Ugal-Ugalan Bansos Picu Kelangkaan Stok Beras

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Rabu, 21 Feb 2024 12:48 WIB

Ugal-Ugalan Bansos Picu Kelangkaan Stok Beras

Surabaya (optika.id) - Badan Pangan Nasional (Bapanas) Senin (12/2/2024) lalu melalui keterangan tertulisnya berencana mengimpor beras lagi dengan dalih sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan di semua rantai pasok dari hulu ke hilir.

Kebijakan menambah impor beras ini diklaim sebagai pilihan terakhir agar menjaga ketersediaan beras di pasaran. Tak butuh waktu lama, para pedangang beras retail (peritel) pun harus melakukan pembatasan pembelian di gerai agar mnejaga ketersediaan kelangkaan beras di pasaran ini.

Baca Juga: Panen Raya Sudah Dimulai, Bapanas Klaim Harga Beras Bakal Segera Turun

Menanggapi hal itu, Yusuf Rendy Manilet selaku Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) menilai jika bantuan pangan berupa beras yang dibagi-bagikan oleh pemerintah secara tidak langsung turut memengaruhi persediaan stok beras dan persoalan yang ada saat ini.

Pasalnya, kebutuhan bansos pangan mengalami peningkatan yang secara otomatis juga meningkatkan permintaan beras tersebut. Peningkatan permintaan secara teoritis tentu ikut memengaruhi kenaikan harga komoditi. Akan tetapi, dirinya menegaskan bahwa bansos pangan bukanlah satu-satunya faktor kenaikan harga dan deficit stok beras saat ini.

“Namun sekali lagi bahwa kenaikan harga beras ini tidak serta-merta hanya disebabkan oleh penyaluran bantuan sosial di awal tahun,” kata Yusuf, Rabu (21/2/2024).

Kenaikan harga beras di awal tahun 2024 ini, menurutnya sebagai imbas dari pola harga yang cenderung tinggi pada awal tahun serta adanya peningkatan permintaan menjelang pemilu dan bulan puasa yang mendekat.

Baca Juga: Pengamat Ekonomi Sebut Pemerintah Gagal Mengelola Harga Pangan

Yusuf menjelaskan bahwa pemilu, termasuk di antaranya pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan legislative di berbagai daerah juga bisa meningkatkan permintaan beras lantaran kampanye parpol maupun calon kerap disertai dengan pembagian sembako ke masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Defisit pada bulan Januari-Februari dapat juga terjadi karena produksi belum memadai dan belum mencapai panen raya. Pola harga yang tinggi pada awal tahun sebelum panen raya merupakan hal yang biasa. Ketika mendekati panen raya pada Maret-April, produksi akan meningkat dan harga akan turun sesuai dengan prinsip penawaran dan permintaan,” jelas Yusuf.

Masalahnya justru dari tata niaga beras nasional minim ketidaktersediaan data itu sendiri. diketahui jika BPS sudah mengantongi data produksi tingkat petani, akan tetapi data distribusi dan stok beras di tingkat penggilingan serta gudangnya masih susah untuk dilacak. Oleh sebab itu, ketiadaan data ini bisa memberikan peluang bagi para rent seeker untuk mengambil keuntungan dan memicu spekulasi di pasaran.

Baca Juga: Ingin Makan Selain Nasi? Ini 4 Makanan Sumber Karbohidrat yang Bisa Kamu Coba!

“Yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga secara tidak wajar dan menyebabkan inflasi,” kata Yusuf.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa alur distribusi pangan beras perlu diawasi jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencapai keuntungan di periode waktu yang singkat. Hal ini disebabkan oleh alur distribusi pangan beras yang relatif lebih panjang.

“Saya kira intervensi tidak hanya boleh dilakukan dengan impor dan juga guyuran beras ke pasar saat ini. Lebih jauh, pemerintah juga perlu memantau alur distribusi komoditas pangan, terutama beras,” beber Yusuf.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU