Mengupas Predikat Indonesia Sebagai Fatherless Country

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Minggu, 18 Jun 2023 11:06 WIB

Mengupas Predikat Indonesia Sebagai Fatherless Country

Optika.id - Indonesia disebut-sebut dengan predikat fatherless country lantaran budaya patriarki yang masih melingkupinya. Istilah fatherless atau father hunger diartikan sebagai bentuk kelaparan terhadap sosok ayah yang seharusnya hadir mendampingi pertumbuhan anaknya baik secara fisik, maupun psikologis.

Baca Juga: Kenali Warisan Trauma Keluarga yang Ciptakan Rantai Konflik Berkepanjangan

Menurut Psikolog dari Amerika Serikat, Edward Elmer Smith, fatherless country bisa disebut sebagai kondisi di mana masyarakat suatu negara tidak bisa merasakan keberadaan maupun keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak sehari-hari.

Menanggapi hal tersebut, Psikolog A. Kasandra Putranto menilai jika predikat yang disandang Indonesia sebagai fatherless country ketiga di dunia merupakan tanda bahwa adanya rasa khawatir mengenai peran ayah yang terbatas dalam keluarga di Indonesia.

Sebenarnya indikator yang secara sederhana bisa menggambarkan Indonesia sebagaifatherless countryadalah tingginya tingkat pemisahan keluarga, perceraian, dan keterbatasan waktu yang dihabiskan oleh ayah bersama anak-anak mereka, jelasnya kepada Optika.id, Sabtu (17/6/2023).

Kurangnya peran ayah dalam pengasuhan anak ini menurutnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti faktor sosial dan ekonomi yang melingkupi pekerjaan si ayah yang menyita waktu, permasalahan finansial, migrasi kerja, dan masalah finansial lain sehingga tidak adanya waktu dalam mengurusi ranah domestic.

Akan tetapi, Kasandra menegaskan jika situasi keluarga tidak sama rata serta bervariasi di seluruh negara sehingga tidak dapat digeneralisir secara menyeluruh begitu saja,

Baca Juga: Femisida Masih Dimaklumi Masyarakat Karena Stigma dan Status Korban

Dia pun mengakui bahwa ada banyak keluarga di Indonesia yang tetap menjalankan peran ayah dengan baik dan ayah terlibat secara aktif dalam pengasuhan anak-anak mereka. Si ayah pun juga tidak enggan dalam melakukan pembagian tugas domestic bersama dengan istrinya di rumah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kendati demikian, Kasandra enggan menyalahkan pola patrilineal yang mengakar di Indonesia sebagai biang kerok terjadinya fenomena fatherless ini. Alih-alih, dirinya menilai jika ketiadaan ayah dalam keluarga dilatarbelakangi oleh banyak faktor dan tidak terbatas pada pola garis keturunan tertentu. Maknanya, pola patrilineal tidak secara otomatis menghasilkan tingkat kehadiran ayah yang rendah.

Hal ini juga ditunjang oleh perkembangan zaman yang bisa mempengaruhi pola pengasuhan dan peran serta ayah dalam mengurus keluarga. Perubahan dalam pola pengasuhan bisa dipicu oleh perubahan sosial, kesadaran akan pentingnya keterlibatan ayah, dan adanya pergeseran nilai-nilai yang dianut selama ini.

Baca Juga: Pentingnya Sosok Ayah dalam Pengasuhan Anak Secara Seimbang

Saat ini menurutnya peran ayah yang besar dalam keluarga semakinterlihat lantaran adanya perkembangan zaman dan ditambah dengan disruptif media. Pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak pun semakin diakui dan ayah pun diminta untuk turut serta dalam merawat keluarga alih-alih hanya bertugas mencari nafkah saja. Hal itu bisa dilihat dari turut mengasuh anak hingga terlibat dalam pekerjaan domestik rumah tangga.

Perubahan pola pikir ini, imbuh Kasandra, tidak terjadi secara langsung dan seragam serta masih bergantung pada faktor seperti budaya, ekonomi, dan sosial dalam masyarakat.

Maka dari itu, dengan kesadaran dan upaya yang tepat, pergeseran pola pengasuhan dan peran ayah dalam keluarga bisa terjadi seiring perkembangan zaman. Semoga saja tidak ada anak-anak yang kehilangan sosok ayahnya lagi di kemudian hari, ujarnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU