Sumber gambar: Kompasiana.
Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Baca Juga: Saya Diikutkan Dalam Grup Percakapan Rahasia
Optika.id - Ketika saya mendengar pemerintah akan membangun Sekolah Rakyat, saya tidak begitu perhatian mengingat saya dulu tahun 1960 an saya pernah sekolah di Sekolah Rakyat atau SR yang sekarang menjadi SD atau Sekolah Dasar. Sekolah Rakyat yang dulu tempat saya belajar itu adalah sekolah inklusif artinya muridnya campur, tidak hanya anak dari golongan miskin tapi juga ada anak dari kalangan berada.
Saya berpikir "mungkin pemerintah akan mengganti lagi nama SD kembali ke SR seperti dulu", kita rakyat ini sudah terbiasa menyaksikan ganti pemerintah atau menteri pendidikan maka kurikulum dan buku-buku ajar berganti. Tapi sekarang saya bertanya dalam hati "ada sekolah rakyat khsuus untuk anak-anak miskin?"
Seperti diketahui Presiden Prabowo Subianto menegaskan baru-baru ini bahwa pemerintah akan membangun Sekolah Rakyat yang merupakan langkah konkret dalam meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Menurutnya, anak-anak dari keluarga miskin harus memiliki kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui pendidikan berkualitas.
"Jika seorang ayah berprofesi sebagai pemulung, anaknya harus memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik. Pendidikan adalah kunci pemberdayaan," ujar Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Sebagai bagian dari program ini, pemerintah akan membangun 200 sekolah berasrama yang menampung hingga 1.000 siswa per sekolah. Sekolah ini akan mencakup jenjang SD, SMP, dan SMA, dengan prioritas bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
Baca Juga: Jajaran Pengurus Danantara Ada Orang Asing
Pemerintah menargetkan pembangunan 200 sekolah rakyat per tahun, sehingga dalam lima tahun ke depan, setiap kabupaten di Indonesia memiliki minimal satu sekolah rakyat, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi. "Kita ingin memberantas kemiskinan secepat mungkin, dan saya yakin kita mampu melakukannya," tegas Prabowo.
Tujuan pembangunan sekolah rakyat untuk memotong rantai kemiskinan, untuk pemerataan pendidikan dan pemberantasan kemiskinan. Sekolah rakyat diharapkan dapat memberdayakan masyarakat miskin dan meningkatkan taraf hidup mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri Sosial yang akrab disapa Gus Ipul menjelaskan bahwa sekolah rakyat adalah sekolah gratis yang diperuntukkan bagi peserta didik dari keluarga miskin ekstrem dan miskin. Jadi jelas SR baru ini ditujukan untuk anak-anak miskin.
Sahabat-sahabat saya yang dosen, pendidik, ahli ilmu komunikasi dsb berpendapat bahwa pemerintah perlu memperhatikan kesan negative dari pembangunan sekolah rakyat yang memiliki tujuan mulia itu antara lain nama "Sekolah Rakyat" bisa memiliki stigma yang buruk bagi masyarakat karena nama itu merupakan sebuah simbol.
Baca Juga: Bentrok Antar Aparat Keamanan Itu Sia-Sia
Masyarakat lalu memiliki kesan sekolah yang dibangun itu adalah sekolah di kawasan orang miskin. Guru-guru yang mengajar disitu juga punya kesan "katanya ditempatkan di sekolah untuk orang miskin". Nama SR itu jadinya menjadi simbol yang detrimental dengan salah satu tujuan negara yaitu Persatuan Indonesia.
Hal itu juga terjadi adanya "pemisahan geografis" antara Sekolah Rakyat untuk orang miskin dengan Sekolah yang untuk anak-anak "bukan miskin". Ada dinding pemisah diantara sesama anak bangsa.
Ada yang berpendapat, kenapa sistem yang sudah berjalan dengan baik saat ini tidak dilanjutkan saja yaitu institusi sekolah yang inklusif untuk semua golongan. Sementara untuk membantu masyarakat yang kurang mampu maka ada program misalnya pemberian beasiswa gratis bagi masyarakat miskin, memberikan potongan atau menggratiskan pembayaran SPP bagi anak yang hafal Al-Quran atau yang memiliki prestasi dibidang olahraga dan seni budaya atau bagi anak-anak veteran, difabel dan sebagainya.
Jangan sampai ada kesan pemisahan anak-anak bangsa berdasarkan kondisi ekonomi seperti yang pernah terjadi di jaman penjajahan Belanda dulu yaitu anak-anak orang miskin hanya boleh "Sekolah Ongko 2" atau hanya boleh sampai di kelas 2 saja; sementara anak-anak orang Belanda dan Priyayi boleh sekolah sampai ke jenjang Universitas.
Semoga para pemangku kekuasaan di negeri ini lebih wise atau bijak dalam hal ini.
Editor : Pahlevi