Optika.id - Kasus bullying atau perundungan belakangan ini kerap terjadi di berbagai wilayah Indonesia dengan kasus yang berbeda-beda. Bukan hanya itu saja, tak sedikit kasus perundungan ini menyebabkan kematian korbannya.
Baca Juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
Perundungan sendiri merupakan pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain serta merasa trauma dan ketakutan apabila perilaku buruk itu terjadi lagi sementara korbannya tidak berdaya untuk mencegah apa yang menimpa dirinya.
Perundungan tidak bisa dilepaskan dari kesenjangan kuasa dan kekuatan antara pelaku dan korban serta diikuti oleh pengulangan perilaku. Sepanjang tahun 2016 hingga 2021, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku menerima aduan sebanyak 480 anak yang menjadi korban dari perundungan di sekolah.
Kasus perundungan ini sayangnya menghadapi kendala untuk memutus mata rantainya sehingga hal tersbeut merupakan salah satu pokok permasalahan yang dihadapi saat ini. Hal itu terjadi lantaran korban bisa menjadi pelaku dan pelaku juga bisa menjadi korban. Oleh sebab itu, diperlukan peran dari banyak pihak agar bisa memutuskan mata rantai kasus perundungan terssebut.
Perundungan yang dilakukan tak melulu fisik saja. Menurut dokter spesialis kedokteran jiwa subspesialis anak dan remaja rumah sakit (RS) Pondok Indah Bintaro Jaya, Anggia Hapsari dalam keterangannya, Jumat (28/7/2023), ada beberapa jenis perundungan yang dilakukan dan tidak hanya terbatas perundungan fisik saja. Apa saja jenis perundungan itu?
Perundungan Fisik
Perundungan jenis ini melibatkan adanya kontak fisik antara pelaku dan korban. Jenis perundungan ini mudah diidentifikasi karena terlihat luka fisiknya di tubuh korban. Perilaku yang termasuk perundungan fisik adalah menendang, memukul, mendorong, meludahi, mencekik, melukai dengan menggunakan benda, memaksa korban melakukan aktivitas tertentu, merusak benda miliki korban, menjambak, dan masih banyak lagi.
Perundungan Verbal
Baca Juga: KPPPA Minta Kasus Perundungan Sekolah Internasional Binus Diselesaikan dengan UU Pidana Anak
Biasanya perundungan jenis ini melibatkan Bahasa verbal atau lisan dengan tujuan menyakiti hati korban. Perilaku yang tergolong dari perundungan verbal ini adalah memberi nama julukan yang tidak pantas, mengejek, memfitnah, melecehkan secara verbal, meneror, dan lain sebagainya. Banyak yang tidak menyadari perundungan jenis ini kendati sudah sering terjadi di keseharian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perundungan Relasi Sosial
Perundungan jenis ini bertujuan untuk melemahkan harga diri korban secara sistematis.
"Perundungan relasi sosial adalah jenis perundungan yang bertujuan menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain. Contohnya, dengan menyebarkan rumor, mempermalukan seseorang di depan umum, menghasut untuk menjauhi seseorang, menertawakan, menghancurkan reputasi seseorang, mengakhiri hubungan tanpa alasan, dan lainnya," kata Anggia dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga: Bullying Terjadi Lagi, FSGI: Sekolah Tak Boleh Cuci Tangan dan Main Aman
Perundungan Elektronik
Perundungan ini dilakukan melalui media elektronik seperti gawai, internet, situs, chatting room, e-mail, SMS, computer, laptop, dan lain sebagainya. Bentuk perundungan ini bisa menggunakan gambar, video, dan tulisan yang bertujuan untuk menakuti, mengintimidasi, dan menyakiti korbannya. Perundungan melalui internet yang akrab dikenal dengan istilah cyberbullying ini menjadi salah satu perundungan yang paling banyak terjadi di tengah masifnya penggunaan media sosial.
Itu tadi merupakan jenis-jenis perundungan yang ada dan dialami oleh banyak orang, namun sebagian dari mereka memilih untuk bungkam karena intimidasi dari pelaku. Oleh sebab itu, apabila ada yang menjadi korban perundungan di sekolah, jangan ragu dan jadilah berani dengan bicara pada pembimbing, kepala sekolah, atau keluarga agar perundungan yang dialami bisa berhenti sesegera mungkin.
Apabila belum berhasil juga dan pihak sekolah masih diam, segera minta keluarga untuk mendampingi pelaporan perundungan dengan mengambil langkah hukum. Dengan demikian, pelaku bisa mendapatkan efek jera dan tidak melakukan perundungan lagi.
Editor : Pahlevi