Optika.id - Robert Dewey Hoskins pada tahun 1996 menggegerkan publik lantaran terbukti menguntit serta mengancam penyanyi terkenal, Madonna. Pria tersebut secara obsesif melompati pagar rumah Madonna di Hollywood Hills lantaran menganggap Madonna ditakdirkan untuk menjadi istrinya sehingga dia melakukan aksi nekat tersebut. Aksinya itu diganjar hukuman 10 tahun penjara.
Setelah bebas dari penjara, Hoskins tetap bertindak meresahkan. Polisi pada tahun 2012 silam menangkapnya yang sedang melarikan diri dari rumah sakit jiwa di kawasan Los Angeles.
Baca Juga: Tepis Niat Bunuh Diri dengan Self-Care dan Safety Plan, Apa Itu?
Pelaku kriminal seperti Hoskins tersebut diduga menderita erotomania. Erotomania atau yang kerap disebut dengan sindrom de Clerambault ini menurut Verywell Mind merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan keyakinan delusional kalau orang asing, yang biasanya memiliki status sosial lebih tinggi, sangat mencintai dirinya meskipun tidak ada buktinya.
Adapun penamaan sindrom de Clerambault ini berasal dari seorang psikiater Perancis, Gaetan de Clerambault yang mempelajari serta mendokumentasikan kondisi mental ini secara luas pada tahun 1921.
Meskipun sebagian besar penderita erotomania tak melakukan kekerasan, kasus-kasus seperti ini menarik perhatian, melanggengkan kesalahpahaman bahwa penyakit mental biasanya mengarah pada kekerasan. Meski hanya ada sedikit data mengenai erotomania, beberapa penelitian menunjukkan kondisi ini cenderung lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria, tulis Verywell Mind, dikutip Optika.id, Selasa (23/1/2024).
Sementara itu, dalam kebanyakan kasus menurut Health Line, orang yang diyakini mencintainya bahkan belum bertemu merupakan kasus ekstrem dari erotomania. Seseorang dengan kondisi mental seperti ini yakin dan percaya bahwa orang lain sedang mencoba mengirimkan mereka pesan rahasia yang berupa cinta kasih. Mereka bisa mempercayai delusi tersebut melalui berita atau pemikiran yang biasa dikenal orang dengan nama telepati.
Berbeda dengan Health Line yang mengaitkan erotomania dengan kondisi kesehatan mental lain yang melibatkan delusi atau perilaku manik, Medical News Today menjelaskan jika erotomania turut dikaitkan dengan skizofrenia, depresi mayor dengan fitur psikotik, penyakit Alzheimer, atau gangguan bipolar.
Adapun menurut para peneliti, faktor penyebab dari erotomania ini biasanya berhubungan dengan genetic. Erotomania pada pria pun menurut para peneliti merupakan varian dari paranoia akibat penolakan, perpindahan serta proyeksi dari masa lalu. Lingkungan, psikologis, farmakologis dan fisiologis pun dikatakan menjadi faktor yang kerap memicu seseorang memiliki kecenderungan untuk mengembangkan erotomania.
Tak hanya itu, menurut Medical News Today, media sosial juga bisa memperburuk keyakinan delusional terkait dengan fenomena erotomania ini. Media sosial, tulis Medical News Today, bisa mereduksi beberapa hambatan antara orang-orang yang tidak dikenal serta bisa dengan mudah diamati, dikuntit, dihubungi, bahkan dilecehkan oleh orang-orang yang sebelumnya sama sekali tidak dapat diakses.
Erotomania dapat mulai tiba-tiba, dan gejalanya sering kali tahan lama, tulis Medical News Today.
Baca Juga: Beragam Alasan Mengapa Mahasiswa Memilih Mengakhiri Hidup, Kampus Bisa Apa?
Secara umum, delusi cinta ini menurut psikoterapis dan kepala petugas klinis di Damore Mental Health, Gary Tucker, menyerang sekitar 15 dari setiap 100.000 orang per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dan perempuan tiga kali lebih mungkin terdiagnosis dibandingkan pria, ujar Tucker, kepada Verywell Mind.
Lebih lanjut, terkait dengan gejala umum erotomania, Health Line menyebut gejala itu antara lain secara obsesif pelaku mengonsumsi media yang berhubungan dengan orang lain seperti figure publik atau selebritas, terus menerus menelepon orang lain, percaya bahwa orang lain sedang mencoba berkomunikasi secara diam-diam lewat pandangan sekilas, gerak tubuh, berita, film, atau media sosial, terus menerus mengirim surat, email, atau hadiah kepada orang lain, merasa cemburu dengan orang asing yang sudah mempunyai kekasih, melecehkan orang lain di depan umum, dan kehilangan minat pada aktivitas selain membicarakan orang lain.
Erotomania, ujar Verywell Mind, bisa membeirkan pengaruh yang cukup besar pada eksistensi seseorang, menganggu kemampuannya, mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan, serta akan berdampak pada hubungan antar pribadi yang rusak.
Mereka yang terkena erotomania mungkin menghadapi pengasingan sosial, tantangan pekerjaan, dan dampak hukum yang berasal dari keyakinan dan tindakan delusi mereka. Penting untuk diingat, meskipun penderita erotomania umumnya tidak rentan terhadap kekerasan, mereka menghadapi stigmatisasi dan kesalahpahaman yang signifikan seputar penyakit mereka, tulis Verywell Mind.
Baca Juga: Berbagai Faktor Bisa Buat Orang Bunuh Diri, Segera Dampingi Orang Terkasih!
Sementara itu, perawatan untuk erotomania menurut Health Line biasanya dilakukan dengan mengatasi gejala psikosis atau delusi dan hal tersebut bisa dilakukan dengan melibatkan kombinasi terapi dan pengobatan seperti obat antipsikotik misalnya pimozide yang sering kali berhasil digunakan untuk mengatasi delusi ini.
Antipsikotik nontradisional, seperti olanzapine, risperidone, dan clozapine juga telah digunakan bersamaan dengan terapi atau konseling, tulis Health Line.
Sedangkan apabila erotomania yang disebabkan oleh kondisi bawaan yang mendasari misalnya bipolar, maka pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan cara memberikan obat penstabil suasana hati seperti asam valproate atau litium. Tak hanya obat-obatan saja, terapi perilaku kognitif juga bisa digunakan dalam pengobatan untuk mempercepat penyembuhan.
Terapi perilaku kognitif berfokus pada mengidentifikasi dan mengubah pola pikir yang dapat berkontribusi pada keyakinan delusi. Selain itu, dukungan keluarga mungkin juga bermanfaat, tulis Verywell Mind.
Editor : Pahlevi