.co, Jumat (23/6/2023).

Pernyataan kritis itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, di acara forum media gathering di Aula Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis (22/6/2023). Baru Muhammadiyahlah, sebagai organisasi sosial keagamaan, yang secara tegas meminta pejabat negara tidak cawe-cawe politik dalam pemilu 2024.

Para pejabat, siapapun itu tidak menyalahgunakan wewenang dengan ikut cawe-cawe dalam Pemilu 2024, kata Haedar Nashir. Jadi hal yang dipesankan oleh Muhammadiyah, sambung dia, jangan sampai ada abuse of power, jangan sampai ada penyalahgunaan kekuasaan.

Haedar mengingatkan jika ada cawe-cawe maka harga yang dibayar untuk penyalahgunaan ini cukup mahal bagi kesehatan sebuah negara.

Pesan Muhammadiyah untuk seluruh pejabat yang punya posisi di dalam pemerintahan, baik di eksekutif dari presiden, gubernur, walikota sampai bupati, maupun di legislatif, ketua MPR, ketua DPR, tentu juga di lembaga-lembaga yudikatif bahkan di Mahkamah Konstitusi agar bagaimana Pemilu ini tidak sekadar luber-jurdil, bermartabat dalam konteks kemandirian tapi juga tidak menimbulkan proses konflik politik yang keras akibat dari tidak bisa menahan posisi dan menahan keterlibatan di dalam proses politik, tegasnya.

Alih-alih ikut cawe-cawe, para pejabat diharapkan mengawal pemilu secara adil tanpa menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.

Peringatan Haedar itu dalam rangka menjaga dan mengembangkan demokrasi. Memang demokrasi bisa diukur melalui pemilu yang demokratis: jujur, adil, dan transparan.

Menyambung peringatan Haedar tentang politik cawe-cawe, Carol Sahley, teoritisi spesialis demokrasi dari USAID (United States Agency for International Development) memberikan ukuran pemilu demokrasi.

Bagi Sahley pemilu demokratis jika ada transparansi, inklusif, akuntabel, dan harus ada ruang untuk oposisi. Harus ada kesempatan setara untuk bersaing dalam pemilu.

Ilmuwan sekaligus diplomat Amerika Serikat Jeane Kirkpatrice selaras dengan pendapat Sahley, bahwa pemilu demokratis itu kompetitif dan oposisi diberi ruang setara sehingga bisa berkompetisi secara adil.

Bertolak dari ukuran demokratis itu maka gelagat politik cawe cawe dalam pemilu 2024 bisa merupakan ancaman bagi demokrasi Indonseia.

Istilah Haedar bisa mengganggu kesehatan sebuah negara. Baik Haedar, Sahley, dan Kirkpatrice berkesimpulan pemilu demokratis jika tidak ada cawe cawe pejabat negara. cawe cawe politik mengarah ke abuse of power. Itu merusak demokrasi.

Jokowi Cawe-Cawe Politik

Isu tentang cawe-cawe politik dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga menjadi perdebatan publik. Jokowi melontarkan tekadnya untuk selalu cawe cawe politik untuk urusan pemilu 2024 tatkala bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi dan content creator di Istana Negara, Senin, (29/5/2023).

Menurut Jokowi aksi cawe-cawe politiknya itu merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan, Tempo.co, Sabtu, (24/6/2023) 14:02 WIB.

Baca Juga: Guru Besar UGM Prediksi Jokowi Kembali Cawe-Cawe di Pilkada

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pernyataan Jokowi tentang cawe-cawe yang dikutip Tempo.co itu dengan jelas bahwa cawe-cawe enggak melanggar Undang-Undang."

Lontaran istilah cawe cawe dalam politik itu muncul saat tanya jawab. Beberapa pemimpin redaksi menanyakan siapa sosok calon presiden atau capres yang akan didukung Jokowi pada Pilpres 2024. Dalam kesempatan itu, Jokowi menegaskan akan cawe-cawe dalam momentum 13 tahun sebuah negara.

Pernyataan Jokowi tentang cawe cawe itu kemudian diluruskan oleh Bey Triadi Machmudin selaku Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.

"Terkait penjelasan tentang cawe-cawe untuk negara dalam pemilu, konteksnya adalah: Presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil," urai Bey, Senin 29 Mei 2023 (Liputan6.com, 31 Mei 2023, 09:02 WIB).

Menurut Bey Machmudin, Presiden Jokowi berkepentingan memastikan pemilu terselenggara dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat. Selain itu, Jokowi ingin memastikan pemimpin berikutnya dapat mengawal kebijakan strategis.

Dari Negara Hadir Hingga Cawe-Cawe

Darimana istilah cawe cawe itu dirunut? Secara hipotesis ada kaitan antara istilah cawe cawe dengan istilah negara hadir. Konsep besar keikutsertaan negara dalam mengatur masyarakat oleh Presiden Jokowi dibungkus dalam istilah negara hadir.

Negara harus hadir, kata Jokowi saat berpidato tentang pelayanan publik. Menurutnya, negara disebut hadir bagi masyarakat apabila mampu memberikan pelayanan publik yang prima.

Baca Juga: Hasrat Jokowi untuk Cawe-Cawe Akan Pupus

"Pelayanan publik adalah wajah kongkret kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari," ujar Jokowi, saat memberikan sambutan dalam penyampaian laporan kinerja Ombudsman Republik Indonesia 2020 secara virtual, Senin (8/2/2021).

"Negara disebutkan hadir jika mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang prima, cepat, profesional, berkeadilan," lanjutnya, kompas.com, (8/2/2021). Sejak berkuasa, Jokowi dan semua jajaran kementerian, juga staf ahlinya menggaungkan istilah negara hadir. Istilah dan konsep negara hadir itu dengan cepat menjadi istilah publik. Menjadi bahan pidato dan diskusi masyarakat luas.

Negara hadir dalam khazanah publik Indonesia tidak pernah jelas. Apakah negara hadir itu bermakna intervensi: ikut campur negara disemua bidang kehidupan sebagaimana negara otoritarian dan totalitarian? Apakah negara hadir itu sebagai fasilitator kepada masyarakat?

Sebagaimana negara demokrasi dan liberal pasca teori ekonomi politik neo-liberal. Atau negara hadir untuk menyelamatkan sistem kapitalisme dengan oligarkinya semacam negara Bonapartis.

Presiden Jokowi adalah seorang politisi ulung dan mempunyai full power. Secara hipotesis Jokowi mengoperasionalkan konsep negara hadir dalam politik adalah cawe-cawe. Cawe-cawe adalah obsesi Jokowi dalam menghadapi pemilu 2024 yang makin kompleks itu. Nah, langkah operasional sederhana dari negara hadir adalah cawe-cawe politik.

Terasa langkah-langkah politik Jokowi untuk cawe-cawe politik dekat dengan konsep intervensi dan secara ideologis ada aspek hegemoninya Gramsci.

Cawe-cawe, meskipun istilah Jawa yang berarti ikut campur itu, terdengar sangat sederhana. Di balik istilah Jawa sederhana itu tampaknya ada magis politik yang berkonsekuensi panjang: penundukan Lembaga hukum, politik, ekonomi, TNI, dan polri dalam satu tangan. Itulah yang disebut Ketum Muhammadiyah, Haedar Nashir, sebagai abuse of power.

Tulisan: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU