Optika.id - Menjadi seorang ibu merupakan dambaan bagi sebagian perempuan. Masa-masa menjadi ibu merupakan masa yang tidak bisa diulang dan merupakan masa indah sekaligus bonding antara sang ibu dengan anaknya. Namun, beberapa dari para ibu bisa menjadi stress dan depresi ketika mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga yang tidak pernah habis.
Baca Juga: Pemilu Sebabkan Banyak Orang Stres, Ini Cara Mengatasinya
Kita pasti akrab dengan istilah sindrom baby blues dan depresi postpartum yang terjadi pada ibu yang setelah melahirkan. Lantas, apa beda dari keduanya?
Menurut Psikolog Klinis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuran Abdat, ibu hamil memang rentan mengalami depresi pasca melahirkan karena perempuan mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki.
"Depresi pada wanita dapat terjadi pada usia reproduktif yaitu antara 12 hingga 51 tahun," kata Nuran dalam keterangan yang diterima Optika.id, Senin (21/8/2023).
Alhasil, depresi itupun bisa memicu sindrom baby blues yang berupa gangguan emosi dan umumnya muncul paa dua sampai tiga hari pasca melahirkan. Meskipun demikian, sindrom baby blues ini juga bisa muncul hingga 2 minggu setelah ibu melahirkan.
Adapun gejala yang muncul ketika mengalami baby blues secara umum adalah sang ibu mengalami rasa sedih berlebihan, mudah lupa dan mudah tersinggung, kerap menangis tanpa alasan yang jelas, merasa cemas, emosi berubah-ubah, tidak senang melihat si bayi, kualitas tidur berkurang hingga khawatir tidak bisa merawat bayi dengan baik.
Nuran menjelaskan ada sekitar 80% ibu hamil dan melahirkan mengalami sindrom baby blues ini sehingga kondisi tersebut umum terjadi pada tiap ibu pasca melahirkan. Namun yang patut jadi perhatian, sindrom baby blues ini bisa memicu kondisi depresi yang lebih berat apabila tidak ditangani dengan betul, yakni depresi postpartum.
Baca Juga: Alami Baby Blues, Kapan Sebaiknya Ibu Pergi ke Psikolog?
Depresi postpartum berbeda dengan sindrom baby blues. Perbedaannya adalah interval gejalanya. Sindrom baby blues biasanya muncul selama dua minggu sementara depresi postpartum terjadi pada dua minggu sampai satu bulan setelah melahirkan dengan gejala yang berlangsung lebih lama daripada sindrom baby blues, yakni hingga satu tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kemudian dilihat dari segi faktor penyebab, biasanya sindrom baby blues disebabkan oleh perubahan fisiologis yang dialami pasca melahirkan. Di sisi lain, intensitasnya pun dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Sedangkan depresi postpartum lebih didominasi oleh faktor psikososial misalnya stress berlebihan dan dikombinasikan dengan perubahan hormone dengan berbagai kesulitan yang dialami sebagai ibu baru yang harus menyesuaikan kehidupan pasca melahirkan.
Depresi postpartum juga mengakibatkan dampak psikologis yang lebih berat. Di antaranya adalah rasa putus asa dan sedih yang berlebihan, cenderung merasa tidak berguna dan tidak mampu menjadi ibu yang baik.
Baca Juga: Stres Pasca Pemilu Bayangi Pendukung yang Jagoannya Kalah, Bahaya Bagi Mental?
Sama dengan sindrom babyblues yang susah membangun bonding dengan bayi, pengidap depresi postpartum juga mengalami kesulitan ketika membangun bonding dengan sang bayi. Perasaan ini pun timbul seiring dengan rasa cemas berlebihan, pola makan yang tidak teratur dan berkualitas, tidak memiliki gairah untuk beraktivitas, hingga munculnya keinginan untuk membunuh bayinya dan bunuh diri.
Oleh sebab itu, Nuran menyebut jika kondisi depresi postpartum lebih berbahaya daripada baby blues karena dampaknya tidak hanya pada ibu saja, melainkan juga bayi, keluarga, dan orang-orang terdekat lainnya.
"Gejala-gejala ini tentunya dapat mengancam bukan hanya kepada ibu, ternyata ini akan berdampak terhadap hubungan si ibu sendiri dengan suaminya, anak, ibu mertua, teman-teman, dan siapapun," pungkas Nuran
Editor : Pahlevi