Optika.id - Tuntutan 12 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa pembunuh mendiang Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dinilai bisa menggerus citra status Justice Collaborator (JC). Pasalnya, tuntutan tersebut bisa melahirkan kesan bahwa status JC merupakan hal yang sia-sia.
Baca Juga: Lemkapi Nilai Tindakan LPSK Berlebihan, Keselamatan Bharada E Tanggung Jawab Kemenkumham dan Polri
Hal tersebut diungkapkan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar yang menilai jika kesia-siaan status JC tersebut bukan mustahil mengingat Richard alias Bharada E yang menyandang status itu tidak mendapatkan keringanan hukuman dibanding yang lainnya.
Tentunya hal ini bisa berdampakpada perkembangan penegakan hukum pidana. Khususnya pada pengungkapan berbagai kasus sulit dan tidak sederhana dalam proses penyelesaiannya.Sehingganantinyapelaku enggan menjadi JC karena tidak berpengaruh banyak pada tuntutan (keringanan hukuman), ujarnya kepadaOptika.id, Jumat (20/1/2023).
Tak hanya itu, dia menilai jika tuntutan 12 tahun penjara yang diterima oleh Richard merupakan bentuk dari ketidakadilan. Pasalnya, Richard selama ini dinilai berusaha untuk mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang semula ditutupi kabut hitam kepalsuan Ferdy Sambo beserta skenario gelapnya tersebut.
Soal sikap Jaksa yang tuntutannya dirasa tidak memenuhi unsur dan rasa keadilan, dia menyerahkan segalanya kepada kebijakan Jaksa Agung saja sebab memang tidak terasa ada keadilan dalam tuntutan yang dibacakan beberapa waktu yang lalu itu.
Diketahui, ketika pembacaan tuntutan tersebut terdakwa Richard hanya mampu memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya saja ketika tahu dirinya bakal mendekam di bui selama 12 tahun penjara. Kendati sejak awal Richard menyandang status sebagai JC dan telah dipertimbangkan mendapatkan keringinan hukuman dalam tuntutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Hal ini disampaikan Jaksa saat membacakan tuntutan untuk terdakwa Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023). Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 12 tahun penjara dipotong masa penahanan, kata Jaksa Paris Manalu.
Baca Juga: Mengapa Bharada E Tidak Jadi Ditahan di Lapas Salemba?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pertimbangannya, Richard yang juga berperan menembak dan melesatkan peluru ke tubuh Brigadir J dinilai telah melanggar pasal 340 KUHP subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP. Meski, ia menyandang status JC dan diperintah Ferdy Sambo menembak Brigadir J.
Di sisi lain, keluarga dari Brigadir J mengaku keberatan atas tuntutan 12 tahun penjara kepada Bharada E tersebut. Menurut Kamarddin Simanjuntak selaku pengacara keluarga Brigadir J, tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlalu tinggi.
Kamaruddin mengatakan seharusnya Bharada E dibui di bawah 5 tahun. Misalnya 2 atau 3 tahun. Sebabnya, pihak Bharada E sudah menemui kliennya dan meminta maaf secara langsung. Di sisi lain, dia bersimpati kepada Bharada E sebab menembak Brigadir J atas kuasa di atasnya alias mendapat instruksi langsung dari bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Ferdy Sambo. Dia mengaku menyesali keputusan dari JPU tersebut.
Baca Juga: Dijatuhi Vonis Ringan 18 Bulan Penjara, Ini yang Meringankan Richard Eliezer
Kamaruddin melanjutkan, ketidakkuasaan Bharada E untuk menolak instruksi Ferdy Sambo menembak Brigadir J sangat tampak dalam kasus ini. Sebab, ada realisasi kuasa yang sangat kuat.
Dicontohkannya, eks Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Propam Polri, Hendra Kurniawan, tidak kuasa menolak perintah Sambo yang berpangkat brigadir jenderal (brigjen). Sementara itu, Bharada E masih tamtama tingkat satu
"Yang lebih senior saja enggak bisa menolak, apalagi cuma Bharada Richard Eliezer," ucapnya.
Editor : Pahlevi