Pemilu 2024, Harus Belajar Tragedi Ukraina

author Dani

- Pewarta

Rabu, 07 Feb 2024 04:22 WIB

Pemilu 2024, Harus Belajar Tragedi Ukraina

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Surabaya (optika.id) - Pemilihan umum serentak yang sekaligus memilih presiden dan wakil presiden RI sebentar lagi berlangsung pada tanggal 14 februari 2024. Pelaksnaan pesta demokrasi rakyat itu tidak boleh ditunda-tunda lagi apalagi dibatalkan dengan alasan apapun. Karena pesta rakyat ini menunukkan kedaulatan rakyat yang akan menentukan arah negara dan bangsa ini sedikitnya untuk lima tahun kedepan. Tapi apa bisa pemilu itu dibatalkan? Jawabannya bisa juga - bilamana terjadi chaos, huru-hara yang masiv seantero nusantara dsb sehingga atas alasan keamanan maka pemilu bisa batal. Pemilu dimanapun didunia ini selalu ada perhatian dan ketertarikan negara lain terutama negara-negara besar untuk ikut mempengaruhi hasilnya demi kepentingan geopolitik mereka, dan itu bisa terjadi di Indonesia bila seluruh unsur bangsa ini tidak hati-hati dan tidak waspada.

Baca Juga: Di Tempat Saya Satu Bungkus Nasi Rp 5.000,-

Coba kita lihat sejarah perpecahan Ukraina saat ini karena campur tangan negara-negara besar telah mengakibatkan perang dengan Rusia dimana lebih kurang 500.000 tentara Ukraina mati, ratusan ribu lainnya luka-luka berat, 2 jutaan penduduknya mengungsi kenegara lain dan eknomi negeri ini hancur lebur.

Revolusi Martabat juga dikenal sebagai Revolusi Maidan atau Revolusi Ukraina, berlangsung di Ukraina pada Februari 2014 pada akhir protes Euromaidan ketika bentrokan mematikan antara pengunjuk rasa dan pasukan negara di ibukota Kyiv memuncak dalam penggulingan Presiden terpilih Viktor Yanukovych dan kembali ke Konstitusi Ukraina 2004. Hal ini juga menyebabkan pecahnya Perang Rusia-Ukraina. Pada tahun 2014 itu di Ukraina ada permainan kekuatan besar, kemarahan yang benar pada status quo yang korup, dan ekstremis sayap kanan oportunistik menggulingkan pemerintah dalam Revolusi Maidan itu.

Kerumunan ribuan pengunjuk rasa yang marah yang kebyanyakan dari ekstremis sayap kanan memprovokasi masa menginginkan kepala presiden terpilih. Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah, menduduki gedung-gedung pemerintah, dan membawa senjata, beberapa dari mereka membawa senapa Kalashnikov. Pada saat itu demonstrasi telah menyebabkan kematian dan rawat inap bagi pengunjuk rasa dan polisi. Kerusuhan itu berhasil menggulingkan pemerintah terpilih negara itu, mengirim presiden Viktor Yanukovych melarikan diri untuk hidupnya ke negara tetangga Rusia.

Baca Juga: Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

Campur tangan pemerintah Amerika Serikat sangat kentara dalam kerusuhan itu karena negeri Adi Daya ini memang ingin menggulingkan kepala negara Ukraina yang legitimate dan yang pro Rusia. Pada saat kerusuhan itu Senator Amerika Serikat John McCain, anggota Partai Republik di Komite Angkatan Bersenjata Senat, pergi ke Kiev untuk menunjukkan solidaritas dengan para aktivis Euromaidan. McCain makan malam dengan para pemimpin oposisi, termasuk anggota Partai Svoboda sayap kanan, dan kemudian muncul di panggung di Maidan Square selama rapat umum. Dia berdiri bahu-membahu dengan pemimpin Svoboda Oleg Tyagnibok. Sikap senator itu tentu tidak diperbolehkan dalam tatakrama diplomatik antar negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tetapi tindakan McCain adalah model pengekangan diplomatik dibandingkan dengan perilaku Victoria Nuland, asisten menteri luar negeri untuk Urusan Eropa dan Eurasia. Ketika krisis politik Ukraina semakin dalam, Nuland dan bawahannya menjadi lebih berani dalam mendukung demonstran anti-Yanukovych. Nuland mencatat dalam sebuah pidato kepada Yayasan AS-Ukraina pada 13 Desember 2013, bahwa ia telah melakukan perjalanan ke Ukraina tiga kali dalam minggu-minggu setelah dimulainya demonstrasi. Mengunjungi Maidan pada 5 Desember, dia membagikan kue kepada para demonstran dan menyatakan dukungan untuk tujuan mereka.

Tingkat campur tangan pemerintahan Obama dalam politik Ukraina sangat mengejutkan. Intelijen Rusia mencegat dan membocorkan ke media internasional percakapan telepon Nuland dengan duta besar AS untuk Ukraina Geoffey Pyatt membahas secara rinci preferensi mereka untuk tokoh-tokoh tertentu dalam pemerintahan pasca-Yanukovych. Kandidat yang disukai AS termasuk Arseniy Yatsenyuk, orang yang menjadi perdana menteri begitu Yanukovych digulingkan dari kekuasaan. Selama panggilan telepon, Nuland menyatakan dengan antusias bahwa "Yats adalah orangnya" yang akan melakukan pekerjaan terbaik. Amerika Serikat secara terang-terangan memilih tokoh Ukraina untuk dijadikan boneka demi kepentinga geopolitik Amerika Serikat menghadapi Rusia.

Baca Juga: Pelajaran dari Kejadian di Kenya

Kembali ke Pemilu kita nanti tanggal 14 Februari 2024, setelah acara tahapan perdebatan capres dan cawapres usai, maka seluruh bangsa ini harus mampu menjaga stabilitas negara. Banyaknya kritikan, nasihat dari pada cerdik pandai berbagai Universitas di negeri ini kepada presiden Jokowi dan pemerintahannya haruslah dianggap sebagai dinamika politik. Kritikan-kritikan itu tidak boleh ditanggapi dengan pendekatan security atau keamanan yang kaku dan keras sebab akan menimbulkan kekacaucan yang luas. Prof. Kuncoro dari UGM ketika membacakan keprihatinan terhadap presiden di kampus Bulaksumur bertujuan untuk menasihati alumninya agar negara tidak timbul chaos.

Kalau timbul chaos, bisa diduga ada pihak-pihak yang memancing di air keruh, termasuk pengaruh dari negara asing seperti yang terjadi di Ukraina diatas.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU