Optika.id - Rampungnya Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) diklaim sebagai keberhasilan terbesar pemerintah. Padahal, sejak proyek ini masih berwujud wacana hingga proses penggarapan, banyak masyarakat hingga pengamat yang menolak dengan alasan buang-buang anggaran. Kini, kekhwatiran tersebut sudah terwujud.
Menurut pemerhati BUMN, Herry Gunawan, pemerintah saat ini sudah terjebak dan sulit keluar dari perangkap utang untuk kereta cepat. Akibatnya, pemerintah menerima APBN untuk dijadikan jaminan pinjaman dalam membiayai kereta cepat.
Baca Juga: Penyusunan APBN 2025 Tak Libatkan KPK, Anggaran Makan Siang Gratis Tak Diawasi?
Sebelumnya, China memang sempat meminta agar APBN dijadikan jaminan dari pinjaman utang proyek itu. Melalui China Development Bank, negeri tirai bamboo tersebut memberikan pinjaman sebesar 560 juta dolar AS atau setara dengan Rp8,3 triliun untuk membiayai cost overrun yang besarannya saja setara dengan Rp18 triliun. Tak sampai disitu, China juga mematok bunga utang sebesar 3,4 persen yang jauh lebih tinggi dari harapan pemerintah Indonesia yang hanya mematok sebesar 2 persen saja.
Dengan Cina minta jaminan APBN, membuktikan bahwa proyek ini tidak menguntungkan setidaknya dalam jangka pendek dan menengah, kata Herry dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).
Herry menegaskan bahwa masalah ini cukup serius. Pasalnya, pemerintah harus mengalokasikan dana sejumlah pinjaman yang dijamin dengan menjadikan APBN sebagai jaminan. Ketika tidak terbayar, maka pemerintah harus nombok utang itu beserta dengan bunganya.
Dengan adanya alokasi penjaminan atas pinjaman itu, maka ada potensi alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga atau program lain, berkurang jatahnya," papar dia.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak, PT KAI Utang Rp7 Triliun ke Bank China
Yang lebih bahaya adlah jika yang jadi korban di anggaran adalah subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat miskin. Apabila hal ini terjadi, maka dampaknya akan terasa sangat nyata dengan kenaikan barang subsidi. Misalnya, BBM, pupuk, listrik, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, yang menanggung beban adalah rakyat Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi, kebijakan 'menggadaikan' APBN ini bisa menjerumuskan rakyat," ucapnya.
Sementara itu, dalam keterangan pers nya anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati mengingatkan bahwa sejatinya APBN adalah amanah konstitusi yang harus dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat. Anis menegaskan bahwa proyek kereta cepat ini tidak memiliki urgensi dan signifikanasi yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat yang harus didanai oleh APBN.
Baca Juga: Utang Negara Tembus 8 Ribu Triliun, Jokowi Malah Tarik Utang Rp90 Triliun dalam Sebulan!
Masih banyak persoalan bangsa yang patut dan layak dibiayai oleh APBN untuk membantu kehidupan masyarakat, di antaranya: kemiskinan ekstrem, stunting, fasilitas puskesmas, tenaga honorer, membantu petani, nelayan dan lainnya, kata dia dalam keterangan persnya.
Ia menilai KCJB yang merupakan proyek mercusuar pemerintah belum dibutuhkan masyarakat saat ini. Terlebih biaya atau cost-nya jauh lebih besar ketimbang manfaat yang bisa dirasakan masyarakat luas.
Editor : Pahlevi