Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj Dengan Riyadhah

author Dani

- Pewarta

Kamis, 08 Feb 2024 08:40 WIB

Memahami Peristiwa Isra’ Mi’raj Dengan Riyadhah

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Surabaya (optika.id) - Saya menulis artikel ini di hari libur Isra’ Mi’raj tanggal 8 Februari 2024 dimana ummat Islam seluruh dunia memperingatinya. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini merupakan peristiwa yang harus diterima dengan iman, percaya penuh pada keagungan Allah SWT. Memang pada saat Rasullah menceritakan perjalanan beliau Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah keMasjidil Aqsa di Palestina, lalu melakukan perjalanan mi’raj kelangit yang paling tinggi dan kembali ke bumi dalam waktu semalam – agak sulit para sahabat Nabi maupun masyarakat 1400 tahun lalu mempercayai kisah beliau. In the absence of science atau ketika ilmu pengetahuan belum ada maka tentu orang ragu menerima kisah perjalanan Nabi yang super super super kilat itu. Hanya satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang langsung percaya dengan landasan iman yaitu sahabat Abu Bakar Siddiq ra. Sami’na watho’na atau kami mendengar dan kami taat.

Baca Juga: Diiming-imingi HGU 500 tahun pun Investor Belum Mau Masuk

Sekarang ini dunia ilmu pengetahuan semakin maju terutama dibidang astronomi, maka manusia memperoleh pengetahuan bagaimana luasnya alam semesta ini yang dari satu titik ke titik berikutnya ditempuh dalam waktu ribuan bahkan jutaan tahun cahaya, namun jarak itu bisa ditempuh dengan kecepatan sinar atau cahaya. Ilmuwan sudah lama menghitung bahwa kecepatan cahaya itu sekitar 300.000 km/detik atau 300 kalinya jarak Surabaya-Jakarta per detik. Karena itu kepercayaan peristiwa Isra’ Mi’raj itu bisa diterima dengan iman namun juga bisa diterima dengan akal manusia-meskipun terbatas. Almarhum Buya Hamka pernah bercerita tentang lalat yang menempel di gelas susu seorang penumpang di bandara, lalu ketika penumpang ini boarding masuk pesawat – lalat itu menempel di baju sang penumpang dan ikut terbang ke Singapura dari Jakarta. Setelah balik ke Jakarta si lalat ini bercerita kepada teman lalat-lalat lainnya bahwa dia barusan terbang dari Jakarta ke Singapura dan balik lagi ke Jakarta dalam waktu singkat. Memang masyarakat lalat itu meragukan cerita itu karena kecepatan terbang lalat sangat terbatas. Almarhum Buya Hamka berusaha menjelaskan secara logis peristiwa Isra’ Mi’raj itu.

Baca Juga: Di Tempat Saya Satu Bungkus Nasi Rp 5.000,-

Menurut ahli tasawuf kitabisa mengetahui sesuatu itu tidak menggunakan akal, atau panca indera namun lewat Riyadhah– atau mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula memahami peristiwa Isra’ Mi’raj itu harus juga menggunakan Riyadhah itu. Hal itu berarti bahwa peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Palestina lalu ke langit paling tinggi dan kembali ke bumi dalam waktu singkat tidak cukup kita percaya lewat akal namun harus juga lewat Riyadhah itu sehingga bisa menghayati betul peristiwa Isra’ Mi’raj itu. Dengan pendekatan Riyadh aitu maka perjalanan Rasulullah itu bermakna bahwa manusia itu meninggalkan dunianya yang rendah menuju tujuan yang paling tinggi untuk menghadap Allah SWT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk menggambarkan begitu dahsyatnya perjalanan Rasul itu, ketika beliau akan masuk ke langit yang lebih tinngi, malaikat Jibril yang mendampingi beliau mentatakan bahwa dia tidak bisa ikut karena nanti sayap-sayapnya yang megah dan raksasa itu bisa terbakar. Untuk gambaran situasi sekarang, apabila seorang astronot ke ruang angkasa an kembali kebumi maka dia akan keluar dari atmosfer dan masuk bumi melewati atmosfer yang mengeliling bumi pesawat ruang angkasa terasa panas yang sangat karena seperti melewati bara api. Padahal bumi yang kita tinggali ini besarnya seperti titik di padang pasir bila dibandingkan dengan luasnya alam semesta ini.

Baca Juga: Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

Kita bisa melakukan Mi’raj seperti rasulullah Muhammad SAW dengan cara lewat shalat. Beliau bersabda “shalat lah kamu seperti kamu meninggalkan dunia ini”, Ya ketika kita shalat dengan khusu’ maka kita sudah tidak ada lagi di Surabaya, Bandung atau Jakarta namun sudah berada di tempat yang paling tinggi menghadap Allah SWT.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU