Ketika Demak Kehilangan Masa Jayanya

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 25 Jul 2023 14:29 WIB

Ketika Demak Kehilangan Masa Jayanya

Optika.id - Dalam kejayaan kisah-kisah di Nusantara, terutama masa Islam, mungkin Demak adalah salah satu yang terkenal, khususnya di tanah Jawa. Tak dapat dipungkiri jika Demak menjelma menjadi kerajaan bercorak Islam. Demak pernah menjadi kerajaan paling berpengaruh pulau Jawa. Demak mengukuhkan superioritasnya atas wilayah pantai pesisir Jawa, Semarang, Tegal, Japura, Cirebon, Tidunan, Jepara, Rembang, bahkan hingga Palembang dan Jambi berada dibawah kekuasaan Demak.

Baca Juga: Sejak Kapan Quick Count Mulai Digunakan dalam Pemilu?

Penguasa Demak, Patih Rodim (Raden Patah) berupaya menjaga stabilitas politik dengan menempatkan saudara-saudara dan kroni-kroninya dalam posisi strategis. Cirebon dipercayakan kepada kroni setianya, Patih Qodir, sedangkan Patih Codia mendapat mandat memegang kekuasaan tanah Japura (Losari).

Sementara Tegal diambil alih pamannya Patih Unus dan Semarang diserahkan kepada ayah mertuanya, Patih Mahmet. Patih Orob, saudara laki-laki ayahnya diberi mandat untuk mengelola wilayah Tidunan sedangkan Patih Unus mengusai Jepara.

Menurut Tome Pires dalam buku catatan perjalannya, Summa Oriental; Perjalanan Dari Laut Merak Ke Cina, daerah Rembang yang hancur lebur oleh serbuan tentara Tuban berada dibawah kekuasaan paman Patih Unus, Patih Morob.

Kakek Patih Rodim berasal dari Gresik. Menurut Anthony Reid, kakek Patih Rodim teridentifikasi sebagai saudagar China Muslim. Tradisi lisan yang kental mengaburkan asal-usul orang-orang Cina Muslim di Jawa.

Anthony Reid dalam Sejarah Modern Awal Asia Tenggara menilai jika klaim historis dan legitimasi silsilah ini berupaya membenarkan keberadaan orang-orang Cina yang sudah menempati pesisir Jawa sejak jauh-jauh hari, bahkan sebelum kedatangan Tome Pires (1515 M).

Yang kelihatan jelas adalah pembedaan antara orang-orang Cina peranakan dan orang-orang Jawa pesisiran sebagian besar telah menghilang pada 1510, dan pembedaan penting sekarang menurut pandangan kebanyakan orang adalah antara daerah pesisir Islam/perniagaan dengan daerah pedalaman Hindu/aristokrat, tulis Anthony Reid dalam Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, dikutip Optika.id, Selasa (25/7/2023).

Kakek Patih Rodim mengunjungi pelabuhan Gresik untuk kepentingan perniagaan. Berlandaskan penuturan Tome Pires yang membingungkan, kakek Patih Rodim disebut budak yang diberikan kekuasaan yang lebih besar dapat dipahami sebagai syahbandar.

Ada kemungkinan istilah budak yang Tome Pires tulis berbeda dengan maksud informan-informannya. Budak dapat diartikan bawahan yang setia. Dalam kultur Jawa pedalaman, pengabdian total kepada tuannya tidaklah seburuk istilah budak yang dipenuhi berkonotasi negatif.

Demak Merangkak

Buku-buku karya sejarawan partikelir yang beredar dengan judul menggugah seringkali menafsirkan literatur sejarah secara serampangan. Seorang pembaca sejarah harus jeli, apakah yang anda beli buku sejarah atau buku dongeng sejarah.

Baca Juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penulisan sejarah berupaya menuturkan sejarah sebagaimana adanya berdasarkan sumber-sumber sejarah, bukan bercampur-aduk dengan nasionalisme, fanatisme Islam dan klaim-klaim religius lainnya.

Ekspedisi Patih Unus ke Malaka bukanlah operasi militer yang menelurkan kebanggaan. Meskipun saya Muslim, tapi saya lebih percaya Tome Pires yang kafir ketimbang penulis buku-buku (dongeng) sejarah Islam yang menghiperbola kehebatan ekspedisi militer Patih Unus ke Malaka. Yang jarang diketahui justru dampak ekspedisi militer ke Malaka bagi Patih Unus dan Demak.

Menurut laporan Tome Pires, Patih Unus hanya mempunyai kurang dari 10 jung (kapal). Dalam ekspedisi militer ke Malaka, Patih Unus mengerahkan 30.000 prajurit Jawa dan 10.000 dari Palembang. Jumlah prajurit termasuk taksiran berlebihan mengingat Demak yang hanya memiki sedikit kapal perang.

Patih Unus mengerahkan hampir seluruh pasukannya, meskipun Demak dalam keadaan berperang dengan Tuban. Patih Unus menyerbu Malaka bukanlah berlandaskan motif agama (Islam), melainkan kepentingan perniagaan.

Ketika Patih Rodim (Raden Patah) berkuasa, Demak mampu mengekspor beras dan bahan pangan lainnya ke Malaka dengan puluhan kapal bermuatan penuh secara konsisten. Setelah kejatuhan Malaka pada 1511 M, Patih Unus meresponnya dengan ekspansi militer pada 1512 M.

Baca Juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel

Ia (Patih Unus) kehilangan banyak orang dalam perang, jatuh miskin, hanya memiliki 5 atau 6 pangajava di Demak dan tidak memiliki jung sama sekali. Ia harus memohon pengampunan dan perlindungan dari Malaka, serta meminta untuk menjadi bawahannya. Jika tidak, ia akan benar-benar runtuh karena ia tidak menjalankan perdagangan apapun selama tiga atau empat tahun, tulis Tome Pires dalam Summa Oriental.

Terlepas dari ketidakakuratan laporan Tome Pires, namun fakta historisnya tetaplah Patih Unus mengalami kekalahan telak. Tome Pires mengabarkan nasib Demak yang dirundung ambruk. Patih Unus menelan banyak kerugian yang menguras harta kekayaan kerajaan Demak.

Menurut Tome Pires, rakyatnya memilih meninggalkan Demak dan bermigrasi menuju kantong-kantong perekonomian lainnya di kepulauan Nusantara.

Pasca ekspedisi militer Patih Unus, pelabuhan Gresik, Tuban dan Surabaya meniru kesuksesan Demak, Jepara dan Cirebon dalam mengekspor beras dan bahan pangan lainnya.

Para pedagang merajut kembali jalinan perniagaan antara Malaka, pelabuhan-pelabuhan transit di pulau Jawa dan Maluku. Akan tetapi, perekenomian Demak masih terseok-seok sementara armada lautnya tinggal kenangan.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU